Menunggu Suara Azan

Oleh Putri Astrie

Teruntuk kekasih hatiku

Hari ini awal satu Ramadhan, semua umat muslim menjalankan kewajiban ibadah puasa.  Pun demikian dengan krucilku. Awal puasa merupakan hari yang sangat kau nantikan, Selama ini belum sekali pun dirimu menjalankan puasa Ramadhan sampai setengah hari. Bunda tahu karena kau masih kecil dan belum kuat untuk berpuasa, Tahun ini saat duduk di TK, dirimu mencoba ikut puasa dan Bunda salut pada kegigihanmu. Dirimu patut mendapatkan acungan dua jempol.

Saat sahur pun tiba, engkau tak perlu dibangunkan lagi. Suara alarm penanda khusus ternyata bisa membangunkamu dari mimpi indah di saat yang tepat. Luar biasa bukan? Hari biasanya untuk sekolah dirimu perlu dibangunkan beberapa kali. Namun, kali ini latihan puasa ternyata bisa membuatmu terbangun dari tidur tepat waktu. Subhanallah, semoga ini bisa menjadi latihan terbaikmu mulai detik ini.

Tak dapat dipungkiri rasa malas untuk mengawali santap sahur menderamu. Wajah kantukmu masih terlihat begitu nyata. Paket komplit antara ingin sahur dan mengantuk. Tampak dirimu enggan untuk menelan menu sahur yang ada di piring. Pelan-pelan, suapan demi suapan kecil akhirnya bisa masuk juga ke perutmu walaupun hanya sedikit.

“Tidak enak, Bun makan jam segini.”

Bunda maklum mendengar jawaban yang keluar dari bibir mungilmu itu. Makan di jam yang tidak biasa akan membuat orang malas untuk melakukannya. 

“Kalau tidak sahur, besuk tidak akan kuat puasa, Nak.”

Mendengar jawaban tersebut, terlihat raut semangat di wajahmu. Nasi dan lauk sederhana telur ceplok kesukaanmu telah berpindah ke perut kecilmu. Drama sahur dengan rasa kantuk teratasi setelah segelas susu berwarna putih menjadi penutup sahurmu. Terdengar nyaring doa niat puasa terlantunkan dari bibir mungilmu.

Tak lama kemudian azan Subuh berkumandang. Bergegas kau ambil wudu dan mengajak untuk melakukan salat Subuh di musala. Alhamdulillah salat Subuhmu di hari baik ini tak tertinggal. Pergi ke musala depan rumah kau lakukan dengan hati riang. 

“Wah, ada yang mau puasa nih.”

“Ya, aku sudah besar. Kata ustazah harus puasa,” jawabmu dengan lantang.

Mendengar jawabanmu itu, cukup menggelitik hati bundamu ini, Nak. Ternyata sekolah memang tempat paling ampuh untuk membekalimu sedikit ilmu agama. Bukan berarti bunda tak pernah mengajarimu, tetapi kenyataan yang terjadi pesan ustazahmu lebih mengena dan masuk ke alam pikiranmu.  Bunda saat ini merasa kalah bersaing dengan ustazahmu. 

Nak … suatu saat nanti kamu tentu akan paham kalau puasa itu bukan karena disuruh oleh ustazahmu melainkan suatu kewajiban yang harus dijalankan oleh umat muslim. Bunda maklum mendengar jawabanmu. Usiamu saat ini masih belum memungkinkan untuk memahami hukum-hukum agama Islam secara detail. Dirimu belum bisa menentukan mana yang wajib dilakukan atas kesadaran diri sendiri bukan atas perintah seseorang.

Setelah salat Subuh, tak seperti biasanya kau mengajak jalan pagi sepanjang jalan depan rumah hingga sampai ujung belokan. Ceriamu hari ini sangat membuat ibu bangga padamu. Pagi yang cerah di awal Ramadhan.

Tak terasa beberapa jam telah berlalu. Kegelisahan mulai tampak di raut wajah ayumu. Bukan karena lapar tetapi karena kehausan ingin minum. Cuaca di hari pertama puasa saat ini memang panas. Matahari memancarkan rasa kasih sayangnya pada semua makhluk yang ada di bumi ini dengan sinar teriknya. 

“Bu … haus.”

“Sabar, Nak. Sebentar lagi.”

“Haus, Bu. Aku haus,” renggekmu beberapa kali.

 “Ingat apa kata ustazahmu. Latihan puasa kalau belum bisa sampai azan Magrib boleh sampai azan Zuhur. Bertahanlah, Nak. Sabar sebentar lagi bedug azan Zuhur berkumandang.”

Maafkan bundamu, Nak. Kali ini mengikuti permainan katamu yang selalu membicarakan kata ustazah. Bukan Bunda tak tahu kebenaran apa yang harus dilakukan, tetapi semua itu demi kebaikan bersama agar latihan puasamu tidak batal.

Anakku sayang … sabar, ya, Nak. Tinggal sebentar lagi azan Zuhur tiba.

Raut mukamu berubah saat mendengar azan berkumandang. Masyaallah suara azan membuatmu ceria lagi, bagaikan seorang musafir yang menemukan oase di gurun yang gersang.

Terima kasih kau telah menunjukkan kesabaranmu melawan hawa nafsu. Tak tergoda untuk membatalkan puasa karena rasa haus. Ingatlah, Nak. Puasa itu adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan ibadah tersebut, termasuk makan dan minum, sejak dari terbitnya fajar sadiq (waktu Subuh) sampai terbenamnya matahari (waktu Maghrib). 

 Suatu saat nanti, ingatlah di sepanjang perjalan hidupmu perintah menjalankan puasa disampaikan oleh Allah Swt dalam surat Al-Baqarah ayat 183, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” 

Selamat, ya, Nak …dramamu awal puasa telah berakhir seiring azan Dhuhur berkumandang.Tidak masalah hanya sampai setengah hari. Tetap semangat Latihan puasanya agar di hari berikutnya bisa bertambah jam puasamu. Semoga kesabaranmu membawa hikmah dan kenangan suatu saat nanti. Puasa meningkatkan derajat ketakwaan umat Islam. Selamat berlatih puasa hingga satu bulan Ramadhan. Peluk cium dan cinta kasih dari bundamu

Tuban, 5 April 2022


Photo by Ramin Talebi on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *