Perempuan dalam Kasih Tak Berbalas

Oleh : Muhammad Abdul Hakim Faqih / Roswafa Kusuma

“Info ini benar Far? Bahwa bang Bayu akan menikah Sabtu besok?,” tanya Amel padaku lewat telephone.

“Informasinya sih begitu Mel,” jawabku seadanya. 

“Kamu datang ke nikahannya bang Bayu?” tanya Amel dengan sedikit memelankan suaranya.

“Tidak tahu. Aku sepertinya ada agenda di tanggal tersebut,” jawabku mencari alasan. Aku tidak siap untuk hadir ke nikahan bang Bayu.

Sebenarnya aku sudah lebih dahulu tahu mengenai informasi menikahnya bang Bayu. Bahkan dari sebulan sebelumnya. Waktu itu bang Bayu memintaku menjadi pagar ayu pada pernikahannya. Ketika mengetahui itu, dadaku terasa sesak. Bahkan, tidurpun terasa tak nyaman. Aku bahkan tidak membalas pesannya. Lebih parah lagi, aku langsung mem-block pesannya.

Aku sungguh tidak siap. Kenangan itu masih teringat jelas. Kenangan yang memperjumpakan kami di masa SMA. Sosoknya yang popular seperti rembulan di kala malam. Indah dan berkharisma. 

Pada saat itu aku berpikir, “Bisakah aku memilikinya?”

Semakin aku ingin memilikinya sampai terbawa dalam mimpi. Namun aku tersadar, bahwa untuk bisa berkasih dengan bang Bayu tidak akan mudah. Sebab, ada sosok perempuan lain yang selalu disandingkan dengan namanya. Perempuan yang lebih baik, ramah dan merupakan teman sekelasnya. Rasanya mereka terlihat lebih dekat.

Walau nasibku hanya akan berakhir memujanya, aku selalu berusaha yang terbaik agar bisa dekat dengan bang Bayu. Dari menyapanya dengan ceria dan bahkan memberikan beberapa hadiah dari karya doodle buatanku untuknya. 

Saat itu, upayaku membuahkan hasil. Meski hanya beberapa waktu saja, aku dan bang Bayu sempat dekat. Meski tanpa hubungan yang jelas seperti pacarana. Tapi itu sudah cukup bagiku. Bahkan ia sampai mengajakku untuk membangun bisnis bersama.

“Bang Bayu, kenapa mengajak aku untuk jadi partner bisnis, bang?” tanyaku saat itu.

“Aku juga tidak punya alasan yang jelas, Far. Mungkin karena Aku merasa senang bersama dengan kamu, Far. Aku merasa senang ketika dalam proses kehidupanku melibatkanmu. Salah satunya melalui proses membangun bisnis ini,” ucap bang Bayu dengan senyum manisnya.

Saat mendengar itu, aku begitu tersentuh dan merasa sangat senang. Aku merasa menjadi bagian dari ceritanya adalah sebuah mimpi yang tak pernah terbayangkan. Namun, dosakah aku jika menginginkan lebih? Dosakah aku jika bermimpi berkasih dengannya? Bahkan untuk selamanya? Namun ternyata semesta memisahkan kita. Bahkan jauh sebelum bang Bayu akan memberitahukan bahwa ia akan menikah.

Semesta mulai memisahkan kami ketika Bang Bayu lulus dari SMA. Awal-awal bang Bayu kuliah, hubungan kami masih berjalan. Sesekali ia mengajakku berkeliling Jakarta atau hanya sekadar jalan-jalan tanpa arah menaiki transportasi umum seperti kereta dan mikrolet. Bahkan hubungan kami masih berjalan sampai aku pun akan memasuki bangku perkuliahan.

Saat itu, aku ingin sekali melanjutkan kuliah di kampus yang sama dengan bang Bayu. Tapi takdir tak mengiizinkannya. Semenjak aku lulus SMA dan memasuki masa perkuliahan, hubungan kami mulai sedikit merenggang. Meski dari awal hubungan ini tanpa status yang jelas, namun tak kusangka akan semakin tidak jelas saja.

“Kamu harus belajar yang lebih baik ya, Far. Kapan-kapan kita pulang dan berangkat bareng ya meski tidak satu kampus,” ujar Bang Bayu saat aku diterima di salah satu kampus negeri di Jakarta.

Pada saat itu aku hanya mengiyakannya saja. Tanpa respon lebih lanjut karena aku merasa status kami tidak jelas arahnya. Di tahun pertama perkuliahan, Aku dan Bang Bayu memang beberapa kali sering berangkat dan pulang bersama. Meski berpisah di tengah jalan. Sampai suatu ketika bang Bayu melihatku pulang bersama sahabatnya dulu waktu SMA. Entah karena itu atau ada alasan lain, Bang Bayu mulai menjaga jarak denganku.

Bang Bayu mulai mengurangi intensitas perjumpaan kami. Bahkan untuk sekadar memberikan kabar melalui handphone pun tidak. Di situ aku merasa menyesal. Apa karena aku pulang dengan sahabatnya dulu? Bang Bayu, aku sungguh menyesal jika itu menjadi awal perpisahan kita. 

Satu tahun kemudian, Aku melihat bang Bayu dalam bus mikrolet yang berhenti depan kampusku. Aku ingin menyapanya. Langsung saja aku urungkan, karena melihatnya bersama perempuan yang dahulu pernah dekat dengannya di SMA. Perempuan itu adalah teman sekelasnya dahulu.

Saat itu dadaku merasa sesak dan aku sangat sedih. Tapi aku sadar, mungkin ini karena karmaku. Karma yang akhirnya membuat kami berpisah. Namun perasaan ini masih ada bahkan sampai sekarang.

Bang Bayu, dosakah aku jika tetap memujamu walau dalam mimpi? 

Satu tahun telah berlalu dari pernikahanmu. Kini, aku menikah dengan sahabat SMA bang Bayu. Laki-laki yang membuatnya cemburu. Aku tahu sahabatnya adalah laki-laki yang baik, namun dosakah aku jika masih ada sedikit rasa dengan bang Bayu. Izinkan aku agar tetap bisa memujamu walau dalam mimpi. Walaupun aku tak bisa memilikimu, namun aku bahagia seribu satu malam. Namun aku bahagia dengan hubungan kita saat ini.


Inspirasi: Ismail Marzuki – Aryati


Photo by kevin laminto on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *