Untuk Ibu Pertiwi

Oleh Lia Nathalia

Salam Rahayu Ibu Pertiwi,

Pertama-tama aku ingin berterima kasih untuk semua kebaikan dan kelimpahan yang telah Ibu hadirkan di bumi tercinta Indonesia. 

Benarlah adanya bahwa saat ini kami telah berada di surga kaya raya, melimpah ruah dengan berbagai hal yang bisa membuat iri penduduk di belahan bumi lainnya atau di negeri-negeri lain, jauh maupun dekat.

Maafkan kami, karena telah begitu terlena hidup di surga yang serba tersedia sehingga kami sangat sering lupa berterima kasih, bersyukur bahkan kalau ada kalkulator atau timbangan yang bisa mengkalkulasi, mungkin gerutu, protes-protes ketidakpuasan kami berkali lipat banyaknya daripada terima kasih dan syukur kami.

Betapa aku bersyukur diberi kesempatan oleh Yang Maha Kuasa untuk hidup dan menghirup udara di tanah Ibu Pertiwi ini, di mana tanah subur dan mata air masih ditemukan di mana-mana, walau kemudian kami yang kurang bersyukur dan merusak unsur hara tanah dengan menyulap tanah perkebunan, ladang, sawah dan hutan menjadi perkebunan sawit karena iming-iming kemakmuran yang ditawarkan oleh para pengelana negeri asing, yang kemudian berbalik arah ketika sadar kita bisa mendapat cuan yang banyak dari ide mereka, menyatakan bahwa sawit berbahaya bagi lingkungan.

Maafkan kami juga Ibu Pertiwi karena tak jarang melihat rumput tetangga lebih hijau dan memuja-mujanya tanpa bersyukur bawa di tanah yang kami pijaki, di bumimu, rumput bahkan lebih hijau, hujan datang dengan teratur, kami tak perlu mempersiapkan berbagai jenis baju untuk cuaca yang berubah-ubah seperti para tetangga jauh kami yang hidup di negeri-negeri empat musim. Kami cukup mendapat cahaya matahari yang bagi mereka-mereka di negeri-negeri jauh perlu punya cukup uang untuk menikmatinya.

Bahkan di tanahmu ini kami tetap bisa menikmati salju abadi, yang selalu memukau bagi banyak dari kami yang hanya bisa menikmati hujan dan panas bergantian. Dalam renunganku, aku terkadang mengamini lagu lawas besutan Koes Plus, Kolam Susu, namun sekali lagi perlu hati yang bersyukur untuk dapat melihat surga yang dihadirkan di bumimu ini.

Mungkin karena kami diberi berbagai kelimpahan dan saking banyaknya, kami tidak dapat melihatnya sebagai anugerah bahkan untuk mesyukurinya. Pemikiran ini muncul ketika pada satu waktu aku berkunjung ke salah satu negeri tetangga dan menyaksikan langsung bagaimana bermain air di mata air yang bermunculan dari kulit bumi menjadi salah satu tujuan wisata yang ditawarkan pada turis asing, sementara di negeri ini, bahkan berbagai macam air terjun bisa kita lihat ketika melintas banyak tempat di hutan-hutan Sumatra misalnya, dan sumber mata air yang benar-benar bisa menjadi berbagai atraksi yang lebih cantik. Mungkin karena negeri tetangga itu tak punya banyak kekayaan seperti kami, sehingga mereka fokus pada satu hal saja, sedangkan kami yang diberi kelimpahan bingung menentukan fokus.

Maafkan kami juga wahai Ibu Pertiwi karena banyak dari kami masih senang buang sampah sembarangan, menebang pohon dengan semena-mena, tanah disulap jadi bangunan, hutan beton terhampar di mana-mana di kota-kota kecil dan besar, bahkan lambat laun menjalar ke seluruh penjuru negeri. Tata kelola kami mungkin banyak yang keliru. Kami lupa menjaga keseimbangan alam sehingga berbagai bencana alam yang harusnya bisa dihindari terjadi. 

Aku tak bisa berjanji mewakili saudara-saudaraku yang lain untuk melakukan perubahan, tapi setidaknya aku berusaha menjaga keseimbangan alam itu dari diriku. Selain itu Ibu Pertiwi, aku masih optimis bahwa generasi yang akan datang akan makin sadar untuk menjaga keseimbangan alam. 

Optimisku bukan tanpa alasan, karena melewati kurang lebih dua tahun pandemi Covid-19, kami mulai membangun kesadaran walau perlahan tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam, mesyukuri sinar matahari yang berlimpah sehingga kami yang hidup di negeri ini banyak yang berhasil sampai hari ini melewati pandemi walaupun harus juga kehilangan beberapa orang terkasih kami.

Mengakihiri surat ini, sekali lagi kuucapkan terima kasih yang tak terhingga karena Ibu Pertiwi telah menyediakan kami surga yang sering tak kami syukuri. Semoga Ibu Pertiwi akan baik-baik selalu.

Salam Rahayu

Lia Nathalia 


Photo by Ramadhani Rafid on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *