Sudah lama saya memimpikan punya sebuah penerbitan. Meski saya tahu, bisnis penerbitan dan percetakan makin lesu dihantam korona. Semua sektor, apalagi bisnis penerbitan buku, kian lesu di tengah pandemi sekarang ini.
Tapi, ini bukan soal uang semata. Ini soal menggerakkan masyarakat untuk mencintai literasi –membaca dan menulis buku- dalam satu langkah. Tapi gara-gara tak punya uang, cita-cita itu belum bisa terlaksana sampai sekarang.
Tapi saya tak berhenti, setidaknya untuk mengajak orang untuk menulis dan menerbitkan buku. Meski usaha untuk mendirikan penerbit belum benar-benar berhenti. Ia tiarap saja, menunggu momentumnya tiba.
Setelah saya dan kawan-kawan di Books4Care menggagas tantangan Writing for Healing April lalu, tebersit ide untuk merealisasikan sebuah situs literasi. Ide itu berkelebat begitu saja. Sebab, telah lama saya rawat sebuah pertanyaan, akan diapakan nasib naskah-naskah yang tak terpilih untuk diterbitkan?
Ada seorang penulis, pada program tantangan menulis sebelumnya, malah lupa pernah menulis naskah pada program yang kami helat. Ada pula yang sudah tak menyimpan lagi naskah itu. Saya berkesimpulan, kebanyakan naskah tidak dirawat baik oleh penulisnya.
Maka, saya memilih untuk merawat itu melalui Kinaraya.com ini, yang kemudian, naskah-naskah itu –yang masih tersimpan rapi di computer saya- saya publikasikan ke situs ini.
Mojok.co saya akui sebagai inspirasi kelak media itu mewujud, yang pada akhirnya juga melakukan ekspansi bisnis mendirikan penerbitan buku. Ah, mungkin saja Kinaraya.com kelak melebar memiliki penerbitan buku.
Maka, Kinaraya.com akhirnya mengudara pada 16 Juni. Cita-citanya sederhana saja. Mendorong orang untuk menulis lalu diterbitkan secara daring. Bisa jadi, dari naskah-naskah itu, kemudian dipilih, dikurasi lalu diterbitkan menjadi sebuah buku. Lagi-lagi buku, dan mungkin penerbit Kinaraya suatu saat nanti bisa terwujud.
Semoga saja.
Lufti Avianto, chief editor
Aamiin. Semoga terwujud. Senang bisa menjadi bagian dari Book4Care