Oleh Niswah
Tepat 11 tahun lamanya aku berada di desa yang asri ini, tak menyangka bisa kerasan di daerah orang lain, karena sejak kecil aku berada di tanah Sunda. Alloh takdirkan bertemu pujaan hati di desa ini. Sampai pada akhirnya kami mempunyai keluarga kecil dan Alhamdulillah bahagia.
Desa yang sejuk dan asri berada di bawah kaki gunung Slamet, sawah terhampar luas bak permadani hijau tergelar. Para petani sudah sejak pagi bercocok tanam dan melakukan aktivitas di sawah hingga siang menjelang. Bukan hanya itu para lelaki muda bersiap berangkat bekerja dan tidak sedikit juga para perampuan sudah berpakaian rapi dengan mengendarai motor atau menggunakan bis jemputan, mereka adalah karyawan pabrik. Ya, konon menurut cerita para orangtua, sejak adanya pabrik tersebut, para gadis di desa ini lebih memilih bekerja daripada meneruskan studi mereka. Para karyawati yang bekerja di pabrik tersebut rata-rata berpendidikan SD atau SMP.
Hampir rata-rata perempuan di desa ini mandiri soa financial. Karena hampir setiap perempuan di desa ini adalah karyawati di abrik tersebut. Setia tahun mengalami peningkatan yang luar biasa, produksi dari pabrik tersebut terus tak pernah sepi, dan penerimaan karyawan di pabrik tersebut selalu terbuka. Konon pabrik tersebut milik orang Korea. dengan adanya pabrik tersebut tak bisa dipungkiri ada efek baik ataupun buruk.
Sebut saja Rahayu. Ia adalah karyawati yang setia bekerja di pabrik tersebut sejak ia gadis samai ia berkeluarga. Jelas pengaruh dari pabrik tersebut membuat kehiduan Rahayu berubah, ia menjadi wanita yang mandiri perihal ekonomi. Dan kini ia menempati jabatan enting di pabri tersebut .
Ada cerita lain yang memilukan, panggil saja ia Siti. Sama halnya Siti dengan Rahayu sama-sama bekerja sejak mereka gadis sampai akhirnya Siti menemukan tambatan hati di tempat kerjanya, dan berangkat kerja setiap hari bersama. Kini ia sudah memiliki bidadari kecil, maka lengkap sudah pernikahan mereka. Namun, sayangnya Siti tidak pernah melihat perkembangan anaknya sejak bayi, ketika bekerja bayinya ia titipkan kepada ibunya yang sudah sepuh, Siti bekerja dari pagi hingga sore hari, maka kebersamaan dengan anaknya hanya separuh hari saja. Maka tak heran, jika bayi Siti lebih dekat secara sikologis kepada neneknya.
Lain pula dengan cerita mbak Asih. Ia bekerja di pabrik tersebut sejak menikah dengan pujaannya. Namun lambat laun kebutuhan hidup yang terus menukik sedangkan suaminya adalah pekerja serabutan, hingga terpaksa Asih ikut bekerja di pabrik tersebut membantu suaminya. Segala kebutuhan rumahtangganya ia penuhi tak terkecuali kebutuhan suaminya, karena suaminya jarang memberikan nafkah materi. Tahun demi tahun Asih lebih memprioritaskan pekerjaannya, sudah sangat nyaman dengan dunia kerjanya. Hingga suatu saat Asih terlupa ada keluarga di rumah yang lebih menunggu kehadirannya setiap waktu. Asih bermain hati. Ya, merasa diri mampu menopang biaya hidup dan keluarganya, sampai ia terlupa bahkan terbuai asrama dengan teman sepekerjaannya, masalah terus bermunculan, da nada akhirnya Asih menggugat cerai suaminya, dengan alasan suaminya tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sekelumit cerita tentang perempuan di desaku ini beragam, namun itu kenyataan sebenarnya. Perempuan di desa ini yang melanjutkan studi bisa dibilang bisa dihitung jari. Namun tahun berganti tahun seiring berjalannya waktu, perempuan di desaku sudah banyak yang lebih sadar akan pendidikan. Taman pendidikan di desaku ini lebih maju dan tak jarang di desa ini banyak perempuan berprofesi guru.
Untuk para perempuan di desaku ini, tetaplah bersinar dengan semangatmu, semangat menjalani kehidupan dan sadar akan fitrah juga kewajibanmu sebagai seorang perempuan.
Photo by ilham akbar fauzi on Unsplash