Kenangan Vaksin

Oleh: Amelia Nugroho

Semakin tingginya kasus covid 19 di Indonesia pada pertengahan tahun 2021, maka seluruh masyarakat di himbau untuk vaksin. Suamiku kebetulan sudah dari april mendapat vaksin dari perusahaan tempatnya bekerja, jadi tinggal aku dan anak-anak yang belum divaksin, suamipun mulai khawatir ayo dik divaksin, jangan sampai ngga vaksin lho kata suamiku. iya mas, ini juga sedang cari info tempat vaksin untuk umum. Kataku. Tanya pak RT kata suamiku lagi. kalau yang dari RT masih untuk 50 tahun ke atas kataku. Akhirnya aku dan suami sama-sama mencari info.

Keesokan harinya sepulang kantor suamiku menginfokan ada jadwal vaksin di kantor temannya. dik, ambilin minta foto KTP mu sama anak-anak, dikantor teman mas ada vaksin, mas titip kalian buat vaksin disana kata suamiku. Aku pun menyerahkan KTP ku, anak-anak dan saudara yang tinggal denganku. Akhirnya kami berlima terdaftar untuk vaksin.

Dihari yang ditetapkan aku, anak-anak dan saudaraku datang ke tempat vaksin ditemani suamiku. dik, kalau dittany kamu bilang kalian keluarga bapak Zainuddin ya kata suamiku. iya mas jawabku yakin, lalu kami berdiri di antrian yang mengular, kebetulan hari itu disediakan vaksin untuk 500 orang.

Setelah berdiri selama 1 jam sampai juga kami ke meja pendaftaran. saya keluarga Pak Zainuddin kataku dengan yakin. Bapak-bapak bagian pendaftaran melihatku coba hubungi saja orangnya kata bapak itu. Kamipun disuruh keluar dari barisan, aku mulai cemas saat itu, ku telpon suamiku. mas, katanya disuruh telpon Pak Zainuddin kataku. tunggu disitu, sebentar lagi mas kesitu, ini mas lagi sama Pak Zainuddin kata suamiku. Bukan hanya aku, anak-anak juga mulai cemas. giman ni bun? Tanya putraku. bentar kata ayah, ayah sedang bicara dengan temannya jawabku. Suamiku menelpon lg. dik, ternyata orang suruhan Pak Zainuddin lupa daftarin kalian, tapi ini udah aman, sebentar mas kesitu ya katanya akupun mulai tenang.

Suamiku datang menemuiku bersama salah seorang suruhan Pak Zainuddin, singkat cerita kami semua masuk keruang tunggu yang memang disiapkan untuk anggota keluarga dari perusahaan itu, kebetulan dari 500 dosis vaksin 400 untuk masyarakat sekitar, yang 100 untuk keluarga karyawan yang belum mendapatkan vaksin.

Kami pun duduk dengan tenang diruangan itu, kemudian anakku didatangi seorang bapak yang bertugas mendata. maaf dik, adik ini dari keluarga siapa? Tanya bapak itu ramah. maaf pak, saya tidak tau boleh Tanya ibu saya saja, itu ibu saya yang baju biru kata anakku sambil menunjuk ke arahku.bapak itu pun berjalan ke arahku ibu maaf, dari keluarga siapa ya bu Tanyanya kepadaku. kami keluarga pak Zainuddin pak jawabku dengan percaya diri. Bapaknya bingung, Pak Zainuddin? Tanyanya lagi.

iya pak jawabku mulai curiga, kenapa bapak ini tidak tau, sementara kata suamiku Pak Zainuddin salah satu petinggi disini. Bapak tersebut masih memperlihatkan wajah yang bingung. gini aja pak, saya telpon suami saya dulu ya pak, karena suami saya yang daftar kataku jujur, karena akupun mulai bingung. baik bu, ibu telpon dulu nanti saya kesini lagi yakata bapak tersebut.

mas gimana sich, ini ada bapak-bapak yang mendata, aku bilang keluarga Pak Zainuddin, tapi orangnya bingung. beneran dek Pak Zainuddin kata suamiku. tapi bapaknya ngga tau yang namanya Pak Zainuddin mas kataku, aku mulai kesal dan suamiku pun tau itu. sebentar ya dik, sebentar mas telpon dulu jawab suamiku. Satu menit, dua menit, tiga menit aku menunggu, aku mulai cemas, begitu pun dengan anak-anak, kami sudah disini 2 jam kalau tidak jadi vaksin, kami sangat kecewa dan lelah pastinya.

Suamiku menelponku kembali dik, namanya Pak Syarifuddin dikkata suamiku, suaranya setengah tertawa. Ya Allah mas, jauh banget tau antar Zainuddin sam Syarifuddin kataku. kan adik tau mas suka salah sebut nama orang dari dulu, mas panggilnya Pak Din jadi mas kira namanya Zainuddin jawab suamiku tanpa rasa bersalah, betetulan Pak Din ini teman golf suamiku, ini juga buka kasus pertama suamiku begini, dulu juga kami punya teman yang sama namanya Pak Zul tapi suamiku menyebutnya Pak Yul sampai aku kira itu orang yang berbeda. Aku pun menghampiri bapak yang tadi mendata kami. pak kami keluarga Pak Syarifuddin kataku. baik bu kata bapak itu sambil mulai menulis, dari ekspresinya aku tau bapak itu merasa kami kelurga bohongan.

Aku menghampiri anak-anak saat itu. nak kalau ditanya bilang keluarga Pak Syarifuddin ya kata ku. Anak-anak melihatku dengan ekspresi bingung. ayah salah sebut namakataku. Anak-anak hanya menggeleng-geleng kepala, karena mereka juga tahu kebiasaan ayahnya. Aku pun kembali menunggu di kursiku.

Bapak tadi datang lagi. keluarga Pak Syarifuddin panggilnya. Aku pun bangkit menghampiri saya pak kataku. tunggu diantrian luar kata bapak itu. Aku panggil anakku. satu orang dulu, yang lain ntar dipanggil lagi kata bapak itu.baik, tapi saya kasih tau anak saya dulu ya pak kataku. bang kalau dipanggil lagi, keluar kakak dulu baru kalian ya, ntar kakak bingung nak kataku. Kakak yang kumaksud adalah saudaraku. oke bun jawab anakku

Akupun mengantri di luar, sambil menunggu keluargaku yang lain, satu persatu mereka keluar, kamipun di vaksin satu persatu. Setelah semua selesai kami pulang, dalam perjalanan aku bertanya tadi kenapa lama ya kalian keluarnya? kataku. lama bun tadi dipanggil lagi kata anakku. terus pas di panggil keluarga Pak Syarifuddin baru kalian keluar tanyaku. ngga bun, tadi setelah bunda tidak ada panggilan lagi untuk keluarga pak Syarifuddin jawab anakku. terus kenapa kalian keluar?tanyaku penasaran. tadi dipanggil keluarga Pak Hassanuddin, keluarganya ngga dengar, jadi kami keluar aja kata anakku. pantes tadi bunda dengar dipanggil keluarga Pak Syarifuddin waktu kita lagi jalan keluar mau pulang, bunda kira bunda salah dengar kataku. Kami semuapun tertawa, Alhamdulillah setelah semua cerita hari ini kami berlima berhasil di vaksin. Beginilah cerita vaksin keluarga kami, semoga pandemic ini segera berakhir.


Photo by Joshua Hoehne on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *