Hutan Beton

Oleh : Meli

Jakarta, 19 April 2022

To : Hutan Beton (Jakarta) 

Di : Jakarta

Halo Jakarta… Masih ingat aku kan? Yup, bener banget! Aku wargamu. Bagiku, kamu adalah rumah kedua. Aku sangat menyukai kamu yang dulu. Saat kamu belum berubah menjadi kota. Kami masih menyebutnya kampung Jakarta. Di mana suasananya masih alami. Bahasaku, oksigen masih banyak di udara. Yang namanya pepohonan masih di mana-mana. Di mana saja bisa berteduh. Sampai kadang suka kesel, daun yang berjatuhan sangat banyak. Sekedar membersihkan butuh waktu panjang. Pohon buah yang sekarang sudah dibilang langka masih terdapat dimana-mana. Kamu ingatkan di rumahku ada pohon jamblang, jambu mete, dan belimbing wuluh. Tapi sekarang sudah sulit ditemukan. 

Pepohonan itu terpaksa harus ditebang karena desakan ekonomi. Seiring berjalannya waktu, kemajuan zaman memaksa kamu berubah dan pasti orang di dalamnya juga ikut berubah. Halaman rumahku yang luas menjadi petak kontrakan. Kurangnya kreatifitas pada kami menjadi makluk yang tergerus zaman. Sedih rasanya. 

Sepengetahuan ku, hampir semua orang Jakarta yang memiliki tanah akan dijual sebagian untuk modal usaha kontrakkan. Tanah yang masih bewarna hijau tua dan muda berganti dengan beton. Sampai akhirnya,  pohon menjadi minim. Pohon yang jelas mengeluarkan oksigen dihancurkan. Kita kan tidak bernafas dari beton. Apa yang bisa beton lakukan untuk hidup kita ini. 

Semakin banyak beton yang terpasang maka semakin banyak gedung berdiri. Lapangan tempat bermain diubah menjadi Mall. Hutan kecil diubah menjadi pusat bisnis. Kuburan pun diubah.  Terbayang jelas  Jakarta semakin panas, rame, padat, dan terasa kadang semrawut.

Dari yang kudengar belakangan ini, ancaman Jakarta tenggelam bukan isapan jempol belaka. Beberapa ahli sudah meneliti kamu. Mereka bilang, memang ada penurunan permukaan tanah setiap tahunnya. Pemakaian air secara berlebihan. Dan pesatnya pembangunan. Iya, yang aku bahas sebelumnya. Kebanyak beton yang bertengger di tanah Jakarta. Wajarkan Jakarta punya julukan hutan beton? Nah, itu pula banyak warga mencari suasana berbeda di luar Jakarta. Suasana tenang dan hawa adem. Seandainya semua sudah memikirkan akibat maka tidak akan Jakarta seperti sekarang ini. 

Jakarta, kamu tuh memiliki magnet yang luar biasa. Benar kan? Sampai-sampai ada orang bilang, “Belum sukses kalau belum merantau ke Jakarta!”. Semua orang ingin jadi orang sukses. Berbondong-bondong datang ke Jakarta. Apalagi setelah Lebaran. Bersama sanak-keluarga mencari celah peruntungan nasibnya. Efeknya, Jakarta jadi kota terpadat. Sedih atau senang ya kamu? 

Segala hal dari sabang sampai marauke tersedia di Jakarta dan begitu mudah memiliknya. Bahkan budaya luar pun dibawa ke Jakarta. Melihatnya masih suka mengerutkan dahi dan bertanya, “Apaan sih, nih?” Aku pun merasakannya. Sungguh kayak gado-gado. Mmm… makanan favorit aku. 

Mungkin kah Jakarta menjadi tempat yang lebih baik dengan semua keadaanya? Atau ini sudah harga mati? Memang tidak mudah. Tapi, pasti ada cara yang bisa kami lakukan bersama agar Jakarta lebih nyaman ditempati tanpa rasa was-was. Ya, aku tahu ini  sulit. Tapi, kalau kami bersama memikirkan dan melakukannya pasti bisa jadi tempat yang lebih baik. Seperti kata Michael Jakson, “Make it better place for you and for me… ” Harus optimis! 

Kadang kendala bikin kita ragu atau mungkin mundur teratur untuk selamanya. Membangun Jakarta yang lebih baik hanya menjadi wacana seru untuk dibahas. Namun melakukannya lagi hingga berhasil butuh materi, semangat, dan kebersamaan. Tapi kamu tahu kan, kebersamaan mulai raib di muka bumi ini. Asas kepentingan yang selalu diutamakan. ” Dapat keuntungan apa kalau gua bantu lo?” Pertanyaan itu otomatis bikin kami yang tidak memiliki materi langsung “auto males”.

Ibu kota tidak pernah kejam. Yang jahat adalah manusianya. Saat kami punya kemampuan untuk berpikir dan bergerak, tapi tetap santai menikmati segala hal yang ditawarkan di Jakarta. Aku tahu kamu butuh pertolongan juga. Ya…Jakarta, adakah yang bisa kulakukan untukmu? Bilang saja. Aku pasti lakukan. Aku masih ingin tinggal di sini. Melihat semua manusia jadi baik pada diri sendiri dan sekitar. 

Wargamu, 

Meli


Photo by Aeira G on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *