Dari Zaman Pitung Hingga Habibie

Oleh: Arya Noor Amarsyah

Hampir dua tiga mingguan belakangan ini, sedang membaca novel Pitung karya Rizki Ridyasmara

Salah satu yang mengejutkan ternyata Pitung bukan nama untuk satu orang melainkan untuk 7 orang.

Karena Pitung itu singkatan dari Pituan Pitulung (7 orang pendekar yang saling menolong).

Ketujuh pendekar itu merupakan murid dari H. Naipin pemilik pesantren di Kebon Pala, Tanah Abang

Mereka adalah

  1. Ratu Bagus Muhammad Ali Nitikusumah
  2. Ratu Bagus Muhammad Roji’ih Nitikusumah
  3. Ratu Bagus Abdul Qodir Nitikusumah
  4. Ratu Bagus Rais Sonhaji Nitikusumah
  5. Ki Saman
  6. Ki Somad
  7. Dulo alias Abdulloh

Ketujuh pendekar didikan H. Naipin ini, semuanya hafal Al-Quran.

Mereka pendekar. Jago silat, memiliki peringan tubuh yang baik. Bahkan dapat melompat dari satu daun ke daun yang lain, yang diletakkan di atas aliran sungai.

Mereka dapat bergerak cepat, bahkan digambarkan lebih cepat dari peluru

Namun walau mereka jago silat, mereka tidak sombong. Karena mereka dibekali ilmu-ilmu keislaman.

Bahkan bukan sekadar ilmu tauhid, fikih dan ibadah saja yang mereka pelajari, tentang ekonomi, mempertahankan hak tanah air.

Pengasahan keahlian dalam ilmu silat selalu bersanding dengan menumbuh kembangkan keimanan dan pengetahuan keislaman. Itulah yang dilakukan H. Naipin, sang guru para Pitung.

Dengan bekal keimanan dan ilmu keislaman inilah membuat ketujuh Pitung tidak sombong dan selalu menggunakan keahlian ilmu silatnya untuk membela kebenaran.

Berbeda sekali dengan para tukang pukul tuan tanah Cina yang pro kumpeni Belanda.

Para tukang pukul itu memeras, mengambil harta benda rakyat Jayakarta.

Pasukan Marsose yang termasuk pasukan elit kumpeni Belanda, merupakan orang-orang pribumi Indonesia yang jago silat.

Tapi mereka menyalahgunakan keahliannya untuk berpihak pada kebatilan. Bahkan mereka memfitnah para Pitung dengan melakukan berbagai kejahatan atas nama Pitung.

Semua ini dilakukan demi upah yang tidak seberapa dari tuan tanah Cina atau kumpeni Belanda.

Sejalan dengan sikap H. Naipin dan para Pitung, BJ Habibie berpesan tentang pentingnya iman dan takwa (imtak) hidup berdampingan dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek).

Para hacker dengan ilmunya dapat menjadi ‘para Pitung’ di zaman milenial, jika selalu bekali diri dengan imtak

Namun para hacker bisa juga menjadi para pengkhianat bangsa seperti para tukang pukul tuan tanah Cina dan pasukan Marsose; para jawara yang pro kumpeni Belanda.***


Photo by Dragos Gontariu on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *