Oleh Dudy Sofiandy
Dear Alam,
Thank you for everything you have provided for us. Sampaikan juga ucapan terima kasih kami kepada penciptamu. Katakan kepada-Nya, rezeki yang diturunkan oleh-Nya melalui kamu mencukupi dan bahkan sangat berlimpah. Kami juga, atas nama sebagian dari kami, meminta maaf karena tidak dapat menjagamu dengan baik.
Ada sebagian dari kami yang serakah bin tamak dengan menebang pohon-pohon besar nan hijau dan rindang dalam skala besar. Kami memang perlu kayu untuk membangun rumah dan lain-lain agar kami dapat bertahan hidup. Kami menyadari bahwa kami hanya butuh secukupnya untuk itu. Namun, sebagian dari kami suka lupa daratan. Mereka merasa hutan masih terhampar luas dan jumlah pohon yang berdiri kokoh masih banyak dan kemudian merambahnya sesuka hati mereka tanpa memikirkan hak generasi berikutnya. Mereka juga lupa bahwa hutan adalah paru-paru bumi, tempat kami untuk mendapatkan asupan oksigen. Padahal, mereka sudah merasakan dampak dari perbuatan dan ketamakan mereka: banjir di mana-mana.
Ada juga sebagian dari kami yang mencemari sungai dan laut, yang juga merupakan sumber kehidupan bagi makhluk lain dan kami. Ikan-ikan di banyak sungai dan laut di kota-kota besar juga tercemar, mengandung merkuri. Padahal, mereka tahu bahwa mereka dan juga kami membutuhkan ikan segar, tak tercemar, agar dapat hidup dengan sehat. Kami butuh omega 9 bukan merkuri. Namun, mereka tetap saja membuang sampah dan limbahnya ke sungai dan laut. Entah apa yang ada di benak mereka.
Udara yang kamu berikan dan kami hirup juga tak luput dari polusi, yang kami hasilkan dari berbagai alat transportasi yang kami produksi untuk menjelajahi daratan dan lautan yang terbentang luas. Kami memang tidak mampu, dan tidak akan pernah mampu, untuk menyusuri setiap jengkal daratan dan lautan yang luas itu. Oleh karena itu, kami membutuhkan alat transportasi untuk menikmati semua keindahan yang kamu sediakan. Namun, ada sedikit harapan. Polusi udara akan berkurang. Kini banyak dari kami yang suka bersepeda, hijrah dari alat transportasi pribadi ke transportasi massal, dan menggunakan bahan bakar dan kendaraan yang ramah lingkungan.
Hal serupa juga terjadi pada tanah yang kami pijak dan ambil makanan darinya. Sebagian dari kami masih suka membuang sampah sembarangan. Sampah-sampah menggunung di berbagai tempat, tak sedap dihirup hidung dan dipandang mata. Gunung-gunung sampah itu jelas tak seindah gunung-gunung yang kamu sediakan.
Sekalig lagi, tolong sampaikan kepada Sang Kreator, penciptamu. Maafkan sebagian dari kami yang telah sewenang-wenang terhadap pemberiannya. Mereka bukan tidak tahu tentang keadaanmu yang semakin tua dan berat menanggung beban. Mereka tutup mata dan telinga, tak peduli. Pemilikmu telah mengingatkannya berkali-kali dengan berbagai bencana alam. Mereka tetap tidak peduli. Mereka tidak jera meskipun banyak korban adalah keluarga mereka sendiri.
Wahai Alam, terima kasih. Kamu begitu sabar dengan mereka yang semena-mena terhadap dirimu. Kami yakin jika kamu bisa bicara, kamu akan berteriak “Hentikan semua itu!” Meskipun tak bersuara, kami yang peduli bisa “mendengar” dan “merasakan” betapa kamu menderita karena ulah sebagian dari kami. Semoga mereka juga dapat segera “mendengar” dan “merasakan” hal yang sama agar kamu cepat pulih dan tetap lestari sepanjang hayat hingga anak, cucu, dan cicit kami nanti.
Dari kami yang peduli denganmu,
Manusia
Photo by Johannes Plenio on Unsplash