Memeluk Luka

Oleh: Amelia Nugroho

Sebelumnya hidupku baik-baik saja, sampai pada satu kenyataan, rumah tangga yang ku pikir baik-baik saja ternyata ada orang ketiga didalamnya, ketika mendengar kabar itu aku seperti tersambar petir, aku terdiam seketika aku merasakan ruang hampa disekelilingku, aku tidak tau aku sedang kekurangan oksigen atau aku yang lupa cara untuk bernafas.

Suamiku masih berada diluar rumah, aku pun pergi menemuinya untuk memastikan apa yang aku dengar, aku seperti kehilangan akal sehatku, duniaku seakan runtuh seketika, selama ini terlalu percaya suamiku berada diluar hanya untuk kerja atau ngumpul dengan teman-temannya. Setelah bertemu dengan emosi berapi-api aku menanyakannya, walau aku tahu pasti jawabannya tidak dik, aku bahkan tidak kenal dia jawab suamiku, akhirnya kami bertengkar hebat dan dia tetap pada penyangkalannya yang diakhiri dengan dia tidak pulang kerumah berhari-hari.

Saat itu aku hanya bisa menangis terus menangis, ku bawa semua masalahku dalam sholat sambil terus bertanya kenapa harus aku, salahku apa, kenapa harus suamiku, it uterus yang bergelayut dipikirannya, aku bahkan tidak bisa memejamkan mata selama 2 hari, aku sudah seperti mayat hidup, ibuku terus memberiku semangat, membujukku untuk makan, aku mulai tersadar ketika pagi iytu ibuku jatuh dari tempat tidur, aku tahu ibu memikirkanku walau didalam diamnya.

Aku katakana pada suamiku aku mau ketemu wanita itu, awalnya dia menolak, tapi aku terus memaksa, akhirnya dia setuju dengan syarat aku tidak boleh kasar padanya. Ditempat yang sudah kami janjikan suamiku datang lebih dulu, kami masuk ke salah satu ruang VIP, di ruangan itu suamiku memegang tanganku sambil berkata sudahlah, aku minta maaf, aku tidak ingin kita berpisah, kamu harus ingat anak-anak dik. Tapi semua berubah setelah perempuan itu datang dia duduk disampingnya, akupun mulai bicara dan yang kudengar serta kuliat mereka berdua saling melindungi, aku hanya diam dan menjadi penonton dari pertunjukan mereka berdua, ternyata yang paling menyakitkan bukan ketika kita berhenti di cintai, tapi ketika kita ada tapi tidak dianggap.

Aku terus berusaha mempertahankan rumah tanggaku, suamiku berjanji meninggalkannya, tapi kembali setiap perempuan itu menelponnya dia kembali bersamanya, apalagi teman-temannya mendukungnya, aku seperti melakukan sesuatu yang sia-sia, tapi aku terus bertahan sampai aku sendiri tidak paham cinta yang membuatku bertahan atau takut kalah bila aku mundur, egoku sedang berperang dengan hatiku disini.

Setiap aku tahu pertemuan mereka suamiku kembali minta maaf dan aku memaafkannya, begitu yang terjadi terus sampai kelamaan dia Cuma bilang kan kamu sudah tau, jujur aku insecure tapi bodohnya aku terus bertahan untuk rasa sakit yang sama, Karen disini hanya aku yang berjuang untuk bertahan sementara suamikun tidak.

Suatu kali aku sedang duduk diteras putraku datang, di memegang tanganku sambil berkata abang pengen main ditemani bunda kalimat pendek tapi menyentuh hatiku, betapa aku selama ini telah mengabaikan orang-orang yang mencintaiku, hanya untuk seseorang yang tidak mencintaku. Aku berlutut mensejajarkan tinggi dengan putraku, aku memeluknya maafin ya nak ucapku sambil menangis.

Pelan-pelan aku mulai mencoba kembali ke duniaku, tapi aku belum bisa sepenuhnya kembali karena kelakuan suamiku masih memenuhi pikiranku, suatu hari tanteku datang, kami mengobrol panjang satu kalimat tanteku anggap dia tidak ada, walau dia didepanmu. Aku coba mempraktekkannya, awalnya sulit tapi lama-lama aku terbiasa.

Dia pulang cepat atau lama tidak lagi menjadi beban pikiranku, memang sejak menikah dengannya aku melakukan apapun sendiri ,dia tidak mau direpotkan olehku sejak lama, bahkan ketika melahirkan anak kedua aku menyetir sendiri, dia membuatku menjadi perempuan yang mandiri.

Aku mulai menjalankan usahaku yang sempat kutinggalkan, aku menerima orderan kue dan masakan seperti dulu, usahaku pelan-pelan bangkit begitupun dengan semangatku, ibu dan anak-anak juga senang membantuku. Duniaku mulai teralihkan dari semua permasalahan yang aku hadapi, langkahku semakin ringan, walau aku belum bisa memutuskan bertahan atau berpisah dari suamiku.

Suamiku mulai melihat perubahan sikapku, yang semakin dingin padanya, tugasku menyiapkan makan dan perlengkapan tetap kulakukan tapi untuk bercengkrama seperti dulu aku belum sanggup, wajah wanita itu terus terbayang dimataku.dia mulai mencari-cari perhatianku, mulai chat menanyakan aku sedang apa, mulai perhatian.

Beberapa bulan telah berlalu, allah menjawab doaku dan anak-anak, suamiku mulai kembali kepada kami, tapi semua itu tidak berarti banyak bagiku, anak-anak menjadi alasan utama aku bertahan sampai saat ini. Aku bahagia dengan hidupku saat ini, semua perhatian suamiku kuanggap hanya penggemarku tanpa aku mau jatuh terlalu dalam, lukaku sudah kujahit tapi bekasnya abadi.

Aku mencoba berdamai dengan masa lalu dan memeluk lukaku, tapi ternyata terlalu sering memaafkan membuat kita lupa bagaimana cara mencintai dia kembali. Bagiku hakikat pernikahan adalah jatuh cinta pada orang yang sama berkali-kali, bukan memaafkan orang yang sama berkali-kali. aku yang sekarang adalah orang jatuh cinta berkali-kali pada diriku sendiri.


Photo by Hutomo Abrianto on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *