Oleh: Meli
Jakarta, 24 April 2022
To : Dear L
Di : Everywhere
Hai, L! Apa kabarmu? Baik kah? Setiap hari kudoakan yang terbaik selalu hadir di hidupmu. Tapi, siapa lah aku…! Pokoke, wish you all the best! Semangat!
Luka demi luka telah banyak kamu lalui hingga kesedihan menjadi sesuatu yang biasa terjadi dalam hidupmu. Sekujur tubuhmu penuh luka. Tak heran kamu pun jadi biasa sakit. Tidak ada raut sedih, kesal, marah, atau kecewa. Lempeng saja! Kalau kata orang seberang tuh, “flat”. Itu mempengaruhi pola pikir dan kelenturan gerak tubuh. Sampai akhirnya kamu tidak merasa sudah ada di jalan yang berbeda dari kebanyakan orang. Beberapa yang merasa kamu tidak sesuai berada di tempat itu pasti bilang kamu aneh. Sayangnya, kamu tidak merasa keanehan itu.
Tetap berjalan dan selalu meyakinkan diri, kamu baik-baik saja. Memaksa orang menerima kamu apa adanya. Berjalan terus tanpa sesekali menundukkan kepala. Terus meyakinkan semua orang bahwa hidupmu baik-baik saja. Mmm… setelah yang kulihat… kamu sukses membuat orang menerimamu tanpa pernah bertanya. Menjadikanmu tong sampah masalah hidup mereka. Tidak kah kamu lelah?
Setiap masalah yang datang berujung dengan kesedihan maka dengan sigap otakmu langsung mengali lubang sedalam mungkin untuk mengubur. Hingga tak ada tempat untuk dikuburkan. Yang akhirnya kamu hanya kelelahan duduk di atas tanah penuh lubang kesedihan. Ya…kamu sendiri! Tak ada orang tahu dan paham akan dirimu.
Kamu tetap menutup ruang seseorang untuk memahami sisi dirimu yang lain. Menyibukkan diri dengan berbagai hal. Memahami banyak hal. Otak dan tubuh harus tetap bekerja. Diam maka akan ada air mata menetes. Kamu adalah aktris terbaik. Berpura-pura menjadi orang yang bahagia. Agar mereka tahu kamu bahagia. Hanya ada kebahagiaan dalam hidupmu.
Bagimu, hanya menyadari siapa dirimu yang sebenarnya sangat menyakitkan. Apalagi sampai ada yang tahu kesedihanmu, kiamat kecil datang. Artinya sudah selesai semuanya! Sebernarnya, tidak seperti itu juga.
Tarik nafas yang dalam. Tenang. Pikirkan cara termudah. Kembali ke titik awal. Beberapa hal baik datang yang gunanya untuk memperbaiki mentalmu. Mencoba menarikmu dari tanah penuh lubang itu. Nasihat dan saran seperti fatamorgana yang membuat dirimu… Kamu semakin tidak jelas! Mereka merasakan sia-sia. Dan kamu yakin tidak ada satu orang pun yang bisa meyakinkan dirimu kalau tidak bahagia.
Kesedihan itu terus-menerus ditanam dan diberi pupuk. Tumbuh besar dan melindungimu dari rasa empati. Saat seseorang berada di jalur yang sama, kamu hanya tersenyum. Dalam hati berkata, “selamat datang!”. Bagi sebagian orang, itu jahat banget! Tapi bagimu, kamu hanya mencoba jujur. Bisa kah kamu simpulkan yang orang lain pikirkan tentangmu? … Tidak bisa? Biar ku beri tahu, kamu jahat!
Tapi kan…tapi kan… Tidak ada tapi untuk orang lain. Mereka tidak akan melihatmu ke belakang. Yang mereka mau tahu kamu yang sekarang. Maaf, L! Tidak ada alasan untukmu!
Semakin banyak yang kamu pendam maka timbul ledakan hebat. Menjadi potongan kecil-kecil. Berhamburan ke mana-mana. Sayangnya sekali lagi, kamu tidak sadar. Yang kamu pahami otak tidak bisa berfungsi dengan baik. Merasa berantakan, saja!
Stop menyalahkan J atas kepergiannya yang tak kembali! Anggap saja J sudah bahagia. Menemukan kebaikan hidupnya bersama takdir terbaiknya. Berhenti sampai situ! Jangan kamu berpikir cabangnya lagi. Stop juga menyalahkan diri sendir! Semua terjadi atas rencana Allah. Dia ingin kamu menjadi orang yang lebih baik lagi. Berhenti mengeluh. Berhenti merasa jadi orang yang paling menderita di dunia. Semua orang punya kisah yang sama. Ada luka, sedih, bahagia, tawa, palsu, dan datar. Yang membedakan hanya sudut pandang dari setiap melihat keadaan yang dialami.
Kamu pasti bisa memperbaiki. Tanpa bantuan orang lain. Tidak perlu mencari potongan otak yang berhamburan. Cukup diperbaiki yang ada. Serahkan semua pada Allah. Memohon dimudahkan dan diberikan yang terbaik. Serta di kuatkan dalam menghadapinya. Biarkan rahmat Allah yang menyelesaikan.
Kamu yang selalu merasa sendiri di tengah keramaian. Memang begitu adanya. Lahir dan meninggal pun sendiri. Jadi, jangan berkutat dengan kata “sendiri”. Kamu tahu kenapa kamu merasa sendiri? Itu memang rencana yang Allah ciptakan sebagai takdir hidupmu. Kalau kamu tidak bisa berteman, tidak masalah. Jangan memaksa. Jika menarik ujung bibir pun sulit, tidak usah kamu lakukan. Dan jika mengeluarkan kata baik juga sulit, lebih baik diam.
Jika kamu ingin marah, silahkan. Jika ingin menangis, silahkan. Dan jika ingin tersenyum, silahkan. Setelah apa yang kamu sudah lewati, menoleh ke belakang. Bersyukurlah! Kamu sudah mengalami banyak luka tanpa air mata.
Me, Myself and I,
L
Photo by Morgan Sessions on Unsplash