Ramadhan, Jawaban Doa Yang Tak Terucap

Oleh: Lia Nathalia

Tahun 2020 mengubah tatanan dunia dengan luar biasa. Semua karena pandemi Covid-19 yang menyebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia bahkan sampai melewati satu tahun, situasi belum berubah karena virus Covid-19 masih merajalela.

Banyak perusahaan swasta terpaksa gulung tikar, banyak orang harus kehilangan pekerjaan selain banyak dari kita harus kehilangan orang-orang terkasih. Tak terkecuali saya yang hanya bekerja paruh waktu. Saya termasuk kelompok mereka yang kehilangan pekerjaan begitu pandemi mulai merebak pada bulan-bulan awal 2020.

Saat memasuki Ramadhan 2020, saya masih belum melihat harapan untuk memperoleh pekerjaan. Protokol kesehatan yang diterapkan di mana-mana berakibat pada pembatasan waktu operasional semua tempat usaha. Demikian juga pembatasan jumlah orang di dalam sebuah ruangan tertutup serta anjuran agar bekerja dari rumah saja secara daring, semakin memperparah bidang usaha yang saya geluti.

Pasrah adalah satu-satunya cara, sambil tetap berusaha dan berikhtiar baik saya menjalani Ramadhan 2020 dengan banyak doa-doa dan keinginan hati yang bahkan tak saya sampaikan dalam doa-doa di ujung sujud saya.

Tiap saat saya memohon dalam hati agar segera mendapat pekerjaan baru. Saya sudah pasrah juga tidak bisa berlebaran bersama nenek dan sanak keluarga lainnya. Bagaimana mungkin saya pulang kampong, uang yang ada di tangan harus saya hemat betul untuk bertahan hidup di ibu kota sebelum mendapat pekerjaan baru yang entah kapan.

Pada pertengahan Ramadhan 2020, saya bermimpi. Dalam mimpi itu saya bertemu dengan nenek dan beberapa kerabat yang kemungkinan besar tak bisa saya temui pada Idul Fitri tahun lalu, mengingat kondisi keuangan saya.

Mimpi itu terasa nyata. Nenek terlihat tersenyum. Saya terbangun. Ada rasa bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena setidaknya rasa rindu bertemu nenek dan kerabat nun jauh di tengah-tengah Pulau Sulawesi terobati lewat mimpi. Namun sedih karena belum tentu benar-benar bertemu dengan mereka.

Selang tiga hari dari mimpi saya, nenek menelpon dari Sulawesi. Saya diminta segera menyiapkan kopor dan pakaian untuk berangkat ke Sulawesi. Nenek sudah menyiapkan tiket pesawat. Tak percaya rasanya. Dan sampai hari itu saya masih menjalankan ibadah puasa Ramdhan dengan penuh.

Air mata tak terasa menetes satu demi satu karena rasa haru yang menyeruak. Nenek sampai harus meyakinkan saya kalau saya tak salah dengar. Saya akan berlebaran bersama keluarga besar di Sulawesi.

Doa syukur berulang-ulang keluar dari bibir saya. Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah.

Allah Maha Besar, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Baik, Allah Maha Mengetahui keinginan hambanya, walau hanya terucap dalam hati. Ternyata keinginan hati adalah doa yang tak terucap dan tetap diijabah oleh Sang Pemberi Hidup.

Mujizat Ramadhan 2020 tak hanya sampai di itu. Allah masih memberi saya kejutan dan hadiah lain dari doa-doa saya yang tak terucap.

Sebelum Ramadhan 2020 berakhir, saya sudah tiba di Sulawesi. Saya telah berkumpul bersama nenek dan handai taulan. Pada saat itu, saya menerima satu panggilan telpon yang menawarkan pekerjaan setelah Idul Fitri, sekembalinya saya dari kampong halaman.

Tak ada kata yang dapat saya ucapkan selain Alhmadulillah, Alhamdulillah dan Alhamdulillah. 

Dua keinginan hati saya dijawabNya pada saat Ramadhan. Tak dibiarkannya saya bersedih dan gundah gulana berlama-lama. Alhamdulillah, sepanjang 2020, saya menjalani ibadah puasa Ramadhan sampai tuntas.

Demikianlah cerita Prasetya Adi kepadaku tentang mujizat yang dialaminya saat Ramadhan lalu. Maha Besar Allah.


Biografi

Telly Nathalia atau lebih dikenal sebagai Lia Nathalia adalah jurnalis dan aktivis khusus isu-isu pengungsi negara asing dan budaya. Pendiri thebigdurian.news ini adalah pemimpin redaksi pada jurnalcakrawala.news dan aktif bersama SUAKA untuk isu pengungsi, di LBH Perisai Rakyat sebagai paralegal dan di LBH IWO sebagai anggota Dewan Pengawas. Di Ikatan Wartawan Online (IWO), ia menjabat bendahara umum. Ia telah menulis beberapa buku diantaranya Backpacker With Kebaya (Why Not?) bersama Denik, Kebaya Indonesia dan I am an ASEAN Child (Aku Anak ASEAN). Lia adalah salah satu pendiri komunitas Perempuan Berkebaya, paguyuban Chattra Kebaya, komunitas Serumpun Bakung yang bergerak di bidang budaya dan literasi.Ia dapat dihubungi melalui IG: @bakung_putih.


Photo by Ekaterina Shakharova on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *