Oleh Meli
Jakarta, 14 April
To: Anabul
Di : Tempat
Hai, Mun! Apa kabar mu di sana? Pasti hidupmu sekarang sudah menyenangkan. Dekat dengan Yang Maha Esa. Yang menciptakan kamu. Tak ada tempat yang paling enak selain di sana. Katanya, kamu tidak masuk surga. Benarkah? Dengan segala keburukkan yang manusia lakukan padamu pasti kamu dapat balasan kebaikan.
Apakah kamu sudah bertemu dengan anak-anakmu di sana? Yang sudah lebih dulu pergi meninggalkanmu? Pasti kalian sudah berkumpul dengan damai ya? Di dunia nyata saja, kamu tuh legenda. Tapi, keturunanmu itu hebat semua. Yang paling tak bisa kulupakan adalah si Cantik. Hehe, kucing cowok, tapi nama cewek. Paling kalem. Bentuk wajahnya tidak segarang kucing cowok. Tapi, kalau aku minta dibawakan ayam, Si Cantik pasti ke warung padang terdekat untuk ambil ayam goreng di sana tanpa membuat tatanan makanan di warung padang berantakan. The best! Sedihnya, ayam goreng diletakkan di piring kucing. Sudah pasti tidak kumakan. Si Cantik juga yang memakannya.
Kamu dan keturunanmu memang bukan milikku. Tapi, kehadirannya selalu membawa kesan hebat di sini. Kamu mengajarkan aku untuk tidak pernah menyerah. Seburuk apapun keadaanya. Kamu buktikan seekor kucing yang tidak punya akal dan paham peta bisa pulang. Berbagai cara majikanmu membuang ke bermacam-macam tempat selalu bisa pulang dengan gagahnya. Aku yang manusia, belum tentu bisa melaluinya. Aku pasti pilih majikan baru. Tapi, kamu tetap kembali pada mereka! Entah apa yang kamu buktikan pada mereka. Yang kutahu apapun yang terjadi, kamu tetap jadi kucing kampung yang tidak dibutuhkan di rumah itu. Mereka hanya peduli pada kucing ras.
Kamu ke rumah aku saat sedang merasa sedang sedih, ya? Pernah kamu berbagi cerita tentang pengalamanmu ke kucing yang lain? Hingga saat ini, jumlah kucing di rumah semakin banyak. Datang dengan segala macam permasalahannya. Masalah utama biasanya ingin makan enak. Bukan tikus lagi! Mmm… kenapa ya kucing yang tinggal di rumah kayak sudah kehilangan naluri pemburunya. Liat tikus lewat di depan matanya biasa, aja! Paling tidak ditakut-takuti, gitu. Mungkin maksudnya menyuruh berdamai dengan sekitar? Mmm… boleh lah!
Kalau ngomongin soal makan jadi ingat kayak kamu dulu. Hehe, kucing tapi, dikasih sayur sawi. Kadang aku bingung, majikanmu lihat kamu itu seperti apa. Kucing atau kelinci? Nasibmu tidak berada di rumah yang baik. Tapi …itu tidak membuatmu pergi dari rumah itu. Hingga sekarang aku masih bingung! Apa yang menyebabkan kamu bertahan?
Kamu tahu kan yang paling kubenci? Iya, saat manusia meletakkan bayi kucing di depan rumah. Bukannya aku tidak empati. Tapi, masalahnya bayi itu butuh ibunya. Sama kayak manusia. Tapi, manusianya tidak peka. Semahal apapun susu yang diberikan pada bayi kucing tidak dapat menggantikan air susu ibu kucing. Kalau dibuang beserta ibunya dengan senang hati diterima. Kamu yang pernah dibuang tahu kan perasaan itu? Mereka hanya mau ibunya. Tidak anaknya! Manusia yang katanya punya akal, tapi cara berpikirnya suka di bawah hewan.
Hal yang selalu bikin sedih adalah saat pada sakit, tapi uangku tak cukup untuk biaya rumah sakit. Masih ingat dengan Mak Kucing? Iya, dia yang bayarin biaya rumah sakit kamu di saat menjelang kematianmu. Itu orang, rejekinya banyak buat makhluk kayak kamu. Berapa puluh juta akan dikeluarkan asal kamu semua bisa sehat dan ceria lagi. Semoga kebaikannya tidak kamu lupakan ya…
Mun, aku tidak pernah anggap kamu dan yang lainnya hewan peliharaan. Lebih merasa aku yang pembantu. Begitu bangun pagi, perut kalian dulu lebih diutamakan. Perutku bisa ditunda. Dulu juga kita pernah makan di meja makan yang sama dan di piring yang sama. Saat itu tidak bisa kulupakan. Semoga kamu di sana juga tidak melupakan. Kamu adalah kucing paling tangguh yang sering datang ke rumah. Setelah kepergianmu terasa berbeda. Untungnya, kamu pergi di rumahku dan dikubur di halaman rumahku. Terima kasih kamu berikan aku kesempatan mendapatkan pahala. Jika aku juga dipanggil Yang Maha Esa, tolong cari aku. Bantu aku jika akan diceburkan ke dalam neraka. Bantu aku, ya. Pliii…s.
Tetanggamu,
Meli
Photo by Chunli Ju on Unsplash