Oleh: Arya Noor Amarsyah
Terdengar suara benturan. Dari suaranya seperti meja kaca bertemu pisau.
Benar saja, ibu sedang mengupas pepaya. Pepaya yang sudah terpotong sebagian kecil, kulitnya dikupas.
Potongan kecil pepaya itu diletakkan di atas meja kaca. Dengan pisau di tangan kanan, ibu mengupas sedikit demi sedikit.
Karena memotong dengan cara seperti inilah, terjadi benturan pisau dengan meja kaca.
Mengupas buah secara normal, buah diletakkan di tangan kiri, pisau di tangan kanan beraksi mengupas dan membuang kulitnya.
Tapi karena tangan kiri ibu habis terkena cobaan, maka tidak difungsikan normal.
Tulang pergelangan tangan kiri ibu ada yang retak dan juga ada yang geser. Sudah memasuki minggu ketiga sejak musibah terjadi dan sudah diterapi patah tulang.
Akan tetapi masih belum bisa digunakan secara normal. Tangan kiri belum bisa bahu membahu dengan tangan kanan.
Akibatnya seperti adegan mengupas pepaya di atas. Sebenarnya sudah dilarang, tapi kecolongan juga.
Sejak tangan kiri diistirahatkan, ibu tidak bisa mengupas bawang merah, oyong, tidak bisa meletakkan odol di sikat gigi, tidak bisa menyabuni punggung dan tangan kanannya, termasuk membasuh tangan kanannya saat berwudhu.
Semua pemandangan ini bisa terlihat langsung di depan mata. Pun juga dapat merasakan dengan membayangkannya.
Tidak puas dengan melihat saja, saya mencoba menggendong tangan kiri dengan gendongan kain yang biasa dipakai orang-orang yang tangannya patah.
Beberapa saat tangan kiri digendong. Hingga suatu ketika, bagian tangan dekat siku terasa pegal.
“Ooh seperti ini rasanya,” gumam saya dalam hati.
Pengalaman serupa, pernah saya alami. Dalam acara inaugurasi FLP Jakarta, semua mata peserta diminta meram, seolah-olah orang buta.
Panitia meminta kami berjalan beberapa langkah sesuai arahan. Menuruni tangga, berjalan tertatih-tatih. Yang paling ditakuti peserta, berjalan diarahkan ke kolam renang. Walau itu tidak mungkin. Tapi kekhawatiran itulah yang dirasakan saat berperan sebagai orang buta.
Berperan sebagai orang yang patah tulang, orang buta dan semisalnya, itu penting. Karena dengan demikian akan muncul rasa empati.