Dia Kekasihku, Bukan Bapakku

Oleh: Wulandari

Perkenalanku pertama kali dengan kak Andrea, ketika aku pertama kali ke Jakarta ditemani Papa untuk mendaftar kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Jakarta. Karena ini kali pertama kami ke Jakarta dan tidak punya sanak saudara, akhirnya mamaku berinisiatif untuk menghubungi Rina, yang merupakan anak dari rekan bisnis mama yang kebetulan sedang kuliah di PTN yang sama dimana aku rencana akan mendaftar disana.

Berbekal alamat dan nomor telepon yang diberikan, akhirnya kami bertemu juga dengan Rina di kosannya yang memang tidak terlalu jauh dari kampus. Meskipun baru bertemu lagi dengan Rina, setelah beberapa tahun tidak pernah kontak, kami mulai akrab berbincang apapun terkait banyak hal, termasuk mengenang kembali masa-masa sekolah dulu, dimana kami pernah satu kelas waktu sama-sama duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), ditambah lagi kami berasal dari satu daerah yang sama di kota Curup, Bengkulu, sebuah kota sejuk, indah dan nyaman. Jarak antara rumah Rina dengan rumahku pun juga tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 menit jika ditempuh dengan kendaraan roda dua. Selain kami berdua adalah teman masa kecil, pertemanan ibunya Rina dengan mamaku juga cukup akrab karena mereka sama-sama berbisnis di bidang yang sama yaitu Bisnis Jual Beli Furniture Bekas dan Baru, dimana mamaku sering menggunakan jasa servis kursi di tempat ibunya Rina untuk memperbaiki kursi yang sudah rusak, dan kursi-kursi yang sudah diperbaiki bisa dijual Kembali oleh mamaku. Yah Ibunya Rina memiliki semacam bengkel atau servis kursi dengan beberapa karyawan yang membantunya. Tidak hanya kursi, bisa juga memperbaiki lemari hias, lemari piring, lemari buku atau yang lainnya. Sehingga dengan hubungan bisnis tersebut, intensitas waktu bertemunya antara mamaku dengan ibunya Rina cukup sering.

Setelah kami lama berbincang dan melepas kangen karena sudah lama tidak berjumpa, papaku meminta tolong agar aku diizinkan untuk menginap beberapa malam di kosan Rina selama proses mendaftar dan mengikuti ujian masuk di PTN yang sama dengan Rina. “Rina, kalau diizinkan, bapak mau minta tolong agar dalam beberapa hari ini, wulan diizinkan untuk bisa menginap di kosan kamu ya untuk mempersiapkan diri mengikuti ujian masuk PTN, nanti bapak bisa menginap di masjid dekat sini saja”, pinta papaku. “Silahkan bapak, dengan senang hati, wulan bisa menginap disini, Cuma saya mohon maaf apabila keadaannya hanya seperti ini saja pak”, jawab Rina sambil tersenyum.

Untuk mempersiapkan ujian masuk PTN, aku sering belajar di teras kosan Rina, yang kebetulan di samping kosan tersebut juga ada kamar kosan yang ditempati oleh kak Andrea, yang belakangan aku baru tahu, kalau dia adalah mahasiswa pascasarjana di PTN tempat aku mendaftar. Melihat aku sedang khusyuk belajar, kak Andrea menghampiriku dan mengajak aku mengobrol, sepertinya dia penasaran mungkin karena baru melihat wajahku di kosan Rina, saking penasaran kak Andrea memberiku banyak pertanyaan seperti seorang wartawan kepada narasumber, dari awalnya menanyakan namaku, asalnya dari mana sampai keingintahuannya dengan semua aktivitasku disini. Akupun dengan ramah menjawab semua pertanyaannya, meskipun sedikit terganggu sebenarnya karena waktu yang harusnya aku gunakan untuk belajar, malah jadi meladeni pertanyaannya yang ga habis-habis. Dan akhirnya dia tahu bahwa aku adalah calon mahasiswi yang baru akan berkuliah di tempat yang sama dimana kak Andrea sudah terdaftar sebagai mahasiswa pascasarjana yang berdasarkan cerita dari kak Andrea, tahun depan dia akan segera menyelesaikan studi magisternya. Sebagai seorang senior di kampus, banyak informasi yang dia berikan kepadaku dari tips dan trik lulus masuk PTN, cara menjawab ujian interview, hingga alternatif beberapa kosan yang bisa menjadi tempat tinggal apabila nantinya aku diterima di PTN tersebut. Dari keakraban dan sering mengobrol, akhirnya kak Andrea meminta nomor ponselku, “Untuk bisa berkomunikasi lebih dekat dan agar mudah memberikan informasi terkait ujian masuk”, katanya waktu itu. Meski terdengar klise tapi aku terus terang tidak berpikir apa-apa dan cukup senang ketika bertemu dengan kak Andrea, bagiku pertemuanku dengan kak Andrea seperti pertemuan antara adek dan kakak yang nantinya akan membimbingku jika nantinya aku diterima di kampus ini.

Hari pengumuman kelulusanpun tiba, dan benar perkiraanku orang pertama yang memberi tahuku waktu itu adalah kak Andrea, melalui telpon di ujung sana, terdengar suaranya sangat bahagia ketika melihat namaku ada diantara para peserta yang di terima saat itu. Akupun segera memberi tahu kedua orang tuaku kabar kelulusan tersebut dan kami sekeluarga langsung berangkat ke Jakarta untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan sebelum perkuliahan dimulai, dari mencari kosan sampai berburu perabotan untuk aku yang baru kali pertama belajar menjadi anak kosan. Alhamdulillah selama di Jakarta, kami tidak banyak mengalami kerepotan harus bertanya kesana kemari, karena kak Andrea setia menemani dan menjadi tour guide yang kapanpun siap dimintai bantuan. Setelah menemukan kosan yang cocok untukku, akhirnya keluargaku pamit untuk pulang Kembali ke Curup dan Papa menitipkan aku ke Kak Andrea untuk menjaga, mengontrol dan memperhatikanku selama kuliah di Jakarta. Maklum Papa masih was-was melepasku di Jakarta sendirian, meskipun aku terbiasa mandiri selama di pesantren.

Entah karena beban amanah dari papa atau memang orangnya baik, hari pertama aku masuk kuliahpun diantar sampai depan kelas oleh kak Andrea dan begitu juga ketika pulang, dia dengan sigapnya menjemputku, dan tidak memperbolehkan aku pulang sendiri. Begitu juga ketika waktu makan, kak Andrea kerap mengajakku makan bersama. Sampai di suatu malam ketika kami sedang duduk santai di depan masjid dekat kampus, tiba-tiba kak Andrea seperti orang yang salah tingkah seperti ingin mengungkapkan sesuatu, namun masih ragu. dan Setelah beberapa lama kami terdiam, hingga suasana terasa kikuk, kak Andrea mulai berbicara dan ternyata dia mengutarakan rasa cintanya kepadaku dan ingin meminta jawabanku saat itu dan malam itu juga. Terus terang aku saat itu bingung mau menjawab apa, karena memang tidak pernah menyangka bahwa kak Andrea akan mengutarakan perasaannya padaku secepat itu, dan kalau ditanya ke hatiku yang paling dalam, Aku hanya menganggapnya seperti seorang kakak tidak lebih. Namun entah bagaimana ada perasaan dimana aku tidak ingin mengecewakannya dan semacam ada tekanan juga khawatir jika cintanya tidak aku terima, akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kepadaku, memang sih terasa lebay kali ya, tapi itu yang aku rasakan. Akhirnya aku membalasnya dengan anggukan kecil pertanda aku setuju menerimanya sebagai kekasihku. Tahu cintanya diterima, kak Andrea sontak melompat-lompat meluapkan kebahagiaannya, sambil memegang tanganku dan berkata “Makasih banyak ya Dek, sudah menerima cinta kakak”.

Suatu hari kak Andrea mengajakku untuk menemani dia berbelanja baju di sebuah pasar tradisional yang berada dekat kampus, akupun mengiyakan ajakannya dan kamipun berangkat ke pasar menggunakan angkot. Sesampainya di pasar tersebut, kami di dekati oleh para pedagang yang menjajakan barang dagangannya, salah seorang pedagang tersebut tampak memanggil kak Andrea sambal berteriak “Pak, mau cari apa sini mampir ke toko kami, barangkali mau beliin jilbab untuk anak gadisnya, disini lengkap lho”, panggilnya. Mendengar ucapan pedagang tersebut, wajah kak Andrea langsung memerah, tanpa menoleh pedagang yang memanggil tersebut, Kak Andrea langsung mengajakku untuk keluar dari pasar tersebut, sambil berkata “Itu orang aneh sekali, masa iya saya belum menikah, disangka bapaknya adek”, akupun menanggapinya dengan senyum sambil memegang perutku menahan tawa, kalau tidak memandang perasaannya, mungkin aku akan tertawa terbahak-bahak mendengar celotehan pedagang tersebut, yang menurutku adalah celotehan yang tulus dari seorang yang tidak dikenal ketika melihat kami berdua, perbedaan usia diantara kami hanya terpaut 10 tahun, entah memang wajahku yang masih kelihatan imut, atau memang wajahnya kak Andrea yang terlihat boros, sehingga kelihatan seperti bapak-bapak yang menggandeng anak gadisnya.

Cirebon, 27 Desember 2021


Photo by Everton Vila on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *