Makna “Tulus”

Oleh Muhammad Abdul Hakim Faqih

Jakarta, 09 April 2022

Halo Bang Tulus,

Tak terasa sudah satu bulan lalu, kau mengeluarkan album terbarumu yang berjudul “Manusia”. Tidak terasa pula, sudah 10 tahun kau berkarya dalam dunia musik di Indonesia. Pertama kali aku mendengarkan lagu-lagu yang kau buat sekitar tahun 2013. Pada tahun tersebut, terbit album keduamu dengan judul “Gajah”. Salah satu lagu yang paling berkesan untukku pada album tersebut adalah “Sepatu”.

Aku sang sepatu kananmu

Kamu sang sepatu kiri

Salah satu lirik yang mengenangkan masa SMAku kala itu. Aku pernah tak sadar dan tak memeriksa lebih teliti mengenai liriknya. Sampai suatu ketika, aku tak sengaja mengganti lirik tersebut dengan kalimat, “Aku sayang sepatu kanan, Kamu sayang sepatu kiri,” Sungguh malu ketika kalimat tersebut keluar dari mulut. Malu karena itu terucap dan terdengar jelas oleh seorang Wanita yang ku kagumi kala itu. Meski saat itu ia hanya tertawa kecil. Mungkin senang atau merasa lucu dengan tingkahku.

Ya… Lagu-lagumu memang menjadi salah satu lagu yang menghiasi masa SMAku. Tapi hanya sebatas itu. Meski begitu tentu tetap terkenang dalam ingatan.

Kau tahu bang Tulus. Bagiku kenangan adalah sesuatu yang pantas hanya terkenang saja. Meski pada akhirnya, kita hanyalah orang asing dengan kenangan di kepala. Begitulah yang aku pahami. Begitu pula yang aku sadari ketika menonton film Habibie dan Ainun 2 dan 3. Waktu-waktu ketika BJ Habibie menceritakan kisah romansanya di Jerman dan kisah romansa ibu Ainun di masa Universitas Indonesia dengan pasangan yang berbeda. Ia ceritakan kisah-kisah tersebut di hadapan para anak dan cucunya. Begitupula aku, yang sekarang terkenang akan masa-masa romansa masa SMA dahulu. Bukan karena ingin kembali atau tidak bersyukur dengan pasanganku hari ini. Bahkan sekarang aku bersyukur, sebab telah diperjumpakan dengan wanita luar biasa yang kunikahi. Akunpun juga bersyukur, sebab wanita di masa SMAku dalam keadaan baik-baik saja.

Tahun 2021, aku telah menikah bang Tulus. Ingin rasanya aku mengundangmu tapi tentu tak ada biaya dan ketatnya peraturan pandemi kala itu. Di tahun 2022 ini pula, wanita di masa SMAku telah menikah. Menikah dengan sosok yang cukup ku kenal dekat. Pasangannya pernah membantu acara pernikahanku. Pasangannya pula yang masih menjadi teman mengaji bersama. Bahkan ketika kelas 12 SMA, pasangannya saat ini merupakan teman sebangkuku. Kedekatanku dengan pasangannya yang membuatku menjadi lebih tenang dan bersyukur. Setidaknya ia baik-baik saja.

Satu bulan dari pernikahan Wanita yang ku kagumi dulu, kau pun menerbitkan Album terbarumu yang berjudul “Manusia”. Bahkan di salah satu lagumu memiliki makna yang mengena bagi banyak pendengarmu, tidak terkecuali diriku. Lagu tersebut berjudul “Hati-Hati di Jalan”. Seolah-olah menjadi pesan untuk kami melalui lirikmu, “Kau melanjutkan perjalananmu, Ku melanjutkan perjalananku,” Cukup sampai situlah kisah kami.

Sungguh, aku takut menuliskan surat ini. Aku ingin kau simpan rapih surat yang kutulis ini bang Tulus. Aku takut, istriku cemburu. Jika ia cemburu sungguh menakutkan. Tentu wajar, sebab rasa cintanya yang tinggi kepadaku. Ia masih merasa khawatir aka nada wanita lain di hatiku selainnya. Tapi akan kupastikan, hanya ada istriku seorang. Sekali lagi, ini hanya kisah yang ingin ku tulis dan sebagai bentuk pengenang masa SMA saja. Seperti yang dilakukan oleh BJ Habibie dalam karya-karyanya. Terima kasih karena sudah mau membaca tulisanku, bang Tulus.

Salam dari Pengagummu

Muhammad Abdul Hakim Faqih


Photo by Shelbey Fordyce on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *