Oleh: Nunun Nurgamilah
Aku yakin di setiap peristiwa pasti ada hikmahnya. Hal yang menurutmu menyedihkan sekalipun pasti dapat kita petik hikmahnya.Mungkin kita tidak akan pernah bisa menyadarinya pada saat ujian itu datang. Tetapi percayalah, suatu saat nanti semua hanya akan kamu lalui dengan semyuman.
Ada satu pengalamanku saat masih di bangku Sekolah Menengah Atas dulu. Walaupun kejadiannya sudah cukup lama, masih teringat jelas rasanya. Kini cerita itu hanya jadi bahan lelucon.
Aku merupakan salah satu siswa yang aktif dan gemar berorganisasi. Organisasi Intra Sekolah atau akrab disebut dengan OSIS merupakan salah satu organisasi yang aku ikuti. Selain menjadi pengurus OSIS, aku juga senang mengikuti berbagai kepanitiaan.
Saat kelas dua, mendapat amanah menjadi Ketua II yang mencakup bidang olah raga dan kesenian. Secara otomatis banuak kegiatan yang kuikuti. Pentas seni dan bazar merupakan salah satu kegiatan tahunan yang sangat ditunggu oleh siswa- siswi pada saat itu.
Seperti tahun sebelumnya aku menjadi panitia acara tahunan tersebut, jika tahun kemarin dipercaya menjadi seksi konsumsi, dalam kepanitiaan saat itu aku memilih untuk menjadi panitia acara.
Kegiatan tahunan itu menjadi suatu hal yang istimewa. Sebagai pengurus OSIS menyiapkan semua kegiatan merupakan hal yang menyita waktu. Tetapi tentu ada dispensasi untuk seorang pengurus OSIS.
Pulang malam untuk menyiapkan acara sudah menjadi hal yang biasa. Sebagai seksi konsumsi di tahun sebelumnya, secara otomatis semua kegiatan konsumsi seperti makan pagi, siang, malam, snack semua pengisi acara dan panitia menjadi tanggung jawab penuh seksi konsumsi.
Rasanya makan dan minum juga sudah tidak ada selera. Mengurusi makanan banyak orang seperti itu cukup membuat rasa lapar hilang, seolah perut merasa kenyang padahal belum ada makanan yang masuk ke dalam mulut.
Mengingat kondisi seperti tahun kemarin, aku memilih untuk menjadi seksi acara. Pilihan yang sebenarnya mempunyai tanggung jawab yang sama besarnya. Seksi acara mempunyai peranan cukup penting. Kesuksesan acara tergantung dari jadwal yang disusun oleh seksi acara.
Pentas seni di sekolah kami biasanya dilakukan dua hari. Setiap hari di puncak acara selalu diisi dengan bintang tamu yang cukup menarik. Pada saat itu bintang tamu hari pertama adalah The Groove, sebuah grup musik yang sangat populer pada zamannya.
Kami larut dalam keceriaan dan kegembiraan saat menyaksikan grup musik tersebut. Alunan irama yang ceria membuat malam itu terasa sangat indah. Lelah yang terasa seharian mendadak seakan hilang.
“Wah kesempatan sebagai panitia, kita minta tanda tangan dulu yuks!” ajak teman-teman panitia yang lain.
Tidak semua orang dapat masuk ke ruangan pengisi acara. Ajakan itu akhirnya kusetujui. Setelah selesai acara aku dan temanku mendapatkan seluruh tandatangan member grup musik tersebut. Semua tanda tangan dituangkan dalam kaos panitia bertuliskan crew. Hati senang dan riang mendapatkan semua tanda tangan
“Oiya pulangnya gimana nih?” ujar temanku.
Kebetulan rumahku hanya berjarak dua kilo dari sekolah, jadi beberapa orang temanku memutuskan untuk menginap di rumah. Ada satu mobil yang dapat mengantarkan kami pulang, sayangnya mobil tidak cukup untuk menampung jumlah orang yang akan menginap di rumah. Sebagai tuan rumah, aku memutuskan untuk pulang berjalan kaki dengan dua orang teman, satu orang lelaki dan satu orang perempuan.
“Beneran nggak akan naek mobil?” kata seorang temanku.
“Iya, nggak apa-apa kok, duluan saja, tahun kemarin juga jalan kaki, lebih malam dari sekarang,” ujarku.
Tahun kemarin memang aku juga pulang jalan kaki bersama dengan teman-temanku. Kali ini baru jam dua belas malam, sedangkan tahun kemarin pulang stengah dua malam. Jadi aku pikir relatif lebih aman kali ini.
“Lagipula aku kan sudah belajar karate,” ujarku sompral. Padahal belajar karate juga baru tahap dasar.
“Iya lah, bisa karate ini!” sahut temanku.
Kami bertiga berjalan sembari mengobrol kesana dan kemari. Rasa lelah hilang, dengan tertawa dan bercanda. Hanya sekitar lima ratus meter untuk sampai ke daerah rumahku, ketika kami sedang bercanda, tiba-tiba sekelompok orang datang dari arah berlawanan.
“Bagi uang!” ujar seorang dengan rambut plomtos.
Kami terkejut, seketika aku tersadar mereka sudah mengambil posisi mendekati kami bertiga, seorang lelaki mencoba menarik tasku. Aku berteriak, mencoba menarik tasku kembali.
Ketika tersadar teman lelakiku telah dipegang oleh dua orang dan dia sepertinya dipukuli di bagian perut. Teman perempuanku telah dihadang oleh seorang pria berambut rasta. Saat seperti itu membuatku sulit untuk bergerak. Jurus karate yang baru kupelajari seakan hilang disapu ombak.
“Tau itu apa?” Ujar seorang pria dekat teman perempuanku.
Seorang pria memegang batu yang siap diarahkan ke kepala teman perempuanku. Posisi saat itu sangat merugikan bagi kami. Aku takut terjadi sesuatu kepada kedua temanku. Akhirnya kurelakan tas berwarna merah itu melayang dari tanganku. Tas yang baru kubeli dua hari yang lalu.
“Lari!” kata teman lelakiku.
Aku menoleh ke belakang tidak tega melihatnya babak belur. Teman perempuanku menarikku mengajak lari. Masih setengah sadar aku mencoba ikut berlari. Beruntung tidak lama setelah itu mereka melepaskan teman lelakiku.
Aku akhirnya tersadar, bahwa kami telah sompral dan berkata congkak sehingga Tuhan telah menegur kami. Kejadian itu kini menjadi cerita lama dan menjadi pelajaran berharga bagi kami. Keselamatan adalah segalanya. Jangan terlalu larut dalam suatu suasana sehingga lupa dan berkata sompral. Jadi jangan sompral, ya!
Photo by Jason Briscoe on Unsplash