Amin – Muntaha

Oleh: Ida Nurfitriana

Pepatah mengatakan, apalah arti sebuah nama, tapi bagi saya dan suami, nama anak-anak kami haruslah mempunyai arti dan makna yang baik. Kami yakin nama adalah hadiah pertama bagi seorang anak yang merupakan doa ayah bunda sepanjang hayatnya. Dari nama pula terbersit harapan dari orang tua, akan seperti apa anak yang diinginkannya kelak.

Anak pertama kami bernama Amin Abdurrahman, artinya hamba Allah yang memiliki sifat penyayang, dapat dipercaya, jujur dan amanah. Selain arti di atas, ada latar belakang pemberian nama tersebut. Amin lahir di tahun politik yaitu awal tahun 2004, saat itu ada 2 (dua) calon Presiden yang bertarung di bursa kepemimpinan nasional. Bapak Amin Rais dan Bapak KH. Abdurrahman Wahid, keduanya merupakan tokoh Nasional yang cerdas, punya pemikiran cemerlang, dan punya banyak pengagum serta pengikut. Kami menggabungkan nama depan kedua tokoh ini dengan harapan anak kami kelak menjadi orang besar, calon pemimpin yang dicintai rakyatnya dan memiliki sifat-sifat positif dari bapak Amin Rais dan Abdurrahman Wahid.

Namun, dalam perjalanannya, menyandang nama Amin tidak sekali dua menjadi bahan humor bagi sebagian orang. Berikut contoh beberapa kejadiannya.

Saat Amin usia balita, pernah kami ada acara kumpul-kumpul keluarga besar. Setelah kegiatan kami melaksanakan salat berjamaah, yang mengikutkan seluruh anak-anak. Pada saat imam membaca “ wa ladh-dhaallin “, para makmum menyambung dengan kata “aaamiin”, namun ada salah satu keponakan saya yang menganti kata “ aamiin “ dengan kata “iiihsaaaan”, yang tak lain merupakan nama anak kedua kami. Ternyata oh ternyata, si dia mengira kata aamiin pada bacaan salat itu seperti nama yang bisa saja diganti. Wkwkwkwk

Di lain waktu, saat Amin sudah mulai bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI), ia beberapa kali izin untuk tidak masuk di hari senin. Sebagai ibunya, tentu saja saya heran ada apa dengan hari senin. Setelah melalui proses pendekatan dan dibujuk rayu, akhirnya terkuaklah alasan kenapa ia malas-malasan ke sekolah di hari tersebut. Oalah, di hari senin ada upacara bendera yang di dalamnya ada pembacaan doa. Disitulah menjadi momen namanya menjadi bahan bully-an teman-teman sekelas bahkan satu sekolah hehehe… Antara lucu dan miris sebenarnya. Bagi teman-temannya nama Amin menjadi bahan lelucon saat meng-amin-kan doa di upacara bendera senin pagi, sementara sebagai seorang ibu saya miris ketika doa dijadikan bahan lelucon, dan yang menjadi objeknya justru suatu kata yang punya makna besar bagi saya sekeluarga

Setelah Amin, kami memiliki satu putra dan satu putri berikutnya. Putri kami yang merupakan anak bontot, bernama Anis Farhana Muntaha yang berarti anak perempuan yang cerdas, penuh gembira yang akan mencapai puncak ilmu dan kebaikan. Memiliki anak perempuan menjadi pelengkap kebahagiaan dan kegembiraan kami sekeluarga. Sayangnya nama kata terakhir pada namanya sering dianggap lucu dan menjadi bahan lelucon, tidak hanya oleh teman-temannya tapi juga oleh kakak-kakaknya sendiri.

Pernah suatu hari Anis mengadu kepada saya ibunya sambil menangis, bahwa kakaknya menyebut kata terakhir namanya diiringi dengan mimik muka mau “muntah”. Anis Farhana Muntah…..ha, demikian kakaknya memanggil. Aduh … aduh, kenapa jadi begini kata saya kepada si kakak (dalam hati geli juga, dasar anak-anak ya). Endingnya jelas, si kakak saya kasi pengertian tentang makna yang sangat bagus dari nama adik perempuannya.

Pernah juga suatu hari si bungsu mengeluhkan kenapa dirinya dinamakan demikian. “ Kenapa harus ada kata Muntaha-nya sih Ma? Dedek kan jadi malu. Di kelas teman-teman beberapa kali memanggil sampai kata Muntah saja tanpa ada huruf “a” di akhirnya. Dengan sabar sayapun memberi pengertian kepadanya akan indahnya makna nama yang kami berikan, sebagai hadiah, sebagai doa, sebagai harapan dan juga lambing kasih sayang kepada anak yang sangat dicintai.

Lambat laun, seiring berjalannya usia, anak-anak tidak lagi mengeluhkan namanya. Baik Amin Abdurrahman maupun Anis Farhana Muntaha sudah terbiasa dengan apapun tanggapan teman-teman terhadap nama yang disandangnya. Alhamdulillah, hal ini sangat saya syukuri. Anak-anak memahami bahwa nama yang kami berikan sebagai orang tua, bukanlah nama yang asal-asalan dan sembarangan. Ada doa indah dan harapan besar di dalamnya. Semoga semua bisa terwujud seperti apa yang kami harapkan. Aamiin


Photo by Jon Tyson on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *