Oleh: Lisa Adhrianti
Corona Virus yang muncul di Wuhan lalu kemudian menyebar dan menjadi problem kesehatan dunia hingga saat ini banyak merubah berbagai siklus kehidupan keseharian manusia. Virus yang tergolong ganas, mematikan dan cepat menyebar tersebut saat awal kemunculannya di Indonesia pada awal Maret tahun 2020 lalu dianggap akan bisa musnah ketika memasuki bulan ramadhan, namun ternyata Allah berkehendak lain sehingga hingga saat ini kita masih harus menghadapi permasalahan Corona virus yang dikenal dengan sebutan Covid-19. Protokol kesehatan khusus untuk masa pandemic Covid-19 menyebabkan manusia tidak dianjurkan lagi untuk banyak berkumpul atau berkerumun di suatu tempat, serta mengajurkan agar banyak berada dalam rumah dan meminimalkan interaksi antar sesama.
Hal ini tentu berbeda dengan suasana ketika ramadhan kembali datang. Semangat untuk berbondong-bondong melakukan shalat tarawih dan I’tikaf di masjid, buka bersama, tarawih keliling, sahur on the road dan sebagainya yang telah akrab menjadi ciri khas bulan ramadhan di Indonesia tiba-tiba harus ditiadakan, bahkan shalat idul fitri pun dianjurkan untuk dilakukan di rumah masing-masing saja. Begitupun masih dengan ramadhan tahun ini, suasana tersebut tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Banyak orang yang nampak semakin bosan dengan suasana seperti saat ini sehingga perlahan kegiatan ramadhan di masjid-masjid mulai dijalankan kembali. Pandemi betul-betul telah banyak mengubah tatanan kehidupan keseharian kita sebagai makhluk sosial. Pandemi ini telah membatasi kita dari interaksi antar manusia sebagaimana biasa, menghalangi ratusan umat yang ingin menghabiskan ramadhan di tanah suci, bahkan membatalkan pelaksanaan ibadah haji dari seluruh dunia. Pandemi juga ternyata mampu menghadirkan kembali kehangatan keluarga dalam rumah mereka secara lebih banyak, merangsang kemampuan untuk berpikir lebih keras agar tetap dapat menghasilkan nafkah halal bagi keluarga meski dijalankan dari dalam rumah, pandemi juga mengajarkan kita untuk lebih kreatif agar dapat bertahan hidup dengan layak dan tetap sehat selamat dari paparan virus mematikan tersebut.
Bagiku sendiri pandemi yang hadir ketika ramadhan telah berhasil memotivasi untuk tetap berkarya melalui tulisan-tulisan, termasuk mengikuti challenge tulisan ramadhan dari books4care tahun ini. Jari jemariku kala pandemi di dua kali ramadahan ini telah melahirkan catatan-catatan hikmah ramadhan yang setiap hari kutulis dan disebarkan melalui media sosialku. Semua kata-kata yang terukir hadir dari pengalaman yang dirasakan setiap harinya selama ramadhan. Catatan-catatan hikmah ramadhan tersebut dimaksudkan sebagai pengingat diri dan bahan perenungan yang kekal sampai kemudian hari.
“Notes hari 17 sudah release?” tanya seorang kenalan baik yang mengirim pesan melaui instagram.
“Belom Kang hahahah” jawabku.
“Oh, ok kirain saya yang lost hehehehe” balasnya lagi.
“Inspirasi lagi lemot nih Kang!”
“Hahahaha penggemar sudah nungguin nih!”
“Hahahha aya-aya wae si Akang teh” jawabku menimpali.
“Buka Al Qur’an aja” sarannya.
“Siap, hatur nuhun sarannya Kang”.
“Siplaah, bismillah diantos nya’” tutupnya.
Himbauan itu kembali melecutku untuk cepat memberikan notes ramadhan yang telah ditunggu-tunggu tersebut. Tidak lama jadilah rangkaian kata-kata cataatn hikmah itu. “Setiap manusia adalah pendosa yang selalu mengalami fase keimanan naik turun, namun Allah berjanji tidak pernah meninggalkan hambaNYA. Kasih sayangNYA selalu ada untuk mempercayai hambaNYA, lalu layakkah kita dengan mudah meninggalkan dan mempercayai segala sesuatu yang belum kita pastikan sebab dan kebenarannya?”
Tidak lama balasan tanggapan atas kata-kata itu kembali hadir di kolom pesanku. “Astaghfirullah….wa atuubu ilahi..”
“Hiks…banyak orang yang rela dengan mudah meninggakan dan melupakan jasa baik pertemanan karena mudah mempercayai bisikan kata-kata lain yang sudah dia yakini kebenarannya tanpa konfirmasi terlebih dahulu” balasaku.
“Ihdinash shirotal mustaqieem….insyaaAllah hati, pikiran dan lingkungan kita dilindungi Allah” jawabnya…
“Aamiin semoga….namun saya pernah mengalami itu loh makanya jadi notes hahahah” jawabku.
“Banyak-banyak istighfar saja….insyaaAllah. Eh kok saya yang nasehatin yah? Hehehe kan saya penikmat pesan religinya hehehhe” balasnya lagi.
“Hahahah ya gapapa kan timbal balik saling menasihati. Jika Allah saja masih mau percaya kepada hambanya meski telah berkali-kali ditinggalkan dan dikhianati oleh kita, masa kita masih dengan mudah mau melepaskan hubungan baik yang telah dipelihara selama ini ya?” jawabku lagi.
“Sing sabar, sehat dan istiqomah yah. Diantos nasehat-nasehat selanjutnya”.
Percakapan pesan singkat pun berakhir dan melahirkan perenungan kembali padaku bahwa sekecil apapun upaya kita untuk evaluasi diri dan menginsipirasi sesama maka pasti akan selalu ada yang mengapresiasi. Pada akhirnya tidaklah boleh kita pesimis dan menyerah terhadap kemampuan diri kita sendiri.
Pandemi ini banyak mengajarkan hikmah padaku dan insyaaAllah pada sesama melalui catatan-catatan hikmah ramadhan kala pandemi. Harapannya Allah selalu berikan kekuatan, kesehatan dan perlindungan dari setiap marabahaya kala pandemi ini sebagaimana doa Rasulullah yang pernah diriwayatkan dalam hadist riwayat Abu Dawud 1554 “Allahumma inni’ audzubika minal baroshi waljunuuni wajudzami wa min sayyi-il asqoomi” (Ya Allah aku berlindung kepadaMU dari penyakit belang, gila, lepra, dan dari segala penyakit buruk lainnya). Pergilah pandemi… jangan halangi gerak kami lagi.
Photo by Paulo Silva on Unsplash