Lirih Asa

Oleh: Siti Atikah

“Bu, Diana (nama samaran, ya) minggu kemarin nikah. Lo tau nggak?” ucap Nisa, sahabat sekaligus rekan kerjaku di sekolah lewat pesan WhatsAppnya pada suatu pagi. “Suaminya yang sekarang duda ditinggal meninggal, punya satu anak perempuan seumuran sama anaknya” lanjut Nisa.

Kubalas pesannya dengan mengiyakan berita tersebut karena memang sejak sebulan terakhir, aku melihat feed IG Diana, rekan kerja kami di sekolah, yang beberapa kali memperlihatkan momen bahagia itu. Kabar serupa juga datang beberapa waktu sebelumnya dari mantan rekan kerja kami yang lain. Kami ikut bahagia meskipun hanya bisa memberi ucapan selamat via kolom komentar di feed IG yang ia unggah mengenai hari pernikahannya.

Yaa, betapa kami senang mendengar dua rekan kami setelah sekian lama menjadi single mom akhirnya menemukan pendamping hidup dan ayah bagi anak mereka. Memiliki keluarga lengkap adalah salah satu anugerah yang layak mereka dapatkan dan saya sungguh terharu sekaligus bahagia untuk mereka. Time has paid all their sorrows beautifully karena menjadi single mom itu tidak mudah. Saya tahu persis bagaimana rasanya because I’m one of them and still going on.

Being a single mom di Indonesia berat, loh. Terutama karena stigma yang melekat dan kerap dijadikan olok-olok oleh masyarakatnya, yang tak lain dari kata “janda” itu sendiri. Entah apa awal historinya sehingga kata tersebut menjadi stigma yang menakutkan bagi para wanita yang karena pilihan, takdir, dan berbagai kondisi lainnya sehingga membawa jalan hidup mereka menjadi janda. Memang tak menutup mata bahwa ada sebagian oknum yang melakukan perilaku dan tindakan negatif dengan statusnya tersebut. Namun, sayangnya imbas dari apa yang dilakukan sebagian oknum tersebut menjadi stigma tanpa ujung bagi seluruh wanita yang berstatus janda di negeri ini, tanpa terkecuali.

Pernah terbayangkah oleh kalian bagaimana efeknya bagi psikis kami harus menerima stigma tersebut padahal kami menjadi janda karena suami meninggal, atau karena diselingkuhi, dan bahkan karena mengalami kekerasan dalam rumah tangga? Padahal kami selama menjadi janda harus bekerja keras dengan jalan halal demi anak-anak atau anggota keluarga yang harus dinafkahi. Pernahkah sedikit saja kalian berpikir ketika melontarkan candaan dengan kata “janda” bisa jadi akan menghancurkan psikis kami yang sudah kelelahan bertahan demi keluarga tercinta? Pernahkah?

Saya pribadi, jujur, tak terlalu ambil hati jika ada di antara kenalan, rekan, atau kawan saya bercanda dengan menggunakan stigma tersebut. Why? Karena saya tidak pernah merasa menjadi seperti apa yang dikatakan dalam candaan tersebut. Adakah rasa tidak nyaman ketika mendapat gurauan dengan hal itu? Yes, of course. I’m just a human. Akan tetapi, bagi saya yang terpenting adalah bagaimana saya sebagai individu yang notabene adalah janda dengan dua putra bisa tetap bermartabat dengan menjaga perilaku saya sesuai koridor norma masyarakat dan norma agama yang berlaku.

Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua single mom bisa punya ketahanan batin dan pola pikir yang sama dengan saya. Di sanalah perlu rasa empati dari masyarakat kita agar tak terus-menerus bercanda dengan hal yang dapat menyakiti orang lain yang kita tak pernah tahu apa beban dan masalah hidup yang harus dihadapi setiap detiknya, seorang diri, tanpa pasangan hidupnya. Maka, harapan saya masyarakat bisa lebih bijak dalam bersikap mengenai hal ini pada khususnya, serta pada hal-hal lain pada umumnya. Human helps human.

Harapan saya yang lain adalah tentang memiliki keluarga utuh. Setiap manusia, lumrahnya ingin memiliki keluarga utuh bersama pasangan dan anak keturunannya. Hanya saja, tak semua orang mendapatkan karunia tersebut. Sebagai ibu tunggal, saya pun ingin bisa berkeluarga kembali dengan seseorang meskipun kini standar dan harapan saya sudah tidak asal seperti dahulu kala. Timbul tanya yang kerap muncul di relung hati belakangan ini. Do I need someone who can complete my life with my kids? Am I ready to start a marriage life again? Can I compromise with all the consequences? Will be my life easier if I get married again? Am I deserved for that bless? Entahlah…

Antara keinginan, keraguan, dan realitas untuk kembali berkeluarga dengan seseorang seringkali tumpang tindih. Keinginan ada karena pastinya kedua orang tua dan adik saya tak akan selamanya mendampingi saya serta anak-anak. Jika sedang menyadari hal itu, muncul kekhawatiran mampukah saya membesarkan anak-anak tanpa mereka, sementara selama ini hidup saya banyak tergantung oleh kehadiran mereka? Lalu, keinginan untuk berumah tangga lagi muncul karena rasanya nikmat bisa beribadah pada Sang Maha Kuasa bersama seseorang yang mampu membimbing diri ini dan anak-anak agar senantiasa dalam ridaNya. Namun, keraguan kerap muncul dalam diri yang sering bertanya mampukah saya menjadi istri lagi? Atau akankah saya tak dikhianati lagi?

Kemudian, setelah keinginan dan keraguan sering bertubrukan, realitas pun seakan menyahut bahwa diri ini sungguh masih jauh dari layak untuk dapat berumah tangga lagi, baik dari sisi batin, apalagi fisik. Belum lagi lingkaran sosial yang terbatas sehingga kalau pakai logika, yaa susah deh ‘tuk bertemu jodoh lagi. Namun, tentu tidak jika Allah yang sudah mengaturNya. Iya, kan? Maka, hanya doa dan harap yang bisa saya langitkan. Semoga saja Allah mengaruniakan saya untuk berumah tangga lagi tahun depan dengan seseorang yang taat padaNya serta mapan hingga kami dapat membina keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, Aamiin.

Jika dua hal yang saya paparkan di atas adalah harapan yang rasanya muluk-muluk, maka di akhir tulisan ini, izinkan saya menorehkan harapan-harapan yang tak pernah luput saya lantunan dalam setiap doa-doa saya padaNya.

Yaa Allah… Betapa diri ini penuh dengan khilaf dan dosa, dari yang disengaja maupun yang tak disengaja. Oleh karenanya, saya mohon ampunilah hambaMu yang hina ini. Ampunilah pula dosa-dosa kedua orangtua, adik, dan anak-anak saya. Berkahilah usia yang Engkau berikan kepada kami. Kelak, saya mohon dengan sangat padaMu, kumpulkanlah kami kembali di surgaMu bersama hamba-hambaMu yang beriman dan taat padaMu. Kabulkanlah, Yaa Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aaamiiin.

IG : @atikcantik07


Photo by Marcelo Silva on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *