Oleh: Tyasya
“Dalam hidup, ada beberapa hal yang tidak sengaja terjadi dan melibatkan kita. Terkadang, hal itu bisa membuat kita tertawa begitu saja.”—Tyasya.
Menjadi seorang wali kelas (walas) adalah amanah lain dari seorang guru. Sejak pertama kali mengajar di tahun 2018, Alhamdulillah setiap tahunnya masih dipercaya menjadi walas.
Kali ini, aku akan menceritakan dua buah kejadian yang terjadi di awal tahun ajaran 2021/2022. Sebut saja ada empat orang guru, yaitu Ani, Budi, Cinta, dan Dani yang masing-masing diberikan amanah menjadi walas satu, dua, tiga, dan empat.
Seperti biasanya saat awal tahun, masing-masing walas akan membuat grup kelas dan memperkenalkan diri. Begitu pula yang dilakukan oleh mereka berempat. Tidak ada perbedaan berarti.
Namun, suatu hari, Ani menyadari, dia tidak mengajar kelas satu. Maka dia melaporkannya kepada wakil kepala sekolah bagian kurikulum. Ternyata, Cinta juga senasib dengan Ani. Meskipun sebenarnya tidak ada masalah, tetapi memang lebih baik jika seorang walas mengajar di kelas yang bersangkutan. Agar lebih memahami murid di kelasnya.
Akhirnya, mereka berdua bertukar kelas. Karena Ani mengajar di kelas tiga dan Cinta mengajar di kelas satu. Masing-masing berpamitan di grup kelas dan memperkenalkan walas yang baru.
“Salam anak-anak, untuk wali kelas satu sekarang adalah Bu Cinta ya. Ibu mohon izin keluar grup. Maaf jika ada salah ” tulis Bu Ani di grup kelas satu.
Tidak lupa Ani menambahkan Cinta ke grup dan menjadikannya admin. Begitu pula Cinta lakukan di grup kelas tiga.
Beberapa jam setelah mereka berpamitan dari grup masing-masing, ada pesan dari wakil kepala sekolah.
“Bu Ani tetap jadi walas satu, ya. Bu Cinta juga tetap jadi walas tiga. Nanti jam mengajar yang diubah.”
Mereka berdua sontak tertawa bersama saat mengetahui hal itu. Lebih ke menahan malu, sudah berpamitan, tetapi kembali lagi ke dalam grup.
Nah, kejadian kedua terjadi beberapa bulan sesudah kejadian Ari dan Cinta. Dani yang menjadi walas empat, tidak pernah mengira kalau dirinya akan mengalami hal yang mirip dengan Ari dan Cinta. Bedanya, kali ini dia benar-benar harus bertukar kelas.
Sejak awal, Budi tidak pernah mengeluhkan tentang dia yang tidak mengajar di kelas dua. Tidak seperti yang dilakukan Ani dan Cinta. Jadi, Dani sama sekali tidak tahu menahu tentang hal itu.
Selama dua bulan berjalan, masing-masing dari mereka melakukan kewajibannya di kelas masing-masing dengan semaksimal mungkin. Dani sudah merasa nyaman dengan kelasnya. Dia juga berpikir Budi juga seperti itu.
Hingga suatu hari, ketika Dani sudah pulang dari piket di sekolah, ada telepon masuk ke ponselnya. Karena itu dari wakil kepala sekolah, maka tidak sopan jika tidak diangkat.
“Bu Dani, Pak Budi kan nggak ngajar di kelas dua, tetapi ngajar di kelas empat. Gimana kalau tukeran kelas?” tanya wakil kepala sekolah melalui telepon.
Dani yang mendengarnya tentu terkejut. Dia tidak menyangka akan ada perubahan setelah beberapa bulan berlalu. Akan tetapi, untuk menolak lewat telepon juga tidak enak.
“Oh, ya udah, Pak. Boleh. Diatur saja,” jawab Dani pada akhirnya.
Proses pertukaran kelas itu tidak mudah. Karena waktu sudah berjalan, bonding sudah terbentuk. Namun, harus tetap dikomunikasikan agar perubahan itu berhasil dengan baik.
Dani tentu tidak mau dicap jelek jika ada hal yang menghambat perpindahan walas itu. Dia tidak tahu apakah Budi berpikiran sama.
“Salam anak-anak, sehubungan dengan adanya perubahan amanah, walas kalian sekarang menjadi Pak Budi, ya. Ibu minta maaf jika ada salah selama memandu kalian di kelas. Selamat datang Pak Budi di kelas empat,” tulis Dani di grup kelasnya.
Budi juga berpamitan di grup kelasnya setelah menambahkan Dani. Begitulah perubahan itu terjadi.
Untuk Budi, mungkin itu hal yang melegakan. Akan tetapi buat Dani, ini menjadi kejadian yang unik.
Kelas dua, sesungguhnya adalah kelas yang awalnya tidak dia sangka akan menjadi kelasnya. Karena kalau boleh memilih, dia tidak akan memilihnya. Namun, ternyata justru sekarang itu menjadi kelasnya.
Mengingat hal itu, membuat Dani tertawa miris. Dia teringat sebuah pepatah, “Janganlah kamu terlalu membenci sesuatu, karena bisa jadi dia malah semakin didekatkan denganmu.”
Photo by Jason Goodman on Unsplash