Bukan Refreshing

Oleh: Nurani

Wabah Covid-19 masih terus berlangsung hingga saat ini. Tidak terasa sudah hampir dua tahun lamanya kita hidup di tengah-tengah kondisi pandemi Covid-19. Selama itu pula kita menghabiskan waktu dengan beraktivitas di rumah, belajar dari rumah, bekerja dari rumah. Tidak heran jika banyak orang yang sudah mulai jenuh dan bosan. Sebagian orang sudah mulai berencana melakukan liburan atau sekedar refreshing, keluar rumah.

Akhir Oktober 2021, kami serombongan, para kepala sekolah putri, baik yang sudah purnatugas maupun yang masih aktif melaksanakan rekreasi ke Posong Temanggung karena tertarik pemandangannya yang indah. Posong terletak di lereng gunung Sindoro dengan ketinggian 1823 mdpl sehingga udaranya sejuk khas daerah pegunungan. Areanya yang luas dan hijau dengan pemandangan pegunungan menjadi daya tarik para wisatawan untuk berfoto-foto disana. Banyak juga spot-spot foto yang menarik ditawarkan disana.

Kami, dua puluh lima kepala sekolah berangkat dengan mengendarai bus dari Sleman. Bus yang digunakan ukuran medium, agak kecil padahal penumpangnya sebagian besar adalah ibu-ibu purnawirawan kepala sekolah, yang usianya di atas 60 tahun alias tidak muda lagi. Kasihan mereka, pasti kurang leluasa untuk gerak karena tempat duduknya sempit, kurang nyaman karena kursinya tidak bisa disetel. Tapi bagi kami yang masih aktif, gak masalah meski agak kecewa.

Wisatawan yang mengendarai bus tidak bisa langsung ke objek wisata Posong. Kami harus nyambung perjalanan dengan mengendarai shuttle karena masih jauh dari jalan besar. Tapi kalau kendaraan pribadi bisa sampai kesana. Ketika kami sudah sampai di pemberhentian bus, shuttle belum siap, kami menunggu beberapa saat. Eh…ternyata hanya disediakan 2 shuttle yang kecil, tanpa tempat duduk dan tanpa penutup alias terbuka padahal kami 25 orang, gak muat lah. Singkat cerita, kami bertujuh, yang masih aktif sebagai kepala sekolah berangkat belakangan karena baru dicarikan satu shuttle lagi. Lumayan lama kami menunggunya dengan perasaan kecewa berat.

“Kita tidak usah kesana sajalah kalau tidak ada shuttlenya.”

“Atau kita sewa sendiri mobil yang tidak terbuka seperti itu.”

“Jauh jauh dari Sleman hanya melihat tempat sepi seperti ini.”

“Lha… tapi berapa lama harus nunggu yang tidak pasti seperti ini.”

“Sudah sejam lebih kita disini…yang duluan sudah bersuka ria tapi kita…”

“ Besok gak mau ikut seperti ini lagi ah…”

“Ada Grab gak sih?”

“Kenapa yang tadi tidak disuruh balik, jemput kita,”

Dan masih banyak lagi celotehan teman-teman untuk mengungkapkan kekecewaannya. Owner bus, kebetulan yang membersamai kelompok kami manjadi sasaran kekecewaan kami. Kami cecar dia dengan banyak pertanyaan dan kata-kata sumbang. Dia menjelaskan semuanya, dia menjalankan tugasnya sesuai yang dipesan panitia tapi bertanggung jawab mencarikan solusinya.

Akhirnya shuttle datang juga. Ternyata jalan menuju Posong sempit, menanjak dan masih berbatu, kanan kiri sawah. Kami harus merasakan goncangan ke sana sini yang bikin pusing. Tapi sampai diatas , lumayanlah agak terbayarkan kekecewaan kami. Kelompok yang terdahulu sudah berselfi, foto bersama, sekedar duduk-duduk menikmati pemandangan sambil ngopi dan makan – makan sementara kelompok kami baru sampai. Heh….

Baru menikmati keindahan alam Posong sebentar, hujan rintik-rintik, terpaksa kami berteduh di warung sambil ngopi dan makan mendoan dan pisang karena memang sudah saatnya makan siang, Sebenarnya kami mau kembali ke bus duluan biar tidak kehujanan di jalan, lagi-lagi masalah shuttlenya yang tidak standby di tempat. Shuttle 1 dan 2 turun duluan, terpaksa kami kecewa lagi karena tidak bisa turun bersama-sama.

“Bu, posisi dimana, ini shuttle sudah siap?” tanya owner bus di HP

Baru beberapa meter mobil berjalan, kabut turun dengan cepatnya disusul dengan hujan yang sangat lebat. Demi keamanan, karena jarak pandang yang sangat pendek, jalanan yang sangat berbahaya, mobil berhenti di depan warung kosong dan kami berteduh di dalamnya. Hujan semakin lebat disertai angin yang cukup kencang, tubuh kami yang sudah basah dan kelaparan membuat kami menggigil kedinginan. Minyak kayu putih mulai dioleskan ke tubuh masing-masing agar bisa sedikit hangat. Beberapa saat kami terdiam, merasa nelangsa dan sedih bahkan ada yang menangis. Kami merasakan ketakutan yang luar biasa. Acara liburan bareng teman-teman seharusnya seru, bersama-sama, dan penuh tawa. Namun, yang terjadi sebaliknya, kesedihan dan ketakutan.

Ketika hujan agak reda dan sudah cukup lama berteduh, kami melanjutkan perjalanan turun untuk makan siang di Kledung Park. Terpal, yang semula sebagai alas duduk, kami jadikan penahan hujan dengan dipegang berbarengan sambil berdiri, meskipun tetap basah juga. Di depan mobil kami terjadi kemacetan, ternyata ada mobil yang sedang berpapasan. Si pengendara yang searah dengan kami tidak berani maju, sebelah kiri ada sawah yang cukup dalam, sebelah kanan takut gesekan dengan mobil yang berlawanan arah. Kami, 7 perempuan berteriak histeris sekalian untuk meluapkan kekesalan dan kekecewaan kami.

“Maju oe, kanan aman”

“Spion kanan dilipat,”

“Kalau takut, turun saja, biar aku yang nyopiri,”

“Ibu ibu kah yang nyopir?”

“Baru pertama bawa mobil ya?,”

“Mobil baru beli ya?’

Teriakan kami yang sangat keras dan histeris membuat para pengendara motor yang terjebak macet menoleh ke arah kami. Kami tertawa sekaligus menangis. Air mata bercampur dengan air hujan. Pengalaman rekreasi yang tidak menyenangkan. Refreshing yang tidak merefresh.

Jam tiga tiba di tempat makan, kami disambut oleh kelompok terdahulu, yang sudah selesai makan, dengan berbagai pertanyaan, kami tidak bisa berkata apa-apa karena menahan kesedihan dan kekecewaan dari awal. Menu makan siang yang disajikan adalah paket nasi dan ayam goreng. Melihat menu itu selera makanku hilang. Saya dan Bu Erna tidak makan, hanya minum teh panas untuk menghangatkan tubuh kami yang basah kuyub. Naasnya lagi kami tidak membawa pakaian ganti.

Melihat kami dalam kondisi kedinginan, mas owner bus sigap bertindak. Kami dipesankan khusus, pisang coklat keju hangat dan tahu goreng. Alhamdulillah… bisa untuk mengganjal perut.

Hujan belum puas menumpahkan airnya ketika kami sudah siap untuk pulang. Selama di perjalanan pulang, kami menumpahkan kekecewaan ke owner bus. Kami tahu dia tidak bersalah sepenuhnya karena sudah sesuai permintaan dan sudah memberikan masukan kalau mau ke Posong kepada panitia. Sebagai bentuk permintaan maaf, dia mengundang kami bertujuh, yang kecewa berat dan menderita, datang ke restonya untuk makan gratis.

Saya sampai di rumah jam delapan tanpa makan malam. Pengalamanku ini tidak saya cerita kepada suami agar dia tidak ikut-ikutan kecewa. Ini menjadi pembelajaran bagi kita bahwa rekreasi dengan teman seharusnya menjadi kegiatan yang menyenangkan, merekatkan kebersamaan dan tak terlupakan sehingga harus direncanakan dengan sebaik-baiknya termasuk antisipasi di musim hujan.


Photo by Kassem Mahfouz on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *