Waheeda

Oleh Lia Nathalia

Jakarta, 7 April 2022

Salam Waheeda,

Surat ini kutulis saat Ramadan memasuki hari kelima. Hari ini cuaca Jakarta cukup menyengat di siang hari, namun deretan awan yang membawa butir-butir air, menghadirkan hujan pada sore hari. Setidaknya menyelamatkan mereka yang sedang menjalankan saum Ramadan.

Waheeda, bagaimana keadaanmu di sana? Semoga kau bahagia sekarang. 

Saat menulis surat ini, pikiran membawaku pada mereka yang saat ini menjadi pengungsi di bukit-bukit atau pun di berbagai tempat lapang yang ada di Afganistan. Dari pemberitaan media akhir-akhir ini, aku memahami bahwa Afganistan, tempatmu berasal, rakyatnya saat ini terancam kelaparan dan berbagai krisis kemanusiaan.

Sejak kelompok Taliban mengambil alih kekuasaan di sana pada Agustus lalu, banyak orang kemudian mengungsi baik karena terpaksa atau karena kehilangan tempat tinggal karena berbagai alasan. Faksi-faksi yang berseteru dengan kelompok Taliban kerap melancarkan aksi penyerangan di berbagai tempat. 

Bahkan Waheeda, bulan Ramadan kali ini diwarnai dengan pemboman di beberapa tempat pada hari pertama termasuk di ibukota Kabul. Aku cukup prihatin dengan situasi itu, namun tak dapat berbuat apa-apa.

Dear Waheeda, dari krisis di negeri asalmu yang makin meningkat ada satu hal yang sangat mengusik batinku. Hal ini terkait dengan keputusan Taliban yang melarang anak perempuan yang berusia di atas 12 tahun untuk bersekolah sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Alasannya, perlu ada penyesuaian sistim, barulah mereka bisa diperbolehkan melanjutkan pendidikan.

Kau ingat Waheeda, hal inilah yang menjadi pokok pembahasan kita selama ini. Bisa kubayangkan bagaimana perasaanmu mendapati pembatasan ruang bersekolah bagi perempuan kembali terjadi di sana setelah sempat dibuka pada masa pemerintahan demokratis.

Masih kuingat jelas, masalah ini juga yang membuatmu meninggalkan tanah air tercinta beberapa tahun lalu bermodal sebuah keinginan sederhana, yaitu agar dapat merasakan kehidupan sebagai manusia umumnya, yang mana hak-hak dasarnya bisa terpenuhi, termasuk hak untuk memperoleh akses pada pendidikan.

Upaya perjuanganmu dan kawan-kawan dari negara asal yang sama tak mudah. Banyak dari kawan perempuan kita yang juga berasal dari Afganistan harus menderita depresi berkepanjangan. Bahkan ada diantara kawan-kawan kita ini yang sudah belasan kali berusaha mengakhiri hidupnya karena merasa masa depannya suram.

Kau adalah satu dari sedikit kawan-kawanku dari Afganistan yang tetap bersemangat walau dalam situasi yang tak mudah, Waheeda.

Di saat-saat seperti ini, di bulan Ramadan, selain berpuasa menahan lapar dan dahaga, waktu-waktu ini baiknya digunakan untuk lebih mendekatkan diri pada Sang Pemberi Hidup, Sang Sumber Kehidupan, Yang Kholik yang penuh dengan berbagai mukjizat. Menurutku alangkah baiknya jika kita manfaatkan bulan baik ini, bulan yang suci untuk bermunajah, mendoakan mereka yang menderita karena kurang sandang, pangan dan tak punya tempat berteduh di seluruh belahan dunia, khususnya di Afganistan. Munajah kita khususkan juga agar kesempatan bersekolah bagi anak perempuan di Afganistan segera dibuka kembali. Karena Waheeda, seperti kita sadari bersama, bila perempuan sebuah bangsa berdaya maka bangsa itu akan maju. Akses pendidikan pada perempuan perlu dibuka seluas-luasnya karena perempuan adalah guru pertama di rumah bagi anak-anak.

Munajah kita juga agar Sang Khalik memberi kekuatan pada mereka yang saat ini berada pada situasi dan kondisi terendah di kehidupan mereka. Doa khusus bagi mereka yang menjadi korban perang, bencana alam, mereka yang ada di tempat-tempat pengungsian, korban pandemi, dan sebagainya, semoga mereka semua tetap kuat dan tawakal menghadapi masa-masa sulit ini. 

Waheeda, tak terasa sudah dua Ramadan kita tak bersama. Ada rasa rindu yang harus kusimpan rapat-rapat di hati. Optimisme yang selalu kau tunjukkan lewat senyum dan candamu adalah obat mujarab saat hati ini merindu. 

Pada saat seperti ini ketika situasi di Afganistan tak menentu aku bersyukur bahwa kau tak sempat menyaksikannya. Sang Khalik memang teramat baik dan menyayangimu melebihi manusia manapun. Saat kau dipanggil pulang ke haribaanNya hampir dua tahun lalu, kami semua sedih. Tapi hari ini aku sadar, itu adalah hal yang terbaik yang disediakan Sang Pemberi Kehidupan padamu. Kau tak perlu lagi risau pada situasi yang mengganggu nurani, apalagi menghadapi kenyataan bahwa kondisi di Afganistan hari-hari ini justru mengalami kemunduran yang luar biasa. Ditambah lagi dengan berbagai situasi di negara-negara lain yang mengakibatkan terjadi gelombang pengungsian orang di mana-mana, tentu makin mempersulit kesempatan untuk memperoleh rumah baru di negara baru bagi para pengungsi dan pencari suaka sepertimu.

Waheeda, saat ini kau sudah menemukan rumah yang terbaik, di mana tak ada lagi rasa sakit, cemas dan khawatir tentang hari esok. Kami di sini masih berjuang Waheeda. Doakan kami tetap kuat menapaki hari demi hari.

Dari lubuk sanubari terdalam kudoakan semoga kau selalu bahagia di sana Waheeda, di negeri seberang pelangi.

Peluk sayang dari rindu dari sini.

Salam,

Lia Nathalia

(Mengenang Waheeda, pengungsi perempuan asal Afganistan yang aktif dalam program pemberdayaan perempuan pengungsi/pencari suaka)   


Photo by Ehimetalor Akhere Unuabona on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *