Oleh Rr. Indira Dewi Anggraeni
Kepada Yth.
Rr. Indira Dewi Anggraeni
Di tempat.
Assalamualaikum Indira, bagaimana kabarmu hari ini? Tolong jawab jujur ya. Itu akan melegakan mu daripada haru berpura-pura baik saja namun dalamnya hancur tak bersisa.
Oke, aku akan jujur.
Aku sedang tidak baik-baik saja beberapa tahun terakhir. Banyak hal yang memicu untuk overthink -dari hal gak penting sampe bener-bener penting- dan membuat insecure kembali hadir, padahal sudah lama aku pendam dalam-dalam. Namun ia sukses muncul ke permukaan dan menguasai hidupku sepenuhnya.
Aku gak tau aku kenapa.
Aku gak paham ada apa dengan diri ku dan hidup ku saat ini.
Dikecewakan dan ditinggalkan oleh seseorang yang amat begitu ku percaya melebihi orang tua dan keluargaku sendiri membuatku gambling, seperti hilang arah tujuan hidup entah mau kemana. Salahku, menjadikannya sebagai tempat pegangan hidup. Iya emang salah ku.
Baka! š¤¦š»āāļø
Namun aku ingin berterima kasih pada diri ku ini, sejak dini sakit mana yang belum pernah ku rasakan? Sejak dini loh ya!
Sejak dini, Indira kecil udah mengalami goncangan mental hebat karena orangtuanya (bapak) tempramen. Salah sedikit, tangan bermain. Tampar, tabok, tempeleng, cubit, sabet, dilempar benda-benda, dijedotin pun pernah dan jambak adalah makanan sehari-harinya Indira kecil. Sejak dini, mentalnya telah dirusak oleh orang terdekat, orang yang seharusnya melindungi.
Lalu ketika masa peralihan ke remaja, harus mengalami pergolakan batin karena badai yang terbentuk di rumah. Saat beranjak dewasa, harus dihadapkan kenyataan pahit, Divorce. Kata yang gak ingin di dengar oleh anak manapun di bumi ini dengan senang hati dan suka rela.
Saat ini, Indira dewasa masih sibuk menata hati, mempersiapkan mental menghadapi kejutan apalagi yang disiapkan Allah. Gak 1 pun planning-nya berjalan mulus tanpa hambatan. Ia hanya butuh someone yang selalu ada untuk menjadi support system tanpa tapi, yang bersedia terus di sampingnya tanpa bosan. Entah disebut prestasi atau bukan, ia telah menjadi support system banyak manusia namun sayangnya ia gak bisa menjadi support system untuk dirinya sendiri.
Indira saat ini terlalu rapuh untuk disentuh. Lebih rapuh dari sayap kupu-kupu.
Bahkan ia gak berani lagi untuk berharap apalagi bermimpi. Ia hanya menjalani alur kehidupan tanpa banyak planning ke depan. Just let it flow, let it go.
Tetep semangat ya, Ind!
Tetep waras dan tetep jadi api buat lilin yang redup.
Gak papa tubuh mu harus habis terbakar seenggaknya masih berguna untuk sekitar di sisa umur yang gak tau sampe mana. Tunggu Allah aja, kalo udah ada tanda-tanda menghadap-NYA untuk laporan, yaudah.
Tetap berbuat baik untuk sesama, walaupun dipandang sebelah mata, bahkan gak dianggap sama sekali.
See ya!
Wassalamualaikum
Regards,
Indira
Photo by Ćngel LĆ³pez on Unsplash