Pandemi Tetap Bersemi

Oleh: Meiliana

Hidup! Mmm… Untuk kebanyakan orang butuh pemikiran lebih dalam. Tidak hanya berkutat tentang uang. Ada kebahagiaan, agama, cinta, gairah, fashion, keluarga, aktualisasi, dan masih banyak lagi. Gak heran jika membahas hidup menjadi ada banyak kisah.

Beda denganku. Jika hidup sudah terasa berat maka nggak perlu lagi ditambah dengan pemikiran yang berat. Asal ada uang untuk beli segala yang kita mau maka hidup sudah selesai.

Ternyata, hidup nggak se-simple itu. Banyak hal yang harus dipikirkan, dipelajari, dipahami, dan diperbaiki (jika salah).

Pandemi yang berkepanjangan menghabiskan seluruh tabungan. Reject materi enggan mampir di hidup kami lagi. Apa saja yang diusahakan menjadi uap. Sia-sia. Menurutku itu masa terendah dalam hidup.

Saat aku nggak tahu apa yang harus dilakukan saat gak punya uang. Mengelus dada saja nggak akan menyelesaikan masalah. Ini Semua terjadi dan pasti ada tujuan yang baik. Mencoba berpikir positif.

“Ma, kita sudah lama gak beli buah, ” Kata si kakak Hatta.

Ucapannya sederhana, tapi sangat sakit. Yang terbayang, tamparan sangat kencang dan dengan tangan yang besar menghujam wajahku.

Gesture mengangkat kedua bahu sebagai jawaban nggak tahu. Saat itu, hanya itu yang bisa kuberikan. Rasanya sangat bersalah. Hanya sekedar beli buah nggak sanggup. Tubuhnya butuh makanan yang sehat. Slogan 4 sehat 5 sempurna hanya jadi tulisan di atas kertas. Tahun ini pun, kalau bisa kertas itu ku-jual agar bisa menghasilkan uang. Harus kuakui, sejak beberapa bulan setelah pandemi bisa dihitung berapa kali membeli buah. Buah bukan lagi menjadi cemilan yang selalu tersedia di meja makan.

Usaha suami hancur begitu ada anjuran “lockdown” Selama 2 minggu. Investasi di bursa saham yang harusnya jadi simpanan masa depan jadi hilang dalam sekejap. Kami mengalami kerugian besar. Kami pikir itu akan berakhir setelah 2 minggu. Ternyata, itu belum berakhir hingga kini.

Waktu itu, masih agak tenang karena masih ada uang simpanan di bank dan di rumah. Cukup untuk hidup mewah beberapa bulan. Minggu berlalu. 2 minggu berlalu. Sebulan berlalu. 3 bulan berlalu. 6 bulan berlalu. Setahun sudah. IHSG ada di posisi 3000an.

Di luar sana, semakin banyak orang kelaparan. Saat perut lapar semua bisa terjadi. Menghalalkan segala cara demi sesuap nasi. Sama lauknya juga, sih. Kalau nasi aja, gak enak.

Sang manager keuangan makin keder. Harus berpikir bagaimana memaksimalkan uang yang ada untuk hidup selanjutnya yang penuh ke tidak-pastian. Harus banyak yang dipangkas. Selama belum “urgent” artinya nggak dibeli dulu. Yang terpenting kedua anakku harus makan. Kedua orang tuanya bisa puasa. Yang kecil gak mungkin puasa seharian dan seterusnya. Ada juga jadi anak kurang gizi.

“Ma, Baju adek ada yang robek,” ujar Dina. Anakku yang ke dua sambil menunjukkan bajunya kepadaku.

“Nanti, kita beli benang dan kita jahit ya…” Responsku ragu. Karena aku belum pernah jahit baju. Biasa langsung beli jika sudah rusak. Kalau Ada yang bolong artinya sudah dapat panggilan untuk menjadi lap lantai.

“Kenapa dijahit?” Tanya Dina sambil mengerutkan dahi dan sesekali melihat ke arahku. “Kenapa kita gak beli yang baru aja?” Lanjut nya.

Maaf ya, dek! Mama belum punya uang untuk kita beli baju baru. Uangnya hanya cukup buat beli benang dan jarum. ” Jawabku sambil kupeluk tubuh mungilnya.

Bagi Dina membeli artinya pergi ke luar rumah. Artinya jalan-jalan. Sudah cukup baginya. Masa pandemi, ke warung saja sudah hal yang menyenangkan. Buat kami juga. Berjalan kaki bersama menjadi hal baru yang menyenangkan. Kami lama sampai. Sepanjang perjalanan bisa mengobrol.

Ini pemikiranku yang rada sedikit berat, bahwa hidup butuh ada di posisi terendah. Agar bisa merasakan proses naik dan bersyukur bisa menjalani selangkah demi selangkah.

Melihat dari perspektif yang berbeda. Keburukan bisa mendatangkan kebaikan. Kami bisa bahagia, meski hidup dalam kesederhanaan (miskin harta). Uang bukan titik puncak kebahagiaan.


Photo by Tate Lohmiller on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *