Oleh : Muhammad Abdul Hakim Faqih
Jakarta, 21 April 2022
Hai Indonesia,
Pada hari ini, tepatnya di 21 April 1879 telah lahir salah seorang perempuan yang luar biasa. Kartini kecil lahir dari Rahim ibu pertiwi dengan pergolakan pikirannya. Kartini kecil telah belajar mengaji sejak kecil. Guru ngajinya sering memuji Kartini kecil karena bacaan Al Qurannya yang baik. Sang Guru pun menyampaikan agar Kartini kecil juga harus belajar sholat dan berwudhu. Kartini kecil memiliki sifat seperti anak-anak kecil lainnya, suka bertanya dan serba penasaran. Dalam diskusinya dengan sang guru ngaji, Kartini kecil bertanya mengenai wudhu dan hadhas. Sang Guru pun menjelaskan seadanya sambil bertanya pada Kartini Kecil mengenai tingkat pemahaman dari penjelasannya. Tentu Kartini kecil masih belum memahaminya. Tapi Sang Guru hanya berkata, bahwa Kartini akan memahami penjelasan gurunya seiring bertambahnya usia.
Semakin bertambahnya usia, Kartini makin merasakan kehampaan dalam beribadah. Ia merasa seperti membaca ayat-ayat tanpa makna yang menyentuh jiwa. Sholat yang dilakukannya seolah seperti ritual dengan rapal-rapal yang tak dipahami. Sampai akhirnya Kartini bertemu dengan Kiai Soleh Darat. Cerita ini disampaikan ole cucu dari Kiai Soleh Darat yaitu Fadhilah Soleh. Peremuan Kartini dengan Kiai Soleh Darat terjadi di sebuah pengajian di pendopo rumah bupati Demak, Pangeran Ario Adiningrat yang juga merupakan paman Kartini. Saat itu, Sang Kiai menerangkan tafsir dari surat Al Fatihah. Kartini yang menyimak menyampaikan sesuatu kepada Kiai Soleh darat di akhir acara. Kartini menanyakan mengenai hukum seseorang berilmu yang menyembunyikan ilmunya. Pertanyaan tersebut tentu membuat Kiai Soleh tertegun, ditambah dengan penjelasan dan pertanyaan Kartini mengenai pentingnya memahami makna Al Quran.
Kartini menyampaikan, “Kiai, selama hidup saya baru kali berkesempatan memahami makna Al Fatihah. Isinya luas dan indah, sungguh menggetarkan sanubari saya. Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, saya heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjaman dan penafsiran Al Quran ke dalam bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Penyampaian Kartini tersebut tentu menggugah Kaiai Soleh Darat. Dari pertemuan tersebutlah, Kiai Soleh Darat akhirnya memutuskan untuk melanggar peraturan Belanda yang tidak mengizinkan penerjemahan Al Quran ke dalam bahasa Jawa. Untuk mengakalinya, Kiai Soleh darat menuliskan terjemahannya mengunakan tulisan pegon (tulisan arab tapi menggunakan bahasa Jawa). Kitab tafsir dan terjemahan yang ditulis Kiai Soleh Darat ini diberi nama Kitab Faidhur Rahman, tafsir pertama di Nusantara yang menggunakan bahasa Jawa dengan aksara Arab.
Kisah di atas pun dikonfirmasi pada tulisan Kartini melalui surat yang ditulisnya. Surat tersebut, ditulis satu tahun sebelum pernikahannya. Kartini menuliskan, “Seorang lelaki tua nan bestari ke pendopo ini, dan betapa amat girangnya ia menyerahkan kepada kami kitabnya yang berbahasa Jawa, banyak pula yang ditulis dengan huruf Arab.” Tentu dapat disimpulkan bahwa seorang lelaki tua nan bestari tersebut ialah Kiai Soleh Darat.
Terlepas dari simpang siur dan ketidakpstian pemahanan Kartini dalam memeluk agama Islam. Dapat kita pahami dari kisah di atas, bahwa dalam hal beribadah perlu ada pemahaman yang kokoh. Tidak hanya sebatas gerakan, rapal-rapal doa yang tak dipahami, atau tertutupnya tubuh dalam balutan kain. Tapi lebih dari itu, mungkin tetap untuk hal yang wajib harus dijalankan, namun jangan sampai kehilangan esensinya. Menjadikan ibadah-ibadah kita hanya sebatas formalitas belaka.
Indonesia, tentu dari rahim ibu pertiwi telah lahir sosok-sosok yang luar biasa. Tidak hanya Kartini. Tapi hari ini, aku hanya ingin menyampaikan bahwa kisah Kartini, Kisah Yang Terlupakan. Jangan sampai hilang begitu saja tanpa dikenang dengan benar.
Salamku
Muhammad Abdul Hakim Faqih