Pasia Singkarak, Dulu dan Kini

Oleh Firsty

Hallo Pasia, apa kabarmu? Insya Allah kamu selalu sehat ya, eh maksudnya cantik dan tenang ya, meski aku yakin kamu sekarang lagi rada-rada kering ya. Maklum sudah sejak hampir dua bulan ini cuaca di Sumatera Barat kering kerontang. Pasti sekarang kamu lagi sangat susut sekali daripada biasanya ya kan.

Aku ingat waktu kecil, kamu dipanggil dengan sebutan pasia. Tapi aku ngga tau apakah kamu sekarang masih dipanggil dengan pasia atau udah berganti nama dengan dengan panggilan yang lebih modern mengikuti lidah zaman sekarang. Tapi ngga masalah sih, bagi aku sih kamu tetap aja pasia, hehehe.

Kamu tau Pasia, sungguh sangat banyak kenanganku bersamamu. Ngga hanya kenanganku sendiri saja tetapi juga kenanganku bersama teman-teman masa kecilku. Kamu ingat tidak dulu aku dan teman-temanku sering main di tapian-mu, oh iya, maksud tapian adalah di pinggir atau di tepi. Pokoknya kamu ibarat halaman untuk bermain bagi kami. 

Ingat kan ya, aku aku main bersama teman-teman, entah hanya sekadar berenang sampai berjam-jam sampai kulitku yang memang sudah hitam menjadi semankin hangus dan mata yang memerah karena kelamaan main atau berendam di tapianmu. Aku dan teman-temanku juga sering mencari pensi, kering kecil khas dirimu. 

Kami mengorek-ngorek pasir lalu meraupnya dan melihat adakah pensi yang kami dapatkan atau tidak. Kalau ada pensi yang kami dapatkan, kami girang bukan main. Kami ngga peduli tangan kami yang lecet dan sakit karena mengaruk-ngaruk tanah, atau juga badan makin hitam terpanggang matahari serta mata yang memerah karena kelamaan mandi dan bermain di pasia, pinggir dirimu. Yang penting bagi kami, kami happy, meski nanti di rumah kami bakal kena marah oleh orangtua kami.

Oiya, aku ingat, dulu, kereta api pengangkut batu bara dari Sawahlunto ke Padang juga masih ada. Rel kereta api tersebut berada di pinggir jalan raya. Jadi, tapian pasia ada jalan raya. Di samping jalan raya ada rel kereta api, tepat di samping tebing bukit. Jadi relnya berada antara tebing bukit dan jalan raya. Kereta api yang rangkaian gerbongnya berwarna hitam dengan cerobong asap yang mengeluarkan asap berwarna hitam juga.

 Kami, begitu melihat ada kereta api yang lewat, kami akan langsung berteriak, “kereta api…., numpang naiiik,” seakan-akan kereta api bakal mau berhenti dan kemudian menumpakankami ikut kereta api. Kamu masih ingat kan pasia, kelakuanku dan teman-temanku. Juga semua anak-anak yang ada di seputar dirimu, pasti akan berteriak senang seperti itu. Itu pengalaman yang sangat luar biasa loh, pengalaman yang luar biasa sangat menyenangkan.

Tapi sayang Pasia, sekarang dirimu kok terlihat menyedihkan banget ya. Sekarang kamu seperti kurang terawat, dan di pinggir-pinggir dan di atas dirimu banyak bangunan yang berdiri menutupi pemandangan kepada dirimu dari pinggir jalan raya. Belum lagi di beberapa bagian di pinggiran dirimu juga ada timbunan-timbunan tanah, apa ya istilah jaman now-nya, kok ya lupa. Reklamasi! Iya, reklamasi istilahnya. Entahlah, saya merasa sedih aja melihatnya. mengurangi kecantikan dirimu jadinya.

Trus juga akibat adanya PLTA di samping dirimu, badanmu semakin mengurus, semakin kecil dan menyusut. Susutnya sangat jauh, dulu kamu masih dalam, tapi sekarang semakin mendangkal. Kamu jadi kekurangan air. Dan jumlah aliran air yang masuk ke dalam dirimu ternyata tidak seimbang dengan pengeluaran yang kamulakukan untuk PLTA. Ah, kamu benar-benar terlihat semakin menyedihkan. Dan aku tidak tau apakah semua orang yang pernah bersamamu merasakan perubahan itu? Entahlah aku tidak tau, tapi aku sangat merasakannya.

Ditambah lagi ya pasia, hal yang semakin membuat kau tidak menarik adalah, sekarang di atasmu banyak dibangun benda-benda yang tambak mengapung yang berfungsi sebagai jarang atau penampung ikan. Aku tau apakah itu untuk budi daya ikan bilih atau ikan lainnya aku tau. Tapi, tambak-tambak tersebut menambah jelek pemandangan dirimu. Belum lagi sebentar lagi aroma yang akan ditimbulkannya. Pasti akan amis udara di sekelilingmu. 

Coba liat saja Maninjau, saudara kembarmu di Agam sana. Di sana sekarang sangat banyak tambak-tambak apung di atasnya. Akibatnya apa? Si Maninjau tidak lagi indah seoerti yang dulu. Maninjau juga sudah ditinggalkan wisatawan asing yang dulu sangat disengai orang asing. Terlebih lagi sekarang adalah udara di sekitar maninjau jadi bau, bau amis saking banyaknya tambak apung yang berada di atasnya. 

Bahkan saat kita berada berjarak 1 km dari tapian maninjau pun, bau amis air maninjau masih terasa. Apakah kamu juga tidak khawatir kejadian yang terjadi pada si Maninjau akan terjadi pada dirimu? Kehilangan keindahanmu dan juga akan berbau amis? Aku ngga mau hal itu terjadi pada dirimu, Pasia. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku hanyalah seorang rakyat jelata yang tidak punya daya, pun tidak punya kuasa sama sekali. 

Tapi aku berharap suratku kepadamu ini akan terbaca oleh pemimpin-pemimpin yang bertanggung jawab atas dirimu. Lalu mereka akan membuat tindakan-tindakan atau peraturan untuk melakukan penyelamatan atas dirimu, supaya kamu kembali indah dan juga bersih seperti dulu lagi. Itu harapanku. Semoga terwujud, aamiin ya Allah.

Oya, segitu dulu aja ya Pasia Singkarak, eh Danau Singkarak…  Ntar-ntar kalau mood aku sambung lagi, makasih yaaa… ^.^  


Photo by Ian M Jones on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *