Oleh: Dwayne
Libur telah tiba. Hal pertama yang selalu kami lakukan adalah mempersiapkan bekal dan oleh-oleh untuk segera pergi ke rumah Nenek. Suasana segar dengan pemandangan sawah yang luas membuat hati terasa sejuk dan tenang. Rehat sejenak, jauh dari hiruk pikuk kota dengan segala persaingan untuk mengejar target surgawi.
“Mom, berapa baju yang harus Bening siapkan?”
“Tiga pasang baju bagus dan satu jaket. Nanti satu pasang yang kamu pakai berangkat dan dua pasang masukkan ranselmu saja.”
Mommy menjelaskan agar anaknya tahu cara mempersiapkan pakaian untuk perjalananya sendiri. Beliau selalu berusaha mengajarkan kemandirian. Agar aku dan adikku segera siap jika sewaktu-waktu ditinggal beliau atau Papa bertugas jauh, yang membutuhkan beberapa hari meninggalkan rumah. Yang kedua juga mempersiapkan kami agar jika kami suatu saat sekolah jauh maka kami tidak butuh lama untuk beradaptasi.
Life skill yang diajarakan Mommy mulai dari mengajari kami cara aman memasak. Cara membuat bumbu biar masakannya enak. Juga mengajarkan cara mencuci, belanja yang pintar dengan menunjukkan ciri-ciri bahan yang segar dan murah.
Di kamar sebelah, Adik juga sibuk mempersiapkan baju yang akan dipakai selama perjalanan. Kalau baju yang untuk sehari-hari sudah ada di rumah nenek. Jadi Mommy selalu mengingatkan tidak usah bawa baju yang banyak. Perjalanan bisa praktis dan mobil terasa longgar kalau barang bawaan secukupnya saja.
Persiapan cukup, kamipun meninggalkan rumah dengan mata berbinar. Sepanjang perjalanan berbagai genre musik diputar. Kami menyanyi bersama. Makan cemilan berbagai buah yang sudah dipotong sama Mommy. Tiga jam kemudian kami sudah tiba di rumah orang tua Mommy. Adik langsung menghambur ke pelukan nenek yang sudah menyambut kami di beranda rumah. Dia yang paling excited jika kami berkunjung ke rumah nenek karena suka bertualang ke sawah dan sungai.
Postur tubuh Mommy dan nenek hampir sama. Tinggi 165cm dan berat antara 60 sampai 65 kg. Jenis rambut lurus sedikit ikal panjang hampir sebatas pinggang. Mereka berdua sama-sama mengepang rambutnya satu di belakang.
Sore itu kami sedang duduk santai di ruang keluarga. Nenek dan Mommy sibuk di dapur membuat camilan. Karena Mommy ingin membuat wedang sereh maka beliau memetik tanaman itu di halaman belakang. Tiba-tiba adik yang keluar dari kamar mandi berlari kecil ke arah Nenek yang sedang menggoreng pisang membelakanginya. Tanpa ba bi bu Adik memeluk Nenek dari belakang dan bercerita kegeliannya ketemu kecoak di kamar mandi.
Nenek belum berkomentar. Adik yang sudah bicara panjang lebarmerasa aneh kenapa Mommynya diam saja. Dia memukul-mukul nenek yang diam saja. Tapi yang di pukul masih serius dengan masakannya. Adik yang merasa marah bicaranya tidak di dengar segera menarik baju nenek dan berusaha mencari tahu kenapa mommynya diam saja. Nenekpun membalikkan badannya.
“Sama kecoak saja kamu takut anak bagus?” suara nenek langsug dikenali oleh adik.
“Enggak kok….”
Betapa kaget adik mengetahui yang dipeluk barusan adalah Nenek. Mukanya merah padam menyadari situasi yang terjadi. Dia memegangi perutnya sambil tertawa keras berlari ke arahku yang duduk santai menonton TV. Aku juga tertawa ngakak mengetahui ternyata Adik salah peluk orang. Dia mengira kalau Nenek itu adalah Mommy karena postur tubuhnya yang hampir sama.
Suasana di ruang keluarga yang semula tenang-tenang menjadi riuh dengan suara tawa dari semua orang. Adik memang biasa memeluk Mommy karena dia tipe anak yang suka manja dengan semua orang. Meski dia juga biasa memeluk Nenek tapi kali ini dia sudah bicara panjang lebar. Orang yang dianggap Mommy ternyata Nenek. Malu memang dirasa tapi ya dianggap itu hal yang tidak sangat memalukan. Memeluk keluarga tidak apa-apa.
Semua orang yang sadar kesalahan adik hanya bisa geleng-geleng dan menggoda adik yang masih merah padam mukanya. Salah sama Nenek tidak membuatnya sangat malu tapi banyak keluarga yang terus meledeknya yang membuat dia jadi cemberut. Dia ingin protes ke seluruh orang yang melihatnya tapi orang-orang disekitarnya umurnya lebih tua semua dari dia sehingga dia hanya senyum-senyum dan mengelus dada saja.
Photo by Erik Mclean on Unsplash