Pemburu Gratisan

Oleh: Meiliana

Sejak kuputuskan si kakak untuk homeschooling maka kucari ilmu semurah mungkin. Kalau bisa gratis. Apapun kulakukan agar dapat yang terbaik tanpa keluar biaya banyak. Dalam benakku, bagaimana anakku bisa pintar (banyak hal yang dia tahu), tapi ibunya miskin ilmu. Jadilah aku, sang ibu pemburu gratisan. One thing leads you to another.

Ditambah lagi dengan keterbatasan ekonomi. Sejak pandemi, keuangan kami carut-marut. Bagaimana pun keadannya tidak boleh mematikan langkah aku. Makin semangat mencari gratisannya.

Untungnya, sejak pandemi banyak lembaga yang memberikan ilmunya secara online dan gratis pula. Mulai dari usia pra sekolah, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Mereka sering berbagi ilmu mungkin untuk menaikkan kualitas masyarakat di zaman yang serba susah dan dijadikan jembatan untuk memperkenalkan diri di masyarakat.

Setiap liat tulisan “gratis”. Langsung khilaf. Setiap ada kelas online gratis pasti langsung daftar. Mulai dari kesehatan kulit, jaga imun tubuh, canva, belajar nulis novel, bangun usaha online, memasak, bikin kompos, dan lain-lain. Apalagi paketan ilmu belajar untuk anak-anak lebih variatif. Mulai dari coding, jarimatika, english, Mandarin, mendongeng, bikin hewan dari kardus, membuat sabun dari ampas kopi, dan lain-lain.

Saking khilaf sampe tidak perhatian dengan tanggal dan waktunya. Banyak yang bentrok. Setiap hari ada saja kelas online yang kuikuti. Kadang bersama kedua anakku. Apalagi hari Sabtu, dari pagi hingga malam hanya untuk kelas gratis online. Kadang juga di hari yang sama, beda waktu, tapi hanya berjarak 30 menit. Akhirnya harus dilewatkan salah satu.

Untuk yang virtual juga ada yang gratis. Mulai festival kebudayaan. Peragaan busana. Penyelamatan lingkungan. Olahraga.

Di suatu Sabtu yang cerah. Weekend yang sudah terorganisir. Setelah makan sarapan bersama keluarga maka saatnya webinar gratis. Jadwal hari ini, masak lauk sehat hingga webinar manajemen bisnis online.

“Ma, kata Bang Didin, di ujung jalan sana, ada gerai mie dan kopi instan gratis. Trus, di sebelahnya ada yang jual sabun cuci piring murah,” seru anakku yang pertama.

Tanpa bertele-tele, aku langsung berpakaian rapih. Alih-alih mencicipi, tapi judulnya buat aku adalah makan dan minum gratis. Si kakak dan adek, ku ajak. Mungkin efek semangatku sudah merasuki pikiran mereka. Jadi, mereka pun ikut serta tanpa ada aba-aba minta temani.

Pikiran melambung tentang gratisan. Dari situ apa saja yang bisa kudapatkan? Untuk beberapa saat, kami bisa menikmati sesuatu tanpa mengeluarkan uang.

Kedua anakku, sudah sampai di barisan antrian gerai mie instant. Tak lama kemudian, aku pun sampai. Tepat di belakang mereka. Ternyata, tidak menjual mie instant. Tapi, memberikan menu promosi berupa mie instant yang sudah jadi di mangkok kertas mie dengan logo yang sama. Mie dengan rasa Korea. Di lingkungan ku belum ada yang jual. Lumayan dapat cemilan gratis.

Di sebelahnya, lebih panjang antriannya. Memang kopi lebih banyak peminatnya. Kopi instant dengan berbagai varian rasa. Kopi anak muda. Memberikan menu promosi dan sekalian menjual. Beli 2 lusin gratis 1 lusin. Lumayan banget.

Peluh dan penat sudah kami ikuti. Akhirnya dapat mie gratis dan kopi instant gratis. Kemudian, kami berjalan beberapa langkah lebih jauh ke arah gerai terakhir. Tujuannya gerai sabun cuci piring.

Di sana, antriannya juga lumayan. Tidak sebanyak kopi atau mie. Tepat di sebelah kanan meja terdapat motor matic dengan dikalungi tulisan “Hadiah Utama”. Pikiranku melayang jauh lagi. Mungkinkah motor itu bisa menjadi milikku dengan membeli sabun ukuran 800ml saja. Mmm… Semuanya mungkin terjadi. Semoga rejekiku. Amin!

” Siang, Bu! Mau beli sabun yang mana?” Tanya gadis SPG itu.

Aku diam karena bingung. Dia tidak memberikan clue untuk aku memilih apa.

“Masih bingung ya, Bu?” Tanyanya lagi.

Daripada kelamaan mikir tidak dapat gratisan, mending to the point saja. “Saya harus beli yang mana kalo mau dapat hadiah utama?” Tanpa rasa malu. Di sebelahku, kedua anakku sedang asik makan mie.

“Oh, itu,” responnya sambil tersenyum nyinyir. “Siapa saja punya kesempatan untuk dapat hati utama. Ibu cukup membeli ukuran refill yang delapan ratus mili maka akan dapat satu kesempatan ambil bola di toples ini… “

“Apa semua bola itu dapat hadiah?” Tanyaku kepo.

“Bener ibu. Kalo gak dapat motor, mungkin dapat hadiah yang lain. Ada mangkok… “

Aku tidak mendengarkan ocehan SPG itu selanjutnya. Melihat perabotan yang ada di meja itu juga sudah senang. Barang pecah belahnya semua bermotif. Meski hanya dapat centong nasi kayaknya masih untung.

Ku yakin kan hati. “Beli ukuran delapan ratus mili!”

“Baik, Bu. Semoga dapat hadiah utama!”

Aku merespon hanya dengan senyuman. Saking penasaran, belum disuruh ambil bola sterefoam sudah duluan. Di tengahnya diselipkan kertas. Kemudian, aku buka dari lintingannya. Tertulis “Sabut spon cuci piring”. Otakku langsung mencerna. Mana itu sabut?! Kenapa di meja tidak ada?! Ada yang tidak beres, nih! Ku sodorkan kertas itu kepada gadis itu.

Senyum dikulum. ” Sebentar, ” ujar gadis gerai. Dia membungkukkan tubuhnya. Di bawah ada laci yang ditutup kain. Dikeluarkan sabut spon yang dibungkus plastik bening. Lalu, di berikan kepadaku.

Sudah malas mengambilnya. “Gak ada yang ber-merk gitu?” Dia menggeleng kepalanya.

Mau marah gimana… Tidak marah, kok kesel di hati ya…


Photo by Artem Makarov on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *