Sekelumit Catatan Lockdown Writing Challenge

Waktu pemerintah mengumumkan PPKM Darurat karena kasus Covid-19 yang meningkat, kami tidak mau kalah. Kami juga mengumumkan LWC atau Lockdown Writing Challenge. Ide penyelenggaraan LWC muncul begitu saja, dari obrolan singkat di group chat. Hanya dua hari setelah rembukan, LWC dimulai.

Antusias teman-teman oke juga. Ada 29 nama yang terdaftar sebagai peserta LWC. Di antara nama-nama itu, banyak yang sudah menjadi “pakar challenge”, alias sudah terbiasa ikutan tantangan menulis. Selebihnya, ada nama-nama baru, yang—berdasarkan obrolan dengan mereka—baru pertama kali ikut tantangan.

Kalau ditanya tujuan, LWC sebenarnya dibuat untuk bersenang-senang. Karena itu, tidak ada peraturan ribet dalam urusan teknis naskah. Yang penting, jumlahnya minnimal tiga ratus kata. Mau dikirim dalam bentuk file Word, diketik langsung di body e-mail, atau dikirim lewat chat WA, bebas saja. Sebebas itu juga peserta memilih jenis tulisan, bentuk huruf, dan sebagainya. Panitia hanya menentukan tema per lima harinya, yaitu: Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan.

Selain itu, berdasarkan pengalaman, kami percaya menulis bisa membuat suasana hati orang membaik. Kami menyebutnya Writing for Healing. Di tengah kunci-kuncian jalanan, pembatasan, sekolah yang—lagi-lagi—harus daring, terkadang stres melanda. Salahsatu cara meredakannya adalah menuangkannya lewat tulisan. Itu juga yang menjadi dasar kami tidak membuat peraturan ribet, yang penting menulis dan senang.

Oh ya, satu lagi. LWC ini dibuat juga untuk membiasakan menulis. Menulis itu perlu pembiasaan, perlu dijadikan agenda dalam keseharian. Tantangan menulis membantu teman-teman membangun kebiasaan itu.  Konsisten menulis selama lima belas hari tentu tidak mudah, tapi bukan juga hal yang mustahil. Meski banyak peserta yang kirim menjelang portal tutup, yang terpenting hari itu mereka sudah menulis.

Perbedaan LWC dengan tantangan menulis di grup lain adalah medianya. Jika tantangan di grup lain meminta peserta untuk memposting di sosial media masing-masing, beda dengan LWC dan tantangan dari Books4Care lainnya. Kami punya media, yaitu Kinaraya. Setiap tulisan yang dikirim peserta akan kami posting di web tersebut, dan peserta bisa membagikan tautannya pada orang lain. Ada kebanggaan tersendiri saat tulisan dimuat di web. Kebanggaan itulah yang jadi semangat bagi peserta, juga bagi panitia.

Sayangnya, tantangan ini sepertinya tidak akan diterbitkan. Masalah utama tentu saja karena tulisan peserta tidak berada di satu garis dan satu jenis. Keberagaman itu indah jika dilihat di web, tapi untuk buku tentu harus ada benang merah dari tulisan, selain jenisnya yang juga harus sama.

“Kenapa nggak ditentuin jenisnya aja dari awal?”

Nah, balik lagi ke tujuan diadakannya LWC ini. Saat menulis untuk senang-senang, terapi, dan pembiasaan, maka penyamarataan jenis tentu akan membuat peserta bingung. Tidak semua peserta menguasai bermacam jenis tulisan dan bisa beradaptasi dengan cepat. Kami memilih membiarkan peserta menulis dengan jenis apapun yang nyaman untuk mereka.

Tidak semua teman-teman terbiasa menulis memoar, meskipun punya banyak pengalaman dan biasa menceritakan, tapi menuangkannya dalam tulisan tentu persoalan yang beda lagi. Pun, tidak semua orang mampu dan mau menceritakan pengalamannya, dan memilih untuk menghayatinya sendiri, atau menjadikannya karya fiksi.

Fiksi pun seperti itu. Sekalipun sebatas flash fiction, tetap saja ada jenisnya fiksi. Fiksi bukan sekadar ada dialog antara si A, B, C, tapi dibutuhkan teknik yang berbeda dibanding memoar atau artikel.  Ada teknik-teknik yang harus dikuasai, seperti mengolah konflik dan suspense, cara menggerakkan tokoh, hingga peraturan tanda baca yang lebih njelimet. Tidak semua orang terbiasa dengan itu.

Esai pun memiliki kesulitannya sendiri. Tidak semua orang mau mengemukakan pendapatnya, terlebih yang berkaitan dengan kritik sosial. Bahkan, membuat esai berisi tips pun butuh kemampuan dan cara penyampaian yang berbeda. Banyak informasi yang harus dirangkum sebelum menuliskannya.

 Hasil dari semua itu adalah tulisan yang beragam. Dari mulai pengalaman seru semasa kecil, cerita tentang pandemi, renungan, harapan untuk bangsa, negara, juga diri sendiri di masa mendatang semuanya asyik untuk dinikmati. Satu dua typo pasti ada, kesalahan peletakan tanda baca juga mungkin masih terserak, tapi tidak mengurangi esensi dari tulisan.

Selamat buat enam belas peserta yang telah menyelesaikan tantangan menulis lima belas hari. Kalian keren! Semoga apa yang sudah teman-teman tulis bermanfaat buat diri sendiri dan pembaca. Semoga kekonsistenan menulis selama lima belas hari bisa berlanjut ke keseharian.

Jadi, kita bikin tantangan apa lagi, nih?

(Iecha)


Gambarnya gue banget: laptop, buku, headseat. Thanks to Katlyn Boone and Unsplash

One Comment on “Sekelumit Catatan Lockdown Writing Challenge”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *