Teman Bercerita dan Curhat Untuk Mereka

“Ayah, kalau maem permen banyak-banyak di surga gak papa, toh?” kata Kinanti, anak kedua kami. “Nanti giginya adek gak bakalan gigis, toh?” lanjutnya dengan suara khas yang bikin gemes.

“Maem cokelat banyak-banyak juga gak papa toh, Yah?” kata Nilna, kakaknya menambahkan.

“Iya gak papa, di surga itu enak banget. Nanti di sana tidak ada yang sakit. Jadi misalkan mau makan apa saja gak papa,” kataku menjelaskan. “Makanya kalian jadi anak salihah. Waktunya ngaji ya ngaji. Waktunya salat ya salat. Saling berbagi juga, sama saudara yang rukun, kalau sama ayah dan ibu yang nurut. Biar nanti kalian bisa masuk surga.”

Hampir setiap hari kami saling bercerita. Tentang ciptaan-ciptaan Tuhan, tentang perilaku-perilaku terpuji, dan perilaku-perilaku tercela. Tentunya dengan bahasa santai yang mudah mereka pahami.

‘Kan mendidik anak itu seperti kita memasak atau membuat kue. Harus dengan racikan yang pas. Di samping itu yang lebih penting lagi, mendidik anak itu bukan hanya mengandalkan otak atau omongan tapi kita harus memberikan keteladanan.

Pernah suatu ketika pas si Kakak pulang ngaji. Ia pulang sambil menggenggam tisu. “Ayah, di tempat ngaji aku cari tempat sampah gak ada. Makanya tisunya tak bawa pulang.” katanya sambil dibuangnya tisu ke tempat sampah.

Mungkin bagi orang lain hal ini biasa. Tapi bagiku ini bikin aku terharu.

“Lha kenapa kakak kalau membuang sampah harus di tempat sampah?” tanyaku menguji.

“Karena kalau buang sampah sembarangan nanti Allah marah. ‘Kan ini bumi ciptaannya Allah jadi harus dijaga jangan sampai dikotori. Nanti kalau buang sampah sembarangan juga bisa banjir,” katanya dengan semangat.

Alhamdulillah, terima kasih, Ya Allah. Nanti kalau di sekolah ia ditanya ustadzah kenapa tidak boleh buang sampah sembarangan pasti bakalan ia jawab nanti dimarahi Allah. Hehehe… batinku.

Bagi kami, menemani anak-anak itu waktu yang sangat berharga. Bisa bermain bersama, bercerita, belajar, dan bisa mengajarkan mereka untuk mengenal Tuhannya.

Mengenalkan anak kepada Tuhannya itu hal yang sangat penting. Misalnya tadi sore sewaktu mereka melihat sapi dan kambing di musala. Mereka tidak tega sapi dan kambing akan disembelih besok.

Malamya kuajak mereka bercerita. Aku bercerita tentang kisahnya Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. “Waktu itu, Nabi Ibrahim diperintah oleh Allah untuk menyembelih anaknya yang bernama Ismail. Karena Nabi Ibrahim manusia yang bertaqwa, Nabi Ibrahim melaksanakan perintahnya Allah dan akan menyembelih Ismail. Tetapi, sewaktu akan disembelih, Allah mengganti Ismail dengan domba atau kambing. Makanya sekarang yang boleh dijadikan hewan qurban untuk disembelih itu sapi, kambing, bisa juga unta.”

“Tapi kok Nabi Ibrahim mau menyembelih anaknya sendiri ya, Yah?” tanya Nilna.

“Nabi Ibrahim mau menyembelih anaknya itu bukan karena tidak sayang sama anaknya. Tapi ini karena perintah Allah. Dan Allah juga hanya mau menguji ketaatan Nabi Ibrahim. Dan Nabi Ibrahim itu Nabi yang ingin selalu dekat dengan Allah. Makanya, kalau kakak dan adik ingin dekat sama Allah ya salat. Karena saat salat itu keadaan yang sangat dekat kita dengan Allah,” terangku

Menemani mereka sambil mendengar takbir berkumandang. Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar. Menjadi hati terasa syahdu. Semoga Allah memberi kami umur panjang. Ingin selalu kami menemani mereka disetiap tumbuh kembangnya. Meskipun kelak mereka sudah dewasa ingin kami tetap bercerita dan menjadi teman curhatnya.


Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *