Melangitkan Doa Menggapai Asa

Oleh: Putri Astrie

Waktu sekolah sampul bukuku tidak pernah bersih dari goresan pena. Tulisan berupa puisi sering terpajang di sana. Lewat puisi kucoba mengungkapkan semua rasa yang ada di hati. Peristiwa sedih dan gembira mewarnai isinya. Teman-teman yang meminjam buku catatan dan sempat membacanya sering mengatakan bahasaku lebay. Ucapan yang berupa candaan tersebut biasa kutanggapi dengan senyuman. Tak membuatku patah arang Ketika mendengar kata tersebut. Rasa ingin menulis tersebut tetap berlanjut.

Menulis bagiku berarti menuangkan kreativitas atau gagasan ke dalam bentuk bahasa tulisan. Melalui tulisan aku bisa mengungkapkan isi pikiran, ide, pendapat, dan keinginan yang seringkali sulit diungkapkan menggunakan bahasa lisan. Setelah apa yang menggajal bisa ditorehkan akan ada kelapangan di hati. Rasa sedih akan berkurang apabila ada tempat untuk mencurahkannya. Menulis dapat membantu meluapkan emosi yang sedang dirasakan dan pendam. 

Aku bebas membuat tulisan ketika sedang sedih, senang, galau, marah atau lainnya saat tidak bisa bercerita kepada orang lain. Percaya atau tidak, cara ini sangat manjur untuk menuangkan emosi sehingga tidak ada yang terpendam. Tidak semua orang memiliki tempat untuk curahan hati. Jadi, tak ada salahnya tempat curahan hati itu di buku yang bisa disimpan sendiri secara rahasia.

Pertengahan tahun 2019 menjadi awal tonggak menulis tertancap kembali. Pada saat itu ada kegiatan workshop literasi. Setiap gugus sekolah diwajibkan untuk mengirimkan perwakilannya. Setelah diumumkan di gugus sekolah ternyata, tidak ada yang berminat untuk mengikuti kegiatan ini. Akhirnya, sekolah menunjukku untuk mengikuti kegiatan tersebut. Mau tak mau harus siap berangkat melaksanakan tugas yang diberikan sekolah.

Workshop literasi ini merupakan kerja sama antara dinas pendidikan kabupaten dengan sebuah media pendidikan yang berada di kota Surabaya. Kegiatan literasi yang mencanangkan program satu guru satu buku “Sagusabu”. Setelah berakhirnya kegiatan diharapkan ada hasil yang dapat dikembangkan oleh peserta. Ada satu bukti kongkret melalui karya nyata berbentuk buku yang ditulis.

Kegiatan literasi ini berlangsung tiga hari. Waktu yang cukup singkat untuk belajar menulis. Banyak sekali pengetahuan yang baru kuketahui saat mengikutinya. Aku sangat awam sekali dalam dunia menulis. Menulis hanya sekedar asal menulis saja tanpa memperhatikan ejaan dan sebagainya. Penggunaan huruf kapital yang sering salah penempatannya. Tanda baca yang kurang tepat penggunaannya dan dialog tag belum juga paham.

Pemberian materi diajarkan secara singkat dan langsung dipraktekkan. Ternyata … oh ternyata … menuangkan ide itu dan merangkainya menjadi kalimat yang tepat sangat sulit.  Hal ini merupakan tantangan dan memacu semangatku untuk menuangkan semua yang ada di kepala ini. Usaha agar bisa menghasilkan sebuah tulisan walaupun belum benar harus dilakukan secepatnya.

“Kalau temanku bisa membuat buku artinya aku pun harus bisa.”

Bimbingan selanjutnya dilakukan lewat grup whatsapp. Aku hanya sebagai penyimak saja karena tidak tahu apa yang harus ditanyakan atau dikerjakan secara tepat. Dengan berjalan tertatih-tatih dan waktu yang diberikan hanya satu bulan untuk menyelesaikannya akhirnya naskahku selesai juga. Apa pun hasilnya disyukuri saja. Naskah tersebut memang jauh dari kata sempurna, tetapi ada kebanggaan tersendiri untuk mewujudkan menjadi sebuah buku. Satu hal yang tetap terpatri hingga detik ini slogan “Sing penting nulis dulu”.

Proses membuat buku memang tak semudah yang dibayangkan.  Pada saat itu proses edit, lay out, cover dan cetak, semua biaya ditanggung oleh peserta sendiri. Biaya yang harus keluar cukup menguras uang bensin. Benar kata pepatah “Jer basuki mawa bea” yang artinya segala sesuatu untuk mewujukannya itu memerlukan biaya. Ada sensasi tersendiri bisa memeluk buku karya sendiri. Buku “Pelangi di Penghujung Tahun” menjadi saksi perjalanan menulisku. Ada kebanggaan saat karya tersebut di launching bersama karya teman-teman. Hati tak percaya seakan hanya mimpi belaka.

Setelah memiliki buku dan bergabung pada komunitas menulis, membuatku tertantang untuk bisa berkarya lagi. Kendala utamanya, aku belum bisa konsisten menulis setiap hari.  Ada saja pekerjaan baik di sekolah maupun rumah yang menjadi penghalang. Aku masih kesulitan untuk membagi waktu antara bekerja dan hobi menulis. Entah kapan  bisa mewujudkan menulis secara rutin.

 Komunitas menulis yang sangat berjasa untuk menggelorakan hati yang meronta diantaranya IGPT, Boooks4care, dan SPP. Pada komunitas ini aku ikut terlibat menuangkan ide menulis hingga membuahkan hasil berupa buku antologi dan satu buku solo. Ada beberapa antologi yang tercetak baik yang menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa. Buku solo tahun ini berjudul” Arunika Kisah Prajurit”. Buku ini tercetak atas bimbingan Mbak Bunga di komunitas Srikandi Pena Prajurit. Satu komunitas yang khusus membuat buku bertema polisi dan tentara.

 Aku hanya sekedar penggembira yang ikut serta dalam kegiatan menulis. Dibandingkan teman-teman yang sudah profesional, aku laksana butiran debu. Namun, bagiku, bisa mempunyai buku solo tahun ini sungguh luar biasa. Bisa mengikuti jejak menulis menulis merupakan anugerah tak ternilai. Semoga saja ada yang  menyukai dan mau membaca bukuku.

Tahun ini ada beberapa tantangan menulis yang kuikuti. SAIK yang sering diselenggarakan oleh Books4care sangat bermanfaat bagi penulis pemula sepertiku. Ada pemberian materi yang dapat menambah wawasan.  Seperti saat menulis memoar, aku belum pernah sama sekali menulisnya. Tulisan yang pernah kubuat hanya berupa cerpen, cernak, puisi, geguritan, dan cerkak. Jadi, saat menulis memoar merupakan hal baru. Tantangan menulis memoar sangat membuat bingung tetapi ingin menuntaskannya. Malu kalau harus berhenti di tengah jalan. Semoga tahun depan masih ada SAIK lagi yang membuatku ingin mengikuti tantangannya dan mendapat hadiah buku.

Setiap orang memiliki harapan yang ingin diwujudkan. Keinginan terbesarku adalah bisa menyelaraskan antara pekerjaan dan kegemaran menulis. Suatu hari nanti aku ingin menulis bukan hanya sekedar hobi melainkan sebuah pekerjaan yang sangat dirindukan. Pekerjaan menghasilkan tidak saja secara karya tetapi finansial juga. Saat ini karyaku mungkin belum dilirik oleh penikmat buku. Tak ada sesuatu yang mustahil. Besar harapanku, entah berapa tahun atau puluh tahun akan ada karya yang dicari oleh pembaca.

 Harapanku setiap tahun bisa ikut terlibat dan menambah koleksi membuat buku antologi. Setiap tahun bisa membuat buku solo merupakan mimpi besarku. Paling tidak aku ingin memiliki lima buku solo yang suatu saat nanti bisa merupakan bukti pengembangan diri di dunia pendidikan. Usaha tak menghianati hasil. Manusia dapat melangitkan doa untuk menggapai asa. Membumikan ihtiar demi terwujudnya impian. Tidak sekedar hayalan asal ada niat dan usaha. Tetap menyemangati diri sendiri agar mampu untuk mewujudkan semua itu. Semoga Allah Swt. senantiasa meridai langkah ini sehingga impian ini terwujud secara nyata.



Photo by Anne Nygård on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *