Derai Tawa dan Celoteh Si Bidadari Kecil Membuat Hidup Lebih “Hidup”

Oleh: Denik

Bagiku yang biasa beraktivitas di luar rumah. Berkegiatan segala macam di akhir pekan. Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020, membuat situasi dan kondisi dunia tak aman. Hampir sebagian besar negara di dunia memberlakukan Lockdown. Sementara di Indonesia melakukan pembatasan kegiatan. Maka semua kegiatan hampir seluruhnya dilakukan dari dalam rumah.

Bayangkan? Bagaimana rasaku? Yang biasanya hanya beberapa jam saja berada di rumah. Akibat pandemi Covid-19 situasinya berbalik 180 derajat. Sepanjang hari aku harus melakukan semua dari rumah. Tahun 2020 masih tak terlalu terasalah. Sebab masih ada tawaran pekerjaan ke luar kota. Tahun 2021 yang benar-benar full di rumah saja.

Salah sendiri sih. Ada tawaran ke luar kota tapi sok ditolak. Sebenarnya bukan sok nolak. Namun pada saat awal tahun ada kecelakaan pesawat jatuh di perairan Pulau Seribu. Ada perasaan takut dong mendengar kabar tersebut. Jadilah sepanjang tahun 2021 aku tidak menerima job ke luar kota. Orang rumah tak mengijikan pula.

Bete. Jenuh. Bosan. Iyalah. Masa enggak? Ruh pejalan tuh melihat dunia. Tetiba tidak kemana-mana sama sekali. Manusiawi sekali jika merasakan kejenuhan. Apalagi pejalan seperti aku. Tapi syukurnya hanya sesaat. Semenjak bulan Februari 2021 segalanya berubah. Aku justru merasa nyaman dan betah di rumah. Merasa sangat menikmati yang namanya WFH (Work From Home). Rasanya lebih bergairah menjalani semua. Meski hanya di rumah saja. Hidup lebih “hidup.”

Kok bisa? Apa sebab? Mungkin begitu pertanyaan yang terlontar. Memang ada penyebabnya. Semua berawal dari kehadiran “bidadari kecil” dalam kehidupan kami. Adik bungsu kami memiliki seorang putri kecil yang cantik. Sejak awal kelahirannya memang sudah dinantikan oleh semua. Kami yang sebelumnya memiliki keponakan laki-laki, tentu berharap keponankan berikutnya perempuan. Alhamdulillah dikabulkan.

Kehadirannya disambut suka cita. Adik yang satu sudah bersiap-siap untuk menghujaninya dengan pakaian-pakaian terkini yang lucu-lucu. Obsesinya sejak dulu memiliki anak perempuan.

“Bisa didandani. Baju anak perempuan tuh cakep-cakep dan lucu-lucu,” dalihnya.

Adik satunya beda lagi. Dia senang dengan karakter tokoh-tokoh film kartun. Maka obsesinya adalah membuat si bidadari kecil inikami bak Cinderella, Snow White dan lain-lain. Tentu saja menunggu si bidadari kecil tersebut bisa berjalan dan bicara.

Nah, bulan Februari 2021 adalah tahun kedua kelahiran si bidadari tersebut. Alias dua tahun sudah usianya. Semenjak usia satu tahun ia sudah bisa berjalan dan berbicara. Ketika memasuki usia dua tahun sudah lancar semua. Bisa dibayangkan bagaimana kami menyambut dirinya? Penuh rasa kagum dan bangga.

“Bidadari kecil kami pintar dan menggemaskan.”

Semua berebutan ingin mengajak serta dirinya kemana-mana. Pokoknya jadi rebutan kami untuk memanjakannya. Namun apa yang terjadi? Si bidadari kecil tersebut lebih memilih aku.

“Aku maunya sama Denik aja.”

Denik memang panggilanku di rumah. Tak terkecuali si kecil. Semua memanggilku Den, Den saja. Denik.

“Ayo, Den. Ikut kakak.”

Begitu si bidadari kecil menyebut dirinya. Ia kerap mengajakku jika adik yang lain ingin mengajaknya pergi. Terkadang aku ikut serta. Kadang tidak juga. Biar yang lain bisa puas memanjakan si bidadari kecil. Sebab ia lebih dekat denganku. Padahal aku tidak memanjakannya seperti yang lain. Biasa saja. Aku menyayangi dan memanjakan si bidadari kecil dengan caraku. Membacakan dongeng untuknya. Menyanyikan lagu-lagu anak-anak, lagu daerah, lagu keroncong dan lagu-lagu perjuangan saat bermain dengannya. Sejak sebelum ia bisa bicara dan berjalan.

Pokoknya ngerendeng saja sendiri. Apa ya istilah lainnya? Ngobrol sendiri, nyanyi sendiri. Semacam itulah. Aku percaya, bahwa semenjak dalam kandungan ibu. Si jabang bayi sudah bisa mendengar dan berinteraksi dengan si ibu. Kalau diajak bicara oleh si ibu maka ia akan bergerak-gerak seolah menendang perut si ibu. Kalau si ibu merasa sedih maka si bayi dalam kandungan akan kontraksi atau memberi reaksi.

Atas dasar itulah maka aku pun saat bersama si bidadari kecil sibuk sendiri meski ia belum bisa berbicara. Menyanyikan lagu-lagu islami dan lain-lain. Ketika si bidadari kecil sudah berusia dua tahun. Kini dua tahun lebih menginjak tiga tahun. Ia mulai menunjukkan kemampuannya yang membuat terkaget-kaget yang lain.

“Eh, dia hafal loh nama bunga yang ada di buku ini,” ujar si ibu.

“Wah, sudah hafal abjad dari a-z. Hafal huruf hijaiyah dan nama-nama planet loh,” ujar adik yang satunya.

Aku senyum-senyum saja. Biasa saja. Memang aku orangnya biasa-biasa juga. Jadi begitulah. Kalau kata iklan.

“Mana ekspresinya.”

Hahahaha. Bagaimana ya? Pada dasarnya kalau seorang anak diarahkan. Diperdengarkan hal-hal baik. Pasti yang ia serap pun demikian. Jadi aku mempraktekkan hal tersebut. Soal hasilnya akan seperti apa, semua tergantung si anak juga. Ternyata bidadari kecil kami menyerap apa yang aku contohkan.

Kalau kemudian ia merasa dekat denganku. Bukan salah aku ya? Suka-suka dia hahahaha. Adikku pernah berujar.

“Heran gue, ada apanya sih Lo Mba. Kalau udah ada Lo enggak mau sama yang lain. Maunya sama Denik aja.”

Ya, entah. Padahal aku kerap memarahinya juga. Tentu saja kalau ia melakukan hal-hal yang sekiranya berbahaya. Aku juga tidak memberinya ponsel. Bersamaku mainannya buku atau jalan-jalan melihat lingkungan sekitar. Mengamati alam. Mengenalkannya pada dunia luar dan hal-hal baru. Bersepeda atau bermain di taman. Jadi benar-benar yang alami.

Mungkin ia memang menyukai hal-hal demikian. Makanya merasa suka dan senang saat bersamaku. Aku pun senang mengajaknya ke toko buku atau sekadar menikmati es krim di kedai es krim. Bahkan aku pernah mengajaknya nonton bioskop. Tentu saja film anak-anak. Waktu itu film Nusa dan Rara. Wah, si bidadari kecil merasa senang sekali diajak ke tempat baru. Aku sampai terharu. Bagaimana tidak? Kalau bocah sekecil itu bisa mengucapkan kata-kata yang mengharukan.

“Makasih ya Denik. Kakak seneng banget udah diajak ke bioskop.”

Dengan wajah polos berkata seperti itu sambil memeluk aku. Bayangkan? Bagaimana aku tidak terharu coba. Ada lagi satu momen yang membuatku benar-benar terharu. Suatu hari aku sedang membaca buku. Ketika sampai pada bagian yang menyentuh perasaan. Tanpa sadar aku menitikkan air mata. Rupanya si bidadari kecil melihat hal tersebut. Ia menghampiriku.

“Denik kenapa nangis?”

Tentu tak kukatakan bahwa aku terharu membaca kisah dalam buku ini.

“Denik sedih Kak. Kangen sama ibu dan bapak. Denik kan udah enggak punya ibu dan bapak lagi,” sahutku.

Memang demikian nyatanya. Jadi aku tidak mengatakan hal yang salah apalagi berbohong. Tahu tidak bagaimana reaksinya? Dipeluknya aku erat-erat.

“Denik jangan sedih ya? Kan ada kakak. Kakak sayang kok sama Denik.”

Huaaah. Rasanya pengin menangis sejadi-jadinya. Terharu sekali. Aku peluk bidadari kecil tersebut erat-erat. Pernah suatu hari ia tiba-tiba berbicara dengan polosnya.

“Denik jangan pergi naik pesawat lagi ya? Kakak takut pesawatnya jatuh. Nanti Denik meninggal. Kakak enggak punya Denik lagi.”

Ya Allah. Terharu banget. Semenjak itu aku merasa hidupku lebih “hidup.” Aku tidak merasa bosan meski di rumah saja. Usai dengan segala urusanku. Aku bisa bermain dengan si bidadari kecil. Tiap kali bepergian inginnya membawa serta dirinya. Hidup lebih “hidup” mendengar celoteh dan derai tawa si bidadari kecil.


Photo by Juan Encalada on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *