Jangan Ratapi Masa Depan

Oleh : Nining Handajani

Pernah suatu kali seorang teman lama datang, awalnya pembicaraan penuh basa basi karena beliau termasuk pejabat tinggi yang sedang disegani. Didampingi asisten pribadi, beliau bercerita tentang situasi dan kondisi negara saat ini. Perbincangan seru kami bertiga mulai berubah ketika ceritanya bergulir menjadi ranah pribadi. Sangat pribadi dan rahasia, sehingga beliau putuskan untuk berbincang empat mata saja denganku, dan sang asisten pribadinya undur diri dari ruangan tempat pertemuan. Gemerlapnya jabatan yang sedang diembannya, berbanding terbalik dengan kondisi rumah tangga bahkan pribadinya sendiri. Ada banyak hal yang diungkapkan tentang egonya, konsep tentang diri yang diatur oleh prinsip realitas dan ditandai oleh kemampuannya untuk toleransi dengan rasa frustasi.

Awalnya rasa percaya dirinya cukup tinggi. Sebagai kulit lapisan perlindungan terluar yang telah dibangunnya bahkan mengesampingkan banyak hal. Hingga lambat laun, pertahanan dirinya pecah perlahan, satu demi satu terungkap. Tentang masa lalu yang berat dan meninggalkan banyak kenangan juga perjuangan. Masa kini sebagai kejayaan dan mimpinya tentang masa depan penuh harapan. Tetapi merasa sia-sia dengan segala apa yang telah dilaluinya. Ketakutannya yang paling utama adalah dikuasai oleh pikiran dan perasaannya bahwa segala mimpinya akan menjadi sia-sia.

Lain cerita tentang seorang pejabat tinggi, datang berkunjung kepadaku seorang kerabat. Tanpa ba bi bu…menceritakan kegagalannya naik ke pelaminan yang dianggapnya sebagai hal yang sangat memalukan dalam hidupnya. Sebagai pria dewasa yang telah mapan secara finansial, gagah rupawan, rencana pernikahan yang sudah siap diselenggarakan, dibatalkan secara sepihak oleh calon mempelai wanita.

Rasa kecewa, marah bahkan berinistiatif melakukan balas dendam pada mantan pacarnya. Tidak ada lagi kata-kata manis pada perbincangannya denganku. Penuh umpatan, intonasinya tinggi dan meledak-ledak. Segala daya upaya untuk tetap mengadakan pernikahan telah dilakukannya. Tetapi apa mungkin ketika rasa sayang dan cinta pihak calon mempelai wanita sudah punah akan tetap terlaksana? Melakukan balas dendam menjadi angan-angannya, harapannya sederhana sama-sama merasakan gagal dan tidak bahagia.

Seorang ABG usia sekolah menegah pertama, menghampiriku, menceritakan segala kesulitannya dalam menjalani program belajar online. “Bayangkan ya tante, belajar di kelas saja, aku seringkali sulit konsentrasi. Apalagi belajar online. Belajarnya seperti di awang-awang. Tapi bunda dan ayah menuntut nilaiku bagus. Katanya untuk contoh buat adik-adikku”. “Aku capek tante. Setiap hari diomeli, setiap hari dimarahi. Nggak pernah ada benarnya. Apapun yang aku lakukan pasti salah. Nggak enak jadi anak pertama”, ucapnya penuh sensasi. Kupegang tangannya yang dingin. Keringat dingin juga mengucur dari dahi hingga lehernya. “Aku nggak tahu tante, apa aku bisa lulus dengan nilai baik. Pinginnya sih SMA nanti aku homescholling. Tapi ayah sama bunda pasti marah lagi, pasti nggak setuju”, harapnya meminta dukungan dariku.

Semua itu hanya sekadar cerita demi cerita tentang aneka ragam masalah yang pernah menyapaku. Masalah satu dengan lainnya walaupun berbeda, memiliki benang merah yang sama. Ada masa lalu yang telah terlewati, ada masa kini yang sedang dijalani, dan harapan semua manusia pada umumnya untuk memiliki masa depan lebih baik daripada masa kini.

Membicarakan masa lalu akan lebih menyenangkan jika berisi kenangan manis. Namun kenyataannya, adakalanya masa lalu juga menghadirkan kenangan pahit. Sayangnya semua hal itu tidak bisa dihapus. Tidak semua orang mampu mengambil hikmah peristiwa dari masa lalu. Namun daripada berlarut, bukankah lebih baik mengubah yang pahit menjadi sebuah kekuatan.

Hiduplah pada masa sekarang! Menjalaninya dengan segala daya upaya sebagai kekuatan pribadi mulia. Melewati segala rintangan dan cobaan, walaupun berat tetapi kisah masa depan adalah ciptaan masa kini yang sedang kita upayakan.

Berhentilah menyesali masa lalu yang sudah terlewatkan,
dan jangan meratapi masa depan,
ketika kebenaran juga keberhasilannya sedang diupayakan.
(Nining Handajani).

Kalimat demi kalimat yang aku rangkai, bukan untukmu, untuk dia, untuk mereka atau kalian semua. Tapi benar-benar aku buat sepenuh hati untuk diriku sendiri.

Apakah hidup ini berat? Tidak! Memahami hidup ini sebenarnya mudah. Kita yang menjalani acap kali mengada-ada, menjadikannya rumit hingga terkesan beraneka ragam masalah dan nampak tidak ada jalan keluarnya.

homescholling : jalur pendidikan keluarga dan lingkungan atau informal.


Photo by Hadija Saidi on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *