COKELAT (1)
Meringkuk sepi dalam kegelapan
Hening malam berteman muram
Tak ada lagi gelak tawa, hanya kebisuan yang bersemayam
Aku bukan tak pandai berkaca diri
Banyak masa terbenam menghapus kisah
Dimana aku ternyata hanya goresan malam
bagimu
Cuma karena cokelat kulitku
Lalu kau hempas aku ke dalam lubang nestapa
Coba kau lihat sebaik apa kulitmu
sehingga menghakimi jadi sebuah pilihan
COKELAT (2)
Kehadiranmu selalu memberiku energi
Lembut teksturmu membuat lidahku menari
Manis rasamu menggetarkan hati
Rasa yang ingin terus ku ulangi
Di setiap penat yang bergelayut
Kegelisahan menghempas diri
Mengukir setiap kisah sedih
Namun cokelatku mampu mengusir sepi
Ingin ku raih bintang di langit
Mengukir kata di setiap bait
Tak apa punya impian selangit
Karena cokelat tetap terasa legit
COKELAT (3)
Ku reguk nikmatnya hangat kopi cokelat
Pagiku akan terasa hambar tanpa seruput
Menghitung detik yang terus mendekat
Serasa kerongkongan selalu tercekat
Sihir apa yang kau tanam
Wahai kopi berwarna cokelat
Sehingga tak meregukmu sesaat
Dunia terasa terbenam
Kekhasan aromamu mampu memberi hangat
Di saat gundah bersemayam kuat
Ingin selalu ku genggam erat
Agar tak satupun hati tersayat
Photo by Giancarlo Duarte on Unsplash