Wahai Negeri

Oleh Nur Asiah

Serang, 23/04/2022

Untuk: Negeri

Hai Negeri, 

Apa kabarmu hari ini? Masihkah engkau gemah ripah loh jinawi? Kemanakah negeri yang terkenal Toto tentrem kerto Raharjo itu? Apakah tinggal kenangan, atau hanya slogan semata? Ah entahlah. Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa. Pada rumput? Ia pun hanya bisa bergoyang menyisakan keheningan dan ruang tanya yang tak bertepi.

Hallo negeri, mengapa aku tak mengenalimu kini. Mengapa para emak berteriak di warung sayur? Mereka mengeluhkan tentang harga sembako yang membubung tinggi. Beras, gula, telur, minyak sayur semua harganya meroket. Pun cabai. Ia ikut-ikutan melesat tak teraih. Oh iya, aku baru teringat. Bukankah negeri kita terkenal dengan  negeri tongkat kayu dan batu jadi tanaman? Mengapa aku tidak menanam saja sendiri. Akupun bergegas mengambil cangkul dan perkakas untuk berkebun. Namun, kemana aku harus menanam? Sekelilingku di penuhi oleh bangunan-bangunan beton dan Gedung-gedung industri yang berdiri pongah.

Maafkan aku Negeri. Saat ini aku belum bisa menemuimu. Aku masih berkelana di negeri seberang.  Paras Negeri seberang, memang  tidak seelok rupamu. Iklim Negeri seberangpun tidak sehangat pelukanmu, namun disini rakyatnya aman damai dan Sentosa. Di sini para pemimpin dan rakyat bersatu. Para rakyat negeri seberang tidak pernah disarankan untuk makan bekicot disaat daging mahal. Atau  tidak pula disuruh menanam cabai Ketika barang langka. Di sini para penguasa berpikir dan bekerja keras untuk kesejahteraan rakyat. Di sini para pemimpin memberikan teladan dan pedoman. Bukan kritikan dan cacian yang melukai hati rakyat kian mendalam. 

Wahai negeri. Mungkin engkau bingung, mengapa aku memuji dan mengelu-elukan negeri seberang? Apakah aku membelot? Oh tentu tidak negeri. Aku masih setia padamu. Aku tidak akan pernah berpaling darimu. Sampai kapan pun engkau adalah tanah air beta. Aku berkelana ke negeri seberang hanya untuk melihat-lihat. Dengan berkelana ke negeri seberang,  Aku bisa  membuktikan bahwa beruntungnya aku karena telah lahir di negeri ini. Negeri zamrud khatulistiwa. Negeri yang Tuhan berkati dengan iklimnya yang tropis sehingga kita bisa menikmati lezatnya aneka buah yang berbeda setiap musimnya dengan mudah dan melimpah.

Dear Negeri. Dari kabar burung yang kudengar, katanya istanamu akan berpindah? Kemana? Kenapa? Bukankah hutang-hutang kita sudah menggunung? Wahai penguasa, dengan apa engkau akan membangun istana? Dengan memberlakukan pajak di semua lini dan aktivitas rakyatkah? Atau dengan menaikkan semua harga kebutuhan pokok masyarakat hingga mencekik? Alamak…tolong. Tolong sudahilah penderitaan kami. Kami tak butuh istana baru. Kami tidak ingin terlihat glamor, mentereng dan wah di mata orang lain. Kami Bahagia walau hidup sederhana. Cukup poles saja istana yang sudah ada,sehingga energimu bisa fokus untuk memenuhi janji-janji yang telah kau lontarkan dulu. Janji-janji yang harus kau tepati. Segeralah bergegas. Waktumu semakin sempit. Sehebat apapun kau mengelak, janji itu akan terus membuntutimu hingga selesai kau tuntaskan. Bagaimana jika tidak tuntas? Jangan salahkan si janji jika ia menghadangmu di akhirat kelak dan menuntut pertanggungjawaban dengan wujud yang seram.

Oh Negeri, riwayatmu kini. Engkau diselimuti awan hitam yang tak mau pergi. Suara-suara rakyat kau anggap sumbang dan hanya angin lalu. Engkau matikan aspirasi anak negeri dengan pentungan dan tembakan senjata aparat . Aparat yang harusnya melindungi dan mengayomi, kini tak lagi peduli. Para pejabat saling sikut dan berebut makanan sendiri. Mereka semua lupa, dunia ini berputar. Ada kekuatan Tuhan yang maha hebat yang bisa membalikkan keadaan hanya dalam sekejap.


Photo by Jakub Chlouba on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *