Mokel Berjamaah

Oleh: Agit Yunita

Kata orang masa remaja itu masa mencari jati diri. Serba ingin tahu. Segala macam hal dicoba. Apakah itu menguntungkan atau merugikan, dipikirkan belakangan. Termasuk berbuat salah. Kadang sudah tahu itu perbuatan tidak baik tapi masih saja nekat melakukannya.

Seperti aku dan kawan-kawanku waktu SMA dulu. Saat itu aku bersekolah di salah satu SMA swasta di Surabaya. Meskipun tidak lama aku bersekolah di sana, tetapi kenangannya tidak ada yang kulupa satu pun. Termasuk saat pertama kali merasakan berpuasa di kota pahlawan itu.

Jujur, aku tidak habis pikir. Mengapa Surabaya menjadi kota yang sangat panas. Beda sekali dengan kota tetangganya, Malang, yang adem. Atau kota aku dibesarkan, Bandung. 

Dan bertemu bulan puasa di sana rasanya ingin berendam setiap waktu. Aku dan kawanku bilang, Surabaya seperti memiliki dua matahari karena terlalu panasnya.

Godaan di bulan Ramadhan pun datang, dari sebuah tenda es campur langganan. Es Campur Pak San. Waktu itu, aku dan beberapa teman pengurus OSIS selesai mengadakan rapat. Maka dari itu kami terpaksa harus pulang lebih siang dibandingkan murid lainnya. 

Seperti biasanya sebelum pulang kami duduk-duduk di bawah pohon yang ada di halaman sekolah. Sambil mempersiapkan diri, berjalan di panas yang sangat terik itu menuju tempat naik angkutan umum.

Sampai kemudian, salah satu temanku berkata, “Seger banget pasti minum es campur Pak San!” sambil mengelus lehernya. Mungkin dia membayangkan meminum es campurnya.

“Hus, ngomong apa to kamu, kita kan lagi puasa!” ucap temanku yang lain mengingatkan. 

Kami pun langsung beristigfar secara bersamaan. Lalu memutuskan untuk pulang saja, daripada memikirkan yang aneh-aneh. Namun sayang, sepertinya setan tidak berhenti menggoda. Saat kami berjalan menuju tempat memberhentikan angkutan umum, kami harus melewati warung Es Campur Pak San. 

“Ya, Allah, ampuni aku, aku gak tahan, lemes banget, puanas banget, aku mau minum es campur!” ucap temanku yang tadi membahas betapa segarnya es campur Pak San. 

Aku dan teman-teman yang lain terkejut, karena dia berkata sedikit berteriak. Awalnya kami pikir dia bercanda. Tetapi ternyata dia memang melangkahkan kakinya menuju Warung Pak San. Dan keluar dengan seplastik es campur. Dengan wajah tanpa dosa, dia menyeruput es campur itu di depan kami. Membuat kami semua menelan ludah.

Katanya, ini terakhir kali. Besok-besok tidak akan dia lakukan lagi. Entah bagaimana ceritanya, kata-kata itu seakan ikut memberi sugesti pada kami. Yang pada akhirnya berujung pada mokel berjamaah. Ya Allah, buat dosa kok bareng-bareng.

Tetapi itulah sebuah pengalaman, yang kemudian menjadi pelajaran. Memperdalam lagi arti puasa, tujuan puasa, dan bagaimana menjalankan puasa yang baik dan benar. Tentu saja seperti yang Allah perintahkan dan Nabi Muhammad Saw. contohkan.

Setelah hari itu, aku tidak lagi melakukan hal konyol macam itu lagi. Cukup itu menjadi pengalaman yang pertama dan terakhir.

*Mokel: membatalkan puasa secara diam-diam karena suatu hal.


Photo by Sen Lee on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *