Surat Pak Mul

Oleh Putri Fazriyanti

Kepada yang tersayang mulyono

Ditempat

Assalamualaikum..

Halo lelaki hebat.

Apa kabar? 

Aku harap engkau baik baik saja karena disini aku tak kurang suatu pun. 

Lama sudah kita tak berbincang. Mungkin sekitar empat bulan ya. Ah terlihat sebentar, tetapi bagiku seperti menunggu hujan dibulan kemarau. Lama dan membosankan. Tetapi setelah hujan itu turun, hatiku bergetar dan aku bahagia. Hujan itu suaramu. 

Sedang apa kau disana? Maaf aku tak bisa mengunjungimu karena jarak yang sangat jauh. Tapi aku pasti pulang dan akan bertemu denganmu. Mungkin itu saat yang kunantikan. Melihatmu sehat, berdiri dengan gagahnya, dan bersiap memelukku, pasti aku tersenyum malu. Mmm.. Kalau diingat, kita lebih sering mengobrol ya. Bercerita aktifitas hari ini, perasaan hari ini, menanyakan sudah makan belum. Ah seperti orang yang sedang jatuh cinta. Apa mungkin itu karena engkau cinta pertama ku? 

Cinta pertama anak gadisnya kepada ayahnya yang telah mengajarkan kemandirian, harapan, cinta, semangat dan kerapuhan. Jatuh bangun itu biasa. Sendiri dan ditinggalkan itu tak apa karena kita dilahirkan sendiri dan akan mati sendiri. Itulah katamu saat itu. Sehingga membuatku tersenyum dan dalam hati berkata, oh ya itu benar apa yang harus kukhawatirkan. Dan kitapun berbincang seperti biasa, menceritakan masa lalu. Kalau diingat ingat mengapa kita sering berbicara tentang masa lalu kenapa tidak dengan masa depan? Saat itu, aku tak terlalu peduli. Tetapi saat ini itulah penyesalan terbesarku. 

Apa keinginanmu, apa harapanmu padaku. Itu pertanyaan yang akupun tak tahu. Ternyata kita tidak sedekat yang aku kira. Karena kau lebih memahamiku, bukan sebaliknya. Aku terlalu egois untuk mengakuinya dan tanpa terasa tembok besar ada diantara kita. Semakin aku mengingatnya semakin aku merasa sangat jauh dan terasing. Hingga perlahan kenangan itu tersamarkan. 

Aku kangen.. Sangat kangen. Aku ingin memulainya dari awal. Kenangan indah itu. Aku ingin lebih mendengar ceritamu. Bukan ceritaku. Aku ingin mengenalmu lebih dekat. Tanpa penyesalan. Raut wajah penuh guratan menua disudut mata, alis tebal yang dulu sering menjadi bahan ejekan kita, badan kekar mengisyaratkan engkau senang bekerja keras, dan kulit gelap yang selalu menjadi bahan tertawaan karena engkau paling gelap diantara kita. Tangan itu. Kasar dan berkeriput. Biarkan itu semua menjadi saksi betapa engkau mencintai ku..anakmu hingga aku dapat berdiri sendiri. Mandiri. Walaupun tak sesuai dengan harapanmu dulu. Ah maafkan aku.. 

Dan jarak tak terelakkan karena aku memutuskan merantau. Bukankah itu yang kuinginkan dari dulu. Menjadi wanita mandiri dan pembuktian padamu bahwa aku bisa. Dan kaupun setuju. Ternyata itu penyesalan yang akan aku sesali seumur hidupku. Bahwa bersamamu lebih penting dari egoku sendiri. Hingga aku tak melihatmu untuk terakhir kalinya karena jarak.  Ya. Jarak. Sepele tapi duniaku runtuh karenanya.

Hingga akhir aku hanya melihat fotomu. Tersenyum. Akupun menangis.

Sore kita masih berbincang lewat telephone, mengucapkan selamat kepadaku karena telah lulus kuliah,bercerita betapa sulitnya mencapai itu. Sejam, dua jam tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Penuh cerita dan tawa. 

Ternyata cintaku tidak lebih besar dari cinta Tuhan kepadamu.

Malam yang tenang tak mampu membuatku bisa tidur dan ternyata sore itu percakapan terakhir kita. Telephone berdering dan aku menerima kabar kematianmu. Tanpa sakit, tanpa pelukan, tanpa perpisahan. Kau pun pergi. Selamanya. Apa yang harus aku lakukan? Bingung, kesal, marah, sedih. Kenapa? Kenapa sekarang? Kenapa kau pergi setelah beberapa saat lalu kita masih berbincang. Bahkan memori itu masih ada, tawa khas itu. Suara itu.. Bahkan aku berjanji akan pulang dalam waktu dekat ketika libur. Ya Tuhan. Untuk sesaat aku membenciMu. 

Sampai sekarang pun aku masih menunggu mu. Bertemu denganmu. Aku yakin kita hanya berpisah sementara. Aku janji. Saat kita bertemu aku akan lebih mendengarkan, agar aku bisa lebih memahamimu. Sampai saat itu tiba,aku hanya bisa mendoakanmu dan hidup dengan kenanganmu dihatiku. 

Aku sayang padamu

Maafkan aku..

Putrimu yang selalu menjadi anak gadis dimatamu. 


Photo by Kristina Tripkovic on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *