Ulasan Film: Haji Backpaker

Penulis: Lisvy Nael

Perjalanan ke tanah haji tidak melulu didorong niat suci. Namun, bagaimana pun, Tuhan juga yang membimbing hal itu terjadi. Seringkali rencana manusia dan skenario-Nya tidak berjalan seiringan. Meski begitu, bukan berarti tidak ada kebaikan dan hikmah.

Justru pesan kuat bisa disampaikan dalam kontrakdisi semacam itu. Nah, gambaran ini bisa dilihat dari kisah Mada (diperankan Abimana Aryasatya) yang melakukan perjalanannya ke Tanah Suci justru karena rasa kecewa, marah, dan tidak percaya pada Tuhan. Dia telah merasa diabaikan dan ditinggalkan.

Ya, film berdurasi 1 jam 40 menit ini dibuka dengan adegan tegang Mada yang diintrogasi oleh ekstrimis di Iran. Lalu mundur ke belakang saat Mada telah memiliki kehidupan liar di Thailand setelah meninggalkan keluarga dan Tuhan.

Selama di Thailand, ada Maryati alias Marbel (Laudya Cynthia Bella) yang menjadi bumbu romansa kisah Mada. Seperti pemanis cerita, Haji Backpacker memang dimeriahkan dengan perempuan-perempuan. Bahkan kemarahan Mada pada keluarga dan Tuhan pun karena dia yang patah hati ditinggal Sofi (Dewi Sandra) jelang pernikahan. Selain dua nama itu, ada Laura Basuki juga yang menambah bumbu dalam cerita.

Ada 8 negara yang dilewati Mada hingga tiba di Arab Saudi: Thailand, Vietnam, China, Tibet, Nepal, India, Pakistan, dan Iran. Dalam perjalan Mada, kita disuguhkan optimisme akan kebaikan manusia yang tidak mengenal batas suku, agama, status ekonomi dan sosialnya, bahkan negara.

Misalnya saat Mada sakit di jalanan Vietnam, tunawisma lain menolongnya. Begitu pun saat secara tidak sengaja dia terbawa sampai ke China, orang baik menolongnya. Ya, tidak ada niat Mada berhaji apalagi backpacker sebenarnya. Dia hanya berjalan “Mengikuti skenario Tuhan.”

Tekad melanjutkan ke Tanah Suci terjadi ketika Mada di Rajastan, India. Di sana hatinya mulai lunak. Ada dialog-dialog menarik seperti ketika Mada merenung, “Kalau aku bisa melihat-Mu, mungkin aku akan langsung percaya. Mungkin ini cara-Mu menguji seberapa tebal imanku. Beri aku petunjuk.”

Atau ketika dia bermimpi bertemu Sofi. Dalam mimpinya Sofi mengajak berdialog tentang kersa (kehendak Allah) dan harapan manusia. “Ketika Tuhan mengabulkan doa kamu beranggapan Tuhan merestuimu, tapi ketika harapanmu tidak menjadi kenyataan kamu kira Tuhan meninggalkanmu. Kamu merasa berhak membalas dan menolak cintanya?”

Satu adegan yang menguatkan tekad Mada ke Tanah Suci: melihat temannya yang menuntun ayahnya mengambil air wudhu saat subuh. Setelah fajar tiba, dia pamit pergi untuk menemui ayahnya. Di awal diceritakan jika ayah Mada meninggal di Mekkah saat menunaikan ibadah haji.

Hingga saat melewati Iran, dia ditangkap ekstrimis. Dituduh sebagai mata-mata Israel. Untuk membuktikan dirinya Islam, Mada diminta membaca al-Quran. Lekas penyekapnya meminta maaf setelah yakin bahwa Mada seorang muslim. Justru dia kemudian membantu Mada melanjutkan perjalanannya.

Film ini mungkin akan sedikit banyak membuat kita penasaran misalnya tentang bagaimana dia melewati negara-negara itu tanpa visa. Di sisi lain, penonton akan dimanjakan dengan aneka pemandangan menawan dari setiap tempat yang disinggahi baik berupa bentangan alam maupun kebudayaan warga sekitarnya. Misalnya saat di China, kita bisa lihat lanskap gunung dan sungai yang terlihat agung, atau kampungnya yang tampak tradisional dengan sisi yang berbeda yakni komunitas muslim yang tinggal.

Pada beberapa bagian, mimpi punya peran penting dalam membangun jalan cerita. Namun, ada yang kemudian tersamar dengan penayangan adegan mundur atau halusinasi. Penggunaan bahasa Inggris sebagai jembatan sebenarnya bisa saja diganti dengan menggunakan masing-masing bahasa tutur pemeran dengan logika sudah diterjemahkan kru produksi.

Di luar itu, semuanya cukup menyenangkan untuk ditonton dengan semangat idhul adha yang harus kita lewati di tengah pandemi. Setidaknya, film ini barangkali bisa membantu memelihara bara semangat untuk bisa menunaikan rukun Islam ke lima itu.

Produksi: Falcom Picture

Rilis: 2 Oktober 2014

Sutradara: Daniel Rifky

Casts: Abimana sebagai, Dewi Sandra, Laudya Cinthya Bella, Laura Basuki, Pipik, Dian
Irawati, Ray Sahetapy, Dion Wiyoko, Kenes Andari, Fita A. Ilham


foto by: iRadio

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *