Flash Fiction Lia Nathalia: Bila Nanti

“Jangan lupa cetak undangannya, terus segera kirimkan ke tujuan sesuai alamat-alamat yang sudah kutulis sebelumnya. Yang e-flyer juga, begitu selesai, segera di-blast saja, biar yang datang nanti banyak,” ujar Kanthi sambil buru-buru meninggalkan ruangan.

Masih sempat didengarnya Dewi mengiyakan, permintaan-permintaannya.

Kanthi bergeser mengecek persiapan lainnya. Sambil sesekali melihat catatan yang dibawanya, ia mengecek dengan seksama busana-busana yang akan dipamerkan nanti. Kanthi memastikan jangan sampai ada yang perlu diperbaiki. Setelah beres, dia bergeser lagi ke pengecekan berikutnya, sebelum berpindah untuk sesi rapat koordinasi.

Semua orang sejak pagi sibuk. Hari ini adalah H-1 sebelum acara besok. Tak hanya mengecek persiapan materi acara, undangan, transportasi dan akomodasi para undangan dan peserta acara harus dicek ulang. Belum lagi urusan ijin melaksanakan keramaian ke pihak berwenang termasuk ke kepolisian.

Masing-masing seksi acara, sibuk melakukan persiapan akhir. Semua orang sadar, walaupun persiapan rasanya sudah sangat sempurna, pada hari H, atau hari pelaksanaan acara, kemungkinan ada hal-hal terduga terjadi adalah suatu keniscayaan.

“Kita sudah berusaha maksimal memperisiapkan segalanya. Dari penelusuran kita bersama, segala sesuatu sudah aman. Besok, bila ada hal-hal yang berjalan diluar rencana, jangan panik. Tetap tenang dan upayakan mengatasi masalah dengan sebaik-baiknya,” pesan Kanthi pada seluruh anggota panitia.

Tiba-tiba Kanthi teringat soal walldrobe yang belum sampai di tempat persiapan acara.

“Kapan walldrobe akan diantar?” tanyanya diarahkan ke Wisnu dan tim dekorasi.

“Sedang diperjalanan, Nbak,” jawab Wisnu mewakili tim dekorasi.

“Baiklah, segera pasang begitu tiba walldrobe-nya. Jangan lupa kirim foto ke group kalau walldrobe telah terpasang,” Kanthi merespon. “Bagi tim yang persiapannya sudah kelar, sudah boleh pulang. Tapi kalau ada yang mau membantu tim dekorasi, akan lebih baik lagi, biar cepat selesai,” sambung perempuan berkacamata minus dengan rambut yang selalu digerai sebahu.

Keesokan harinya, sekitar jam delapan pagi, Kanthi telah tiba di tempat acara. Dia belum sempat sarapan, tapi tadi sempat mampir ke café langganannya di dekat rumah. Kanthi sudah membawa bekal sarapan, kopi Americano tanpa gula, dua butir telur rebus, sebuah apel dan sepotong Marmer Cake. Dia tak sempat sarapan di sana, takut kalau terlambat tiba di tempat acara.

Dari kejauhan sebelum tiba di lobi gedung, Kanthi tersenyum mendapati setidaknya dua buah spanduk acara. Namun dia belum tenang, bergegas dia masuk ke Ruang Rama, tempat acara akan diselenggarakan.

Hari ini acara peluncuran buku kolaborasi komunitas literasi Books4care akan dilangsungkan. Acaranya selain diskusi membahas buku kolaborasi terbaru, juga ada pertunjukan tari tradisional dan peragaan busana hasil karya UMKM.

Kathi riang, hatinya ringan. Ini adalah acara luring pertama yang ditanganinya setelah kurang lebih dua tahun tidak boleh menggelar acara yang dapat mengundang kerumunan orang selama pandemi Covid-19.

Tiba-tiba mata Kanthi terbelalak. Kebingungan iya berusaha memahami situasi. Ruangan tempat acara berubah. Yang didapati tak ada dekorasi yang dia sudah lihat nyaris selesai semalam. Tak ada walldrobe yang dia lihat di foto semalam. Tak percaya, Kanthi menyeka matanya. Ternyata iy masih di dalam ruangan 2×3 meter, di kamarnya.

Kanthi tadi bermimpi. Rasa rindunya pada suasana normal saat pandemi berakhir telah membawanya ke alam mimpi yang menyenangkan.    


Photo by CHUTTERSNAP on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *