Oleh : Winda Ariyanita
Jakarta, 9 April 2022
Dear, Kagi Sensei.
Hai, Sensei. Assalamu’alaykum. How do you do? I wish you always be in Allah’s blessed. Ah, aku lupa, ini bukan sesi Talk in English. Jadi, kita pakai bahasa Indonesia saja, ya. Supaya lebih nyaman.
Aku menulis surat ini dengan perasaan penuh syukur kepada Allah SWT atas ditakdirkan-Nya bertemu denganmu. Ada sedikit penyesalan, kenapa tidak sejak dulu aku mengenalmu. Namun kuyakin, ini adalah waktu yang tepat, waktu terbaik. Rencana Allah tidak pernah salah kan?
Dalam kesempatan kali ini, aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Sensei. Meski ucapan ini sudah kukatakan berkali-kali, tapi rasanya itu belum cukup. Jadi izinkan aku berterima kasih dengan cara terbaik yang bisa kulakukan.
Kau tahu kan, aku tidak punya apa-apa yang bisa kuberikan padamu. Aku bukan orang berada. Bisnisku baru berjalan dan belum bisa diandalkan. Kalaupun kemarin kuhadiahi kau dengan sebuah buku serial kesukaanmu, itu tidak termasuk.
Sejujurnya aku bingung harus membalas kebaikanmu dengan apa. Hal yang kau berikan padaku ini tidak biasa dan terlalu istimewa. Sedangkan ketika kutanya bagaimana harus membalasnya, kau cuma jawab “Cukup dengan belajar sungguh-sungguh dan mengajarkannya lagi ke orang lain”.
Seketika itu juga hatiku tersentak. Aku terharu. Sensei, kalimat yang kau ucapkan itu ringan di lisan, tapi berat dalam timbangan amal kebajikan. Yang aku tahu, belajar dan mengajar adalah pekerjaan yang tak pernah berhenti hingga akhir hayat. Namun masa aku berguru padamu mungkin hanya sebentar. Sedangkan mengajarkan ilmu yang kudapat darimu? Boleh jadi pengamalannya seumur hidup. Belum lagi sikap welas asih dan kesabaranmu yang juga harus kutiru. Apa aku bisa?
Sensei, aku ini orang yang jarang menerima pemberian dari orang lain. Aku tidak akan meminta jika tidak butuh. Bahkan ketika butuh pun aku seringkali sulit memintanya karena malu. Tapi hari itu kau langsung mengulurkan tangan, menawarkan bantuan tanpa kuminta. Padahal kita baru bertemu lagi belakangan ini (secara online) setelah sekian lama kau menghilang, sibuk mengurus urusan pribadimu. Kau pun tahu, aku baru saja dikecewakan oleh para sahabatku. Tak mudah bagiku menerima orang baru. Apalagi bantuannya.
Aku terbiasa dengan kesendirian, Sensei. Hatiku dingin. Kalau tidak menganggapmu sebagai guruku, mungkin kau akan kuabaikan. Seperti Chopper yang tidak ingin lagi percaya pada siapa pun selain Dokter Rin selepas kepergian Dokter Hiluluk dalam manga One Piece, favorit kita. Hatiku menolak menambah teman baru setelah kejadian tidak menyenangkan tahun lalu. Ya, aku ditinggalkan orang-orang kepercayaanku. Tidak hanya satu, tapi tiga orang sekaligus.
Terlepas dari kekurangan mereka sebagai manusia, barangkali inilah takdir Allah. Beberapa tahun aku mengenal, hidup, belajar, dan berjuang bersama mereka, mungkin kali ini Allah memperjalankan aku lebih jauh lagi untuk bertemu dengan orang lain, untuk mendapatkan pelajaran baru. Dan orang itu adalah dirimu, Sensei.
Sesakit apa pun peristiwa di masa lalu, kita harus mensyukuri hari ini kan? Aku sedang belajar untuk itu. Dan bersamamu, semoga aku menjelma sosok yang lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Tolong bimbing aku, ya. Yoroshiku onegai shimasu. Karena aku tak mau menjadi pendendam. Bukankah tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai diri sendiri? Aku pernah mencintai para sahabatku. Bukan berarti, hanya karena melakukan kesalahan, aku lantas berhak membenci mereka.
Sensei, jika aku masih berusia anak sekolah, mungkin aku akan seperti murid-muridmu yang lain. Sangat bahagia diajari matematika olehmu. Bahkan sangat menanti kelasmu untuk belajar dengan cara yang asyik agar bisa mendapatkan nilai matematika yang tinggi. Tapi aku sudah dewasa. Kehidupan mengajarkanku untuk lebih banyak memberi daripada menerima. Jadi kumohon, terimalah apa pun yang bisa kuberi. Karena belajar matematika ini selalu spesial bagiku. Tak mungkin aku tidak membalasmu yang rela mengajarku secara cuma-cuma.
Memang tidak pasti kapan waktunya. Tapi bersiaplah. Kau sudah masuk ke dalam hidupku dan aku tak bisa memberikan selain kebaikan dan kebahagiaan. InsyaAllah. Kesetiaan sebagai sahabat adalah hal tertinggi yang bisa aku tawarkan. Selain itu, jika aku sedang mencoba memasak menu baru, kau akan masuk daftar pencicip. Semoga masakanku tidak membuatmu sakit perut, ya. Hehe… Oh iya, aku juga bisa menyanyikan lagu untukmu jika kau mau. Asal jangan susah-susah lagunya. Cukup materi matematika saja yang susah.
Finally, segitu saja dulu dariku, Sensei. Sebelum kututup, satu hal yang ingin kukatakan padamu, “’Welcome to my world”. Semoga impian kita tercapai satu per satu di tahun ini. Aamiin.
Wassalamu’alaykum.
Salam hormat,
Murid sekaligus sahabatmu, Winwin. ^_^
Photo by Trnava University on Unsplash