Oleh: Dian Sulis Setiawati
Saya ingat betul saat itu, tepatnya tahun lalu 2 hari menjelang tes SKD CPNS anak keduaku masuk RS karena kejang akibat demam yang terlalu tinggi. Malam itu menjadi malam yang membuat kami sekeluarga panik, belum pernah selama ini anakku mengalami kejang demam. Ketakutan luar biasa melihatnya kejang tak sadarkan diri. Kami membawanya kerumah sakit dan harus rawat inap. Dua hari di RS dia masih demam, sementara hari ketiga adalah jadwalku mengikuti SKD yang tempatnya beda kota aku harus menginap karena besoknya tes di jam pertama pagi sekali. Saat itu antara berangkat atau tidak, Qodarullah hari ketiga demamnya turun hasil lab bagus dan sore diijinkan untuk pulang. Pulang dari rumah sakit aku yang hanya sempat ganti baju langsung berangkat untuk mengikuti tes tersebut. Suami mendukung penuh untuk saya tetap berangkat. Alhamdulillah dengan keadaan yang harus meninggalkan anak dalam keadaan sakit dan pikiran yang tak kondusif saya berusaha tetap fokus saat mengerjakan tes tersebut dan hasilnya saya peringkat 1 pada formasi tersebut. Diambil 3 orang untuk kembali berkompetisi pada seleksi kompetensi bidang guru sekolah dasar.
Sempat terkendala pandemi Covid 19. Akhirnya SKB tersebut diadakan dikota masing-masing. Saya mendapat skor 300 saat itu, tinggal menunggu saingan di formasi tersebut tes di hari selanjutnya. Banyak yang menyemangati dengan nilai 300 InsyaAllah aman karena kebetulan di formasi guru SD nilai itu termasuk tinggi dan banyak yang hasilnya kurang dari itu. Tapi saat itu entah kenapa aku merasa tidak terlalu punya perasaan yang tidak begitu optimis. Saya dan suami sempat punya firasat jangan-jangan lawan ada yang memiliki sertifikat pendidik. Karena memang nama dari salah satu rival tersebut adalah seorang guru di sekolah swasta yang dari sosial medianya pernah mengikuti dan lulus PPG. Hasil keluar saya berada di peringkat pertama dengan skor 300 sementara dua rival lain mendapat skor 190 dan rival satunya 265. Ucapan selamat mengalir dari teman dan saudara yang tahu saya berada di peringkat pertama dan “seharusnya” lolos tes CPNS tersebut dan diterima pada formasi tersebut. Qodarullah setelah pengumuman resmi keluar saya tergeser menjadi peringkat dua. Ya benar rival saya yang mendapat skor 265 memiliki sertifikat pendidik alias serdik, seperti kartu kemenangan yang tak mungkin dikalahkan dalam gelaran tes CPNS. Serdik tersebut dihargai 100 persen atau nilai sempurna 500. Mana mungkin kita bisa mengungguli dengan mendapatkan nilai sempurna 500. Saya menangis kecewa, sedih, marah. Saya sudah berdoa berjuang belajar berbulan-bulan siang malam. Ya Allah kekalahan yang seperti apa ini? Saya berada di peringkat 1 tapi saya tidak lolos justru orang lain yang lolos. Terbayang wajah sedih Ibu yang harapannya sudah sangat tinggi saat itu. Banyak yang bilang saya tak harus kecewa karena untuk mendapatkan serdik itupun rival saya membutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Tentu saja saya tahu itu tapi saya kecewa pada kebijakan saat itu bagaimana kita yang tidak memiliki serdik dilawankan dengan pemilik serdik mereka tak dibedakan formasinya seperti formasi lulusan cumlaude. Ibaratnya pemilik serdik ini dia lolos SKD saja kemudian dia di SKB mendapatkan nilai sekecil apapun tetap dialah yang lolos karena dia telah diberikan nilai yang sempurna.
Tidak mudah untuk mengobati rasa kecewa. Apalagi di awal-awal tahun ini teman-teman dekat yang lolos dilantik. Sempat di awal-awal setiap melihat stori mereka masih menggenang air mata ini. “seharusnya saya ada disana” itulah yang masih terucap. Suami dan sahabat dekat bilang jangan melihat stori mereka tapi yang saya katakan adalah, saya akan tetap melihat stori mereka dan berkomentar mengucapkan selamat. Itu adalah latihan bagi hati saya untuk bisa melepaskan dan menerima dengan ikhlas kenyataan ini. Seiring waktu saya sudah benar-benar mengikhlaskannya. Inilah takdir Allah yang pasti baik untuk saya. apalagi sudah tak ada gelaran CPNS untuk guru tahun ini hanya ada PPPK itupun saya tak bisa ikut karena jalur Dapodik yang berbeda, saya mengabdi di sebuah Sekolah Luar Biasa jadi tidak bisa mengikuti PPPK guru Sekolah Dasar.
Jadi ingat percakapan dengan salah satu teman yang lolos juga dan dilantik tahun ini. Katanya, “Aku suka semangat sampeyan (kamu), Ada beberapa teman yang berubah setelah tidak lolos kemarin seperti menjauh. Padahal kekalahannya beda sama sampeyan, dia memang kalah nilai di SKB sementara tidak lolosnya sampeyan kan memiliki nilai tinggi tapi terkalahkan serdik. Itu hantaman yang luar biasa”. Saya masih bisa memberikan selamat membahas hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai PNS saat ini karena saya berfikir inilah ketentuan Allah walaupun di awal tidak mudah tapi saya terus melatih diri untuk ikhlas, menerima, saya tidak menyebut melupakan karena saya punya ingatan yang tak mungkin melupakan kejadian yang telah kita alami kan. Saya katakan, “Saya tidak boleh terlalu kecewa mbak ini adalah ketentuan Allah, sudah saatnya saya kembali membuka jalan-jalan lain yang justru barangkali itulah jalan terbaik dari Allah untuk saya”.
Saya lanjutkan perjalanan ini menempuh pendidikan selanjutnya, S2 Pendidikan Dasar di Universitas di kota saya. Saat saya tulis ini saya sudah hampir menyelesaikan semester 1. Semoga Allah Ridho banyak kemudahan dan kebaikan di ikhtiarku mencari ilmu. Untuk yang bertanya apa yang ingin saya gapai, dan saya ingin menjadi apa? Saya hanya mampu menjawab.
Dibatas ikhtiarku, aku gantungkan apa yang menjadi harapanku pada Allah. Biarlah Allah yang nanti menjadikan aku apa dan siapa..
Langkahku sempat terhenti, tapi aku tak berhenti..
Photo by Octavian Rosca on Unsplash