Cantiknya … Dakocan

Oleh: Putri Astrie

Rumah bersih dan rapi merupakan impian setiap orang tua terutama seorang ibu. Pekerjaan membersihkan dan menata rumah bukanlah pekerjaan yang mudah. Jangan dianggap remeh pekerjaan rumah yang melelahkan itu. Aktivitas yang rutin dilakukan tidak hanya itu saja, masih banyak pekerjaan rumah menanti dengan penuh cinta. Mencuci, memasak, menyetrika, mengurus segala kebutuhan, dan mendidik buah hati tak lupa mewarnai kehidupannya. Waktu sehari semalam dua puluh empat jam kadang terasa kurang. Makanya saya heran kalau ada orang yang suka merendahkan pekerjaan seorang ibu rumah tangga. Please … hargailah pekerjaan mulia tersebut!

Sebuah keluarga akan merasa sempurna dengan hadirnya buah hati. Setiap insan di dunia ini pasti menginginkan buah hatinya agar menjadi anak selalu taat, patuh pada orang tua, dan suka menjaga kebersihan. Anak yang saleh atau salehah. Aku pun berharap demikian. Namun, apa daya ekspetasi dan realita kadang bertolak belakang. Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Ceritanya anakku saat ini sangat gemar menggambar. Di manapun tak peduli tempat, ia selalu mencoba bereksperimen dengan coretan-coretannya. Dinding rumah yang dulu masih bersih kini menjadi lebih indah dengan coretannya. Hmm … indah. Masalah dinding rumah dipenuhi coretan atau gambar mungkin tidak hanya aku saja yang mengalaminya. Kejadian seperti ini juga dihadapi sebagian besar orang tua utamanya yang memiliki anak usia PAUD atau TK. Aktivitas coret-coret dinding yang dilakukan anak membuatku sebenarnya ingin melarang tetapi menurut psikologi justru kegiatan tersebut membuat perkembangan motorik menjadi bagus.

Menggambar atau mencoret-coret merupakan bagian dari proses perkembangan anak. Suatu saat cara ini akan menuntun anak ke banyak hal besar dan hebat. Membiarkan anak mencoret-coret dengan bebas berarti membebaskan imajinasi mereka dan memberikan ruang untuk berkarya. Setiap kali anak menggambar, mereka menggunakan imajinasi dan menuangkannya dalam bentuk yang mereka pahami. Anak berlatih untuk merealisasikan imajinasi dan berkreasi sesuai keinginanya. Anakku merasa ikut terlibat di dalam kisah yang mereka gambarkan. Melalui bidang yang lebih luas, mereka lebih bebas menggambar dan bereksperimen menurut versinya masing-masing.

Sebagai seorang ibu, aku menyediakan buku gambar sampai papan tulis agar anak menggambar di buku atau papan. Hasilnya, anak tetap memilih coret-coret dinding rumah. Alasannya senang gambar di tempat luas. Tembok kosong bersih, tanpa coretan, membuat anak geregetan untuk segera menggambarinya.Tak hanya ruang kamar, ruang tamu pun menjadi sasaran empuknya. Anakku mencoret dinding menggunaka krayon dan spidol. Coretan mulai dari ujung satu hingga ujung lain. Membuat garis tidak hanya satu melainkan banyak dan panjang. Jadi sulit membersihkannya. Akhirnya kubiarkan saja hingga saat ini demi perkembangan kreativitasnya.

Cuaca hari ini cukup panas. Tadi di sekolah ada kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah. Kebetulan besuk pagi akan ada rapat gugus dan bertempat di sekolahku. Capek karena memandu dan membantu anak-anak dalam kegiatan ini. Capek yang berbalas dengan melihat segala yang tertata akan sedikit mengurangi rasa capek tersebut.

Pulang ke rumah membayangkan dapat segera istirahat. Setelah salat Duhur dan makan siang, saatnya tubuh beristirahat sejenak sebelum melakukan aktivitas lainnya nanti sore. Si kecil masih belum selesai menggambar.

“Dek, waktunya istirahat tidur siang. Nanti sore mengaji,” ucapku pada si kecil.

“Ya, bu. Nanti sebentar lagi,” jawabnya tanpa menoleh.

Anakku masih asyik menggambar di buku gambarnya. Kutunggu hingga selesai menggambarnya, Beberapa krayon sudah putus menjadi kecil dan pendek. Ia merengek minta dibelikan lagi saat hari Minggu nanti. Aku pun hanya mengangguk tanda menyetujui permintaannya itu.

Sedari tadi sudah beberapa kali mulut ini menguap. Sesaat kucoba memejamkan mata di samping anakku. Rasa kantuk mendera dan aku terlelap.

“Bu … ada tamu mencari ayah,” ujar anakku sambil menepuk kakiku.

“Ngomong kalau Ayah belum pulang kerja,” jawabku sambil memejamkan mata.

Ha … ha … ha

Tawa anak sulungku bergema di kamar dan membuatku terjaga dari lelapnya tidur sesaat yang terasa nyaman tadi. Segera kuperintahkan keluar kamar untuk memberitahu bahwa ayahnya belum pulang. Akhirnya ia segera keluar kamar dan tetap tertawa. Rasa heran menyelimuti pikiran saat melihatnya tertawa seakan melihat lucunya badut.

“Ibu kok lucu, sih. Mau main ke mana?”

“Apaan sih, Nak!”

Anak sulungku terus tertawa. Ia segera menyodorkan kaca rias kecil yang terletak di atas nakas seraya meminta untuk melihat sendiri. Kulihat alat rias yang berada di atas toilet kamar berantakan. Lipstik yang baru terbeli kemarin putus. Bedak bertaburan di sprei. Alat make up isinya hancur. Dengan perasaan ingin tahu, segera kuambil kaca rias tadi. Alamak … ternyata wajahku berubah menjadi sosok badut yang mengenaskan.

Tidur sesaat membuat wajah berubah menjadi kanvas mainan buat anakku. Lipstik tidak hanya tertoreh di bibir tetapi juga di pipi. Coretan banyak sekali di wajahku. Bedak tebal menempel di wajah. Paduan warna eye shadow yang beraneka warna ada di kelopak mata. Alis hitam panjang dan tebalnya tak terukur. Cemong sana cemong sini.

Mata mengantuk membuatku tak sadar apa yang dilakukan oleh anakku. Rasa ingin marah hilang saat melihatnya tertidur setelah puas bermain di wajahku.Untung saja aku tadi tidak keluar menemui tamu yang mencari suamiku. Seandainya aku sendiri yang menemui tamu tersebut, pasti akan tertawa terbahak-bahak melihat wajahku.

“Sudah puas tertawanya?”

Anakku tetap saja tertawa dengan keras seraya meninggalkan kamar.

“Ibu cantik seperti dakocan!” teriaknya meledek sambal meninggalkan kamar.

Tanpa menunggu lebih lama segera kubasuh wajah agar terbebas dari sebutan dakocan.Dongkol juga masih mengantuk tetapi ditertawakan oleh anak sendiri. Untung saying, kalau tidak …mungkin bantal atau guling sudah melayang. Sabar …menghadapi anak. Rasa hati ingin marah berubah menjadi tertawa saat melihat foto yang diambil diam-diam oleh anakku sebelum membangunkanku. Foto diupload di grup keluarga. Jadilah seharian aku menjadi trading topic. Cantiknya … dakocan.

Sayup-sayup terdengar tentanggaku sedang memutar lagu untuk anaknya. Aku jadi menertawakan diri sendiri mendengar lagu tersebut. Dakocan judulnya. Nasib … jadi korban merias wajah mirip boneka dakocan.

Kulihat ada boneka baru
Dari karet amat lucu
Dakocan namanya, bukan Serina
Sayang, sayang, mahal harganya
Dakocan namanya, bukan Serina
Sayang, sayang, mahal harganya


Photo by Austin Pacheco on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *