Oleh: Marhaeni Fajar Kurniawati
Namaku Tere, nama panjangku Teresia, usiaku kini 65 tahun, rambutku sudah memutih, badanku tidak sekuat dulu. I’m Single, aku menunggu kekasihku yang akan menjemputku, iya, dia berjanji akan menjemputku dan kami akan menikah. Setiap pagi mulai jam 7 pagi hingga jam 6 sore menjelang malam, aku tetap di sini, menunggu Ahmad seorang Prajurit TNI yang telah menjanji akan datang, sambil aku memandang laut jika ada kapal lewat, berharap Ahmad berada di dalam kapal itu, kapal yang membawa Ahmad untuk membawaku pergi bersamanya dan kemudian kami menikah.
Cerita itu berawal ketika aku berusia 19 tahun, aku baru lulus sekolah setaraf Sekolah Menengah Atas, aku dulu sangat dikenal di desa karena dulu aku mudah bergaul, orang bilang aku cantik, kulitku putih bersih, tinggi badanku Semampai 170 cm. Aku tiga bersaudara dan aku anak pertama, kedua adik adiku perempuan semua. Aku berasal dari keluarga menengah, ayahku seorang Guru dan ibuku seorang ibu rumah tangga biasa, keluarga kami sangat dihormati oleh tetangga dikarenakan bila ada permasalahan tentang apapun biaanya rumah kami dijadikan tempat untuk memecahkan masalah tetangga saya tersebut. Aku dididik keras oleh kedua orang tuaku, Karena kedua orang tuaku berkeinginan semua anak anaknya berhasil dalam studi dan masing masing karirnya. Aku terlahir sebagai anak pertama tentu saja pola asuh yang diterapkan oleh kedua orang tuaku kepada aku lebih keras dibandingkan dengan kedua adik adikku. Mereka berpendapat, anak pertama ibarat anak panah, anak pertama sebagai ujung anak panah, kalau ujung anak panahnya tidak bisa menancap di sasaran, maka semua akan jatuh, artinya aku sebagai anak pertama harus sukses, sehingga akan menjadi contoh oleh kedua adikku untuk sukses. Dalam hal apapun kedua orang tuaku selalu ingin yang terbaik.
Suatu hari di desaku ada program ABRI Masuk Desa, tentunya warga sangat senang dengan kehadiran bapak bapak yang membangun desa kami untuk menjadi lebih baik lagi. Seluruh warga saling membantu dan bahu membahu untuk bekerja, sebelum berangkat sekolah, aku mengantarkan makanan buatan ibu untuk anggota ABRI dan sepulang sekolah aku ambil peralatan yang tadi dipakai buat tempat makanan. Sampai pada suatu ketiak aku berkenalan dengan seorang pemuda bernama Ahmad. Ahmad adalah seorang prajurit TNI, dia baik, sopan dan humor. Awalnya hatiku biasa saja, tapi lama lama aku jatuh hati sama dia. Aku benar benar jatuh hati pada Ahmad. Nggak bisa dibohongi dengan suara hati aku. Yaa ALLAH , baru kali ini aku merasakan dahsyatnya hati aku berdebar debar bila bertemu dengan Ahmad.
Ahmad dan teman temannya suka mengajar mengaji untuk anak anak kecil di kampungku. Bagiku, Ahmad berbeda dengan pria pria lainnya, bahkan dengan prajurit yang lain, Ahmad bagiku seperti malaikat yang siap membantu siapa saja. Aku memendam sendiri perasaanku ini, tidak ada yang boleh tau termasuk Ahmad sekalipun. Bila malam telah tiba, aku nggak bisa memejamkan mataku karena yang ada di pelupuk mataku hanyalah wajah Ahmad. Setiap terbayang wajah Ahmad, hati aku selalu berdebar debar hebat. Tapi lambat laun Ahmad merasakan geteran hati aku. Suatu hari Ahmad mengatakan kalau dia juga suka padaku, itu membuat aku tambah bahagia, aku jadi semangat sekolah dan semangat belajar. Apa yang Ahmad ucapkan selalu aku ikuti seperti aku harus rajin belajar dan aku harus lulus dengan nilai baik.
Sebelum besok aku ujian akhir, aku menemui Ahmad, aku bilang ke Ahmad “Kakak, besok aku ujian kelulusan sekolah”. Ahmad tersenyum sambil mengatakan “belajar ya, supaya kamu lulus dengan nilai yang bagus”, Lalu aku jawab “iya kak, aku janji akan belajar dan dapat nilai bagus”. Dan yang membuat aku teramat bahagia saat Ahmad mengatakan kalau dia ingin melamarku dan menikah denganku setelah aku selesai sekolah, Ahmad akan membawa kedua orang tuanya untukmelamar diriku.
Hari berganti hari, semua hari kulalui dengan berbunga bunga, sampai pada suatu hari bapakku mengetahui kalau aku menjalin percintaan dengan Ahmad. Beliau marah besar, ada beberapa alasan ayahku tidak suka pada ahmad, Aku dinilai ayahku masih terlalu muda untuk urusan yang satu ini, ayahku ingin aku menjadi contoh yang baik bagi kedua adik adikku, tetapi yang tidak disukai ayahku karena kami berbeda keyakinan, itu yang membuat ayahku tidak suka hubunganku dengan Ahmad.
Semakin aku dilarang untuk menemui Ahmad, keinginanku untuk bertemu dengan Ahmad semakin menjadi jadi. Sampai pada akhirnya ayahku tidak memperbolehkan aku untuk keluar rumah. Semakin aku dilarang semakin aku menjadi jadi keinginanku untuk bertemu Ahmad. Aku sering melakukan back street atau jalan belakang untuk bertemu Ahmad.
Sampailah pada akhir dimana Ahmad menyelesaikan tugasnya pada program Abri masuk Desa di kampung tempat tinggalku. Ingin sekali rasanya aku ikut bersama Ahmad. Gayung bersambut, “Tere, ikutlah bersamaku”, kata Ahmad sambil membisikkan ke telingaku. Aku mengangguk mantab.
Aku jalan pelan pelan mendekati kapal mengangkut semua prajurit. Aku berdiri dekat pintu masuk. Sambil aku melihat upacara pelepasan Prajurit, Selesai acara pelepasan aku lihat dari kejauhan Ahmad berlari ke arahku sambil membawa tas ranselnya. Tiba tiba Ahmad menarik tanganku masuk ke dalam perahu yang sudah disediakan untuk para Prajurit kembali ke tempat asal. Aku nurut saja ketika tangan Ahmad menarik tanganku.
Kapal mulai bergerak, hati aku bercampur aduk, tetapi aku sayang Ahmad dan ingin bersamanya. Tetangga tetanggaku nggak ada yangs sadar akan keberadaanku. Aku berada dalam pelukan Ahmad, rasanya nggak ingin aku lepaskan pelukan hangatnya. Tiba tiba dari kejauhan aku melihat ada kapal mengejar kapal yang kami tumpangi. Aku panik dan Ahmad pun panik, kami takut jika itu adalah kapal rombongan ayah dan orang orang yang mengejarku untuk dibawa kembali pulang. Aku berharap kapal yang kami tumpangi bisa berlari kencang. Kapal yang mengejar kami memerintahkan agar kapal laut kami berhenti, dan kemudian berhentilah kamapl kami.
Benar saja, dari dalam kapal muncul ayahku bersama beberapa orang yang mengikuti kapal kami, kamudian ayahku menarik aku untuk pulang, aku ditarik, tanganku sakit, Ahmad berusaha keras untuk mempertahankanku, tapi karena emosi yang luar biasa pada ayah membuat beliau memiliki kekuatan yang di luar nalarku. Ayah berhasil melepaskan pegangan Ahmad kemudian ayah memukul Ahmad dengan mengatakan “jangan ambil anak saya”. Aku kemudian ditarik oleh beberapa orang laki laki teman ayah, aku menangis meronta ronta. Aku nggak mau pulang, aku mau ikut Ahmad, aku ingin hidup bersama Ahmad. Aku ingin menikah dengan Ahmad. Tapi apalah dayaku seorang anak perempuan yang harus melawan beberapa orang laki laki yang memegang kuat tanganku. Aku meronta ronta, aku menangis histeris.
Ahmad kemudian berdiri sambil memegang perutnya yangkesakitan akibat pukulan ayahku, Ahmad sambil berteriak “Tereeee….. aku akan kembali Tere, aku akan membawamu pulang, Tunggu aku Tereee…. Kita segera menikah. Tunggu aku Tere aku akan kembali menjemputmu pulang”. Sambil tangan Ahmad berusaha menggapai kembali tanganku, tetapi tidak berhasil. Aku dengar Ahmad berteriak teriak bahwa dia akan kembali menjemput aku.
Aku diseret seret menuju kapal yang ditumpangi ayah dan beberapa orang teman temannya. Aku menangis histeris. Aku marah sama ayah, aku marah sama keadaan. Aku nggak mau pulang, aku ingin ikut Ahmad. Aku nangis sampai aku capek, aku terdiam tetapi aku ingat janji Ahmad kalau dia akan menjemputku dan kami akan menikah. Aku capek sampai aku tertidur pulas.
Besok harinya pagi pagi sekali aku ke luar rumah aku melihat laut, aku berharap kapal yang ditumpangi Ahmad akan kembali lagi untuk menjemput aku. Aku tunggu sampai sore hari, kapal itu belum muncul. Aku yakin bahwa Ahmad akan menepati setianya, akan membawaku pergi dan kami menikah. Sampai hari ini tetap aku meninggu Ahmad. Sampai kapanpun aku akan menunggu Ahmad. Aku tidak akan pernah lelah untuk memandang laut berharap Ahmad akan datang dan membawaku pergi…..
Inspirasi: Anji – Menunggu Kamu
Photo by Mitchell Hollander on Unsplash