Oleh: Lia Nathalia
Hari ini, kita sudah hampir mencapai akhir perjalanan tahun 2021. Selama hampir 365 hari banyak cerita yang telah kita lewati. Ibaratnya makanan, ada rasa manis, asam, asin, gurih, pahit, hambar telah kita lalui, baik silih ganti datangnya atau bersamaan.
Banyak kehilangan orang-orang baik kualami sepanjang tahun ini. Bahkan ada di satu kurun waktu hampir bersamaan ketika aku harus mengikhlaskan kepergiaan beberapa kekasih hati. Namun kenangan baik tentang mereka yang ingin kukenang, bukan rasa kehilangan yang sifatnya sementara.
Karena kuyakin, mereka yang telah menyelesaikan garis akhir perjalanan fana, akan tetap hidup dalam kenangan kita yang masih berjuang mencapai garis akhir masing-masing.
Dengan keyakinan itu, aku ikhlaskan kepergian para pencapat garis akhir, para kekasih hati, mereka yang pernah menjadi bagian dalam bab-bab kehidupanku.
Dan seperti halnya di tahun 2020, tahun 2021 kita semua masih harus bersama dalam suasana pandemi Covid-19. Banyak kisah yang telah kita dengar, banyak rasa telah membumbui tahun ini. Kita juga menyaksikan berbagai peristiwa alam yang mengiringi langkah-langkah kita di tahun ini.
Lazimnya perpisahan, ada rasa enggan, sedih dan ketidakikhlasan, demikian pula yang kurasakan ketika detik demi detik berlalu, mengantar kita makin mendekati waktu perpisahan dengan tahun 2021 ini.
Karena banyak kenangan telah kita ukir bersama, banyak canda dan tawa, banyak suka dan duka, banyak pertemuan dan perpisahan. Dan dari semua itu, banyak rasa syukur yang telah pula didengungkan, dikidungkan, diteriakkan dengan berbagai ekspresi.
Keengganan berpisah biasanya hadir karena ketakutan pada ketidakpastian yang akan kita hadapi entah di tempat baru atau suasana baru atau waktu yang baru. Demikian pula ketika akan berpisah dengan tahun yang sedang berjalan menuju garis akhirnya. Ada ketidakpastian menanti kita di seberang garis akhir 2021, saat menapak di tahun 2022.
Situasi pandemi masih akan kita alami dan kita tak tahu akan sampai kapan ia berakhir. Pandemi mempengaruhi banyak kebijakan negara-negara yang berpengarah pada kehidupan warga dunia di berbagai hal.
Dengan ketidakpastian yang ada di depan saat melangkah ke tahun 2022, harapan-harapan saja yang bisa kita pupuk subur di hati.
Kebanyakan orang kemudian membuat resolusi tahun baru. Yang lain sibuk merancang pergantian tahun seperti apa yang akan dilakukan. Ada yang akan kumpul bersama keluarga, ada yang masih harus tetap bertugas saat waktu berganti ke tahun baru, ada pula yang mungkin tak punya tempat berteduh dan makanan saat waktu melintas dan berganti.
Aku tak punya kebiasaan membuat resolusi tahun baru. Percuma. Aku tak ingin kurus kalau resolusinya soal perubahan berat badan atau bentuk tubuh.
Namun satu hal yang selalu menjadi harapanku tiap pergantian tahun , semoga aku bisa menjadi orang yang lebih baik lagi dari hari ini.
Beberapa hari terakhir ini, ada beberapa pesan yang kerap kusampaikan pada beberapa kawan: Jangan berhenti jadi orang baik, jangan berhenti berbuat baik. Roda kehidupan selalu berputar. Dan kalau hari ini kita sedang di posisi yang tidak nyaman, selalu percaya bahwa ini hanya sementara, di lain hari kita mungkin akan berada di posisi berbeda.
Kita menyampaikan itu kepada kawan-kawan, aku sebenarnya sedang menasihati diriku sendiri. Mungkin menjadi orang baik adalah hal mudah bagi banyak kawan di luar sana. Buatku, aku masih belajar jadi orang baik dari hari ke hari. Itu adalah hal yang ingin tetap kuupayakan, bahkan ketika menapaki tahun 2022 nanti.
Memang perlu selalu menata hati, karena tak semua kebaikan yang kita niatkan akan diterima sama bagi orang lain. Di situlah tantangan kita untuk bisa berlapang hati, mengingat niat ketika melakukan kebaikan tanpa berharap mendapat balasan atau apreasiasi. Kalaupun mendapat balasan tak setimpal, tetap jangan mengurungkan niat untuk tetap berbuat baik dan tetap berusaha menjadi orang baik dan jangan pernah kapok.
Mudah diucapkan atau disampaikan, semoga akan mudah juga dijalankan saat berada di tahun yang baru nanti.
Jangan kapok jadi orang baik, jangan berhenti belajar jadi orang baik.
Photo by Anika Huizinga on Unsplash