Oleh: Mia
Bukan berarti aku cemen, tak mau mencari solusi di rumah peninggalan ayah. Aku lelah berselisih pendapat dengan pemuja ART. Aku mencari habitat yang tepat untuk perkembanganku. Aku tidak mau kerdil di zona yang menekanku. Aku ingin mengepakkan sayap seperti yang diwejangkan ibu kepadaku. Aku harus menentukan pilihan, bertahan di rumah pusaka tapi terluka atau pergi seorang diri untuk bertransformasi yang lebih baik lagi. Aku pun pergi meninggalkan rumah dengan bekal seadanya. Setelah aku putuskan tinggal di indekos, lebih tepatnya akhir bulan September dua ribu dua puluh satu, hidupku semakin tenang dan nyaman. Ketenangan jiwa nomor satu. Harta benda dapat dicari.
Di tempat baru, hari-hariku aku isi dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla. Selain itu, aku semakin mengasah kemampuan menulis. Aku semakin rajin mengikuti kelas menulis secara online baik itu gratis maupun berbayar. Kelas buku nonfiksi parenting, kelas buku ajar, dan kelas buku aktivitas program yang dibimbing oleh cikgu. Tak hanya program intensif, aku juga mengikuti kelas menulis picture books dan illustrated books program murmer kilat. Selain aku mengikuti kelas menulis, aku juga semakin rajin mengikuti Kelas bincang editor via Zoom.
Setelah mengikuti kelas, aku mengaplikasikan ilmu yang kudapatkan. Aku mulai mencoba mengirimkan naskah full picture books beserta rangkaian ke salah satu penerbit. Meski belum mendapatkan kabar ACC, tetapi hatiku sudah merasakan mendapatkan sesuatu yang berharga. Dadaku semakin terasa lega. Beban di kepalaku terasa ringan. Aku telah melewati tahap awal menuju gerbang menebar kebaikan melalui tulisan. Selain itu, kesehatan dan konsentrasiku meningkat. Aku sudah terbebas dari insomnia.
Selain kenyamanan, aku bisa menambah relasi di tempat baru. Aku mengenal warga kos dari berbagai penjuru Nusantara. Aku berkomunikasi dengan mereka di ruang bersama pada saat aku senggang dari aktivitas menulis. Kisah mereka sangat seru. Ya, cerita mereka sangat menginspirasi. Selain menulis, aku juga berselancar mencari informasi lowongan pekerjaan. Aku usap-usap layar smartphone-ku untuk menelusuri peluang yang sesuai dengan bekalku. Pencarian aku hentikan sesaat kemudian, salah satu laman perguruan tinggi menginformasikan membuka formasi dengan kualifikasi pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikanku. Aku coba kirim lamaran via email. Aku tidak pernah memikirkan diterima atau tidak, yang penting aku telah berusaha.
Aku sudah aktif mengikuti salah satu komunitas penulis sejak tahun dua ribu tujuh belas. Aku mengikuti event lomba puisi dan cerpen serta undangan menulis antologi di komunitas itu. Di indekos, aku masuk ke beberapa komunitas penulis. Alhasil, aku semakin banyak pengalaman yang kudapatkan dan relasi meski secara online. Di sana, banyak penulis ternama mengadakan webinar rutin secara gratis. Ilmu yang kuterima mulai dari meramu unsur intrinsik sebuah karya hingga pascamenulis, seperti swasunting, desain cover, strategi pemasaran, dan masih banyak lagi. Selain itu, aku semakin menekuni novel digital di platform. Aku mengenal platform kepenulisan beberapa tahun sebelum tinggal di indekos.
Di sela-sela kegiatan menulis, aku menyusuri setiap jalan sekitar indekos. Aku mencari kontrakan untuk menghidupkan usahaku yang pernah mati suri karena aku fokus melanjutkan studi. Aku pernah memiliki sebuah lembaga bimbingan dan motivasi belajar yang kurintis sejak lulus Sekolah Menengah Atas. Usahaku sudah dipercaya masyarakat waktu itu. Setiap periode, aku mendapatkan dua ratus lima puluh siswa. Karena itu, aku ingin menghidupkannya kembali. Cita-cita kedua orang tuaku, yaitu aku harus menjadi guru mengikuti jejak ayahku. Selain jadi guru, aku dicetak menjadi pribadi yang mandiri. Hobi menulis mengalir dari hobi ayah dan nenek moyangku.
Beberapa pekan kemudian, aku menerima pesan via WhatsApp. Aku dinyatakan lolos seleksi administrasi. Aku pun dipanggil untuk mengikuti tahap micro teaching dan tes tulis. Meski belum ada informasi lolos seleksi micro teaching dan tes tulis, aku sudah senang. Setidaknya, aku sudah berusaha semampuku. Aku yakin sedikit demi sedikit, usahaku pasti dijawab oleh Allah Sang Maha Pemurah. Terkadang, kita harus mencari tempat baru untuk membuka jati diri. Aku lebih bahagia dengan hasil jerih payahku sendiri. Aku pantang menyerah merajut asa meski seorang diri.
Photo by Jayden Yoon ZK on Unsplash