Oleh: Tyasya
Jakarta, 13 April 2022
Teruntuk Gunung nan Elok
Hai, kalian para gunung. Apakah kalian sedang baik-baik saja? Aku harap tidak sedang batuk-batuk, ya. Aamiin.
Mungkin kalian tahu, tidak semua orang suka dengan kehadiran kalian. Apalagi ketika di antara kalian ada yang batuk dan mengeluarkan lahar panas yang menuruni bukit. Awalnya aku juga sama.
Mengapa kalian harus meletus dan menyebabkan bencana? Untuk apa kalian ada? Apakah bumi akan baik-baik saja dengan kehadiran kalian?
Salah satu di antara kalian yang dekat dengan kampung halamanku adalah Gunung Merapi. Selama aku hidup di sana kurang lebih dua atau tiga kali dia meletus. Beberapa kali hanya sekedar ‘batuk’ sebentar saja.
Jujur, aku belum pernah mendekati kalian. Aku tidak suka naik gunung. Capek! Hehehe.
Sampai akhirnya, ada salah satu dosenku (maaf, aku lupa mata kuliahnya apa) yang bertanya tentang kenapa tidak ada gunung berapi yang berdiri sendiri? Pasti ada gunung lain di dekat kalian.
Tidak ada satu pun di antara mahasiswa yang bisa menjawab. Nama dosen tersebut adalah Pak Sutanto. Melihat kami diam saja, beliau menayangkan sebuah grafik di layar. Ada dua buah gunung di sana yang tampak dari atas. Kemudian, view-nya berubah.
Beliau menjelaskan, di antara kedua gunung tersebut jika dihubungkan dengan garis lengkung akan membentuk parabola yang jika dinyatakan dalam persamaan matematika, disebut dengan persamaan kuadrat. Apa fungsi dari persamaan itu? Secara matematis, itu berfungsi sebagai keseimbangan.
Kami pun sontak takjub melihatnya. Hal itu bahkan ada penjelasannya di dalam Al Quran. Seperti dalam Surat An Naba ayat 7:
وَّالۡجِبَالَ اَوۡتَادًا
Artinya: Dan bukankah Kami telah pancangkan gunung-gunung sebagai pasak supaya bumi tidak bergoncang sehingga manusia dapat hidup tenang di atasnya?
Masya Allah. Ternyata kehadiran kalian begitu penting dalam dunia yang ini. Allah tidak begitu saja menciptakan kalian tanpa ada kegunaan apa-apa.
Duhai para gunung, mungkin tingkah laku manusia membuat kalian tidak senang. Hingga terkadang alam pun ‘marah’, termasuk kalian.
Aku meyakini, ketika kalian harus memuntahkan lahar panas, pasti ada alasan di baliknya. Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka berubah sendiri, bukan?
Pasti ada hikmah yang bisa dipetik dari semua kejadian di dunia ini. Aku hanya berharap, kalian memberikan tanda-tanda sebelum ada kejadian tidak menyenangkan terjadi. Agar kami, manusia, bisa menggunakan akal dan pikirannya untuk bertaubat.
Agar manusia tidak lagi semena-mena kepada alam semesta. Termasuk kalian. Ketika manusia tega menggunduli hutan yang ada di gunung, longsor dan banjir terjadi.
Naudzubillah.
Aku sungguh berharap, manusia dan alam semesta bisa bersinergi dengan baik. Untuk apa? Tentu demi keberlangsungan umat manusia juga.
Duhai kalian para gunung, jujur saja ketika mendengar banyak gunung berapi mulai aktif, aku merasa takut. Apakah sudah saatnya bumi ini hancur? Seperti pada Surat At Thoha ayat 105:
وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْجِبَالِ فَقُلْ يَنسِفُهَا رَبِّى نَسْفًا
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah: “Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya.
Astaghfirullah.
Aku belum siap, kalau kalian tanya padaku. Kalau boleh meminta, ketika hal itu terjadi aku tidak ingin melihatnya. Membayangkannya saja sudah menakutkan. Apalagi benar-benar mengalaminya.
Duhai gunung, baik-baiklah di tempatmu. Setidaknya untuk saat ini. Aku tidak tahu lagi harus berkata apa kepada kalian. Apakah harus bermulut manis? Ah, kalian tentu lebih memahami manusia dibandingkan aku.
Karena kehadiran kalian saja sudah menjadi ‘sesuatu’. Oya, aku teringat sebuah novel karya Tere Liye. Di dalamnya ada satu adegan di sebuah gunung berapi. Dengan hebatnya anak manusia bisa mendekati inti bumi. Ternyata di sana ada sebuah penjara yang mengurung penjahat berbahaya. Pada akhirnya, penjahat itu berhasil melarikan diri dengan bantuan anteknya. Ketika penjara itu hancur, gunung pun meletus.
Apakah itu penggambaran di hari akhir nanti? Bahwa ketika kalian diusik, maka inti bumi pun meletus. Wallahu’alam.
Terakhir, kutitip doa kepada-Nya untuk kalian. Semoga, kalian baik-baik saja di sana. Walau aku tidak bisa mendekati kalian, tetapi harapanku besar sekali. Semoga, kalian tetap menjadi titik keseimbangan di dunia ini. Aamiin.
Dariku,
Bu Ning
Photo by Joris Beugels on Unsplash