Oleh: Henny Purnawati
Corona mahluk kecil tak kasatmata telah menebar ketakutan yang mencengkeram semua orang, tak terkecuali aku dan keluarga kecilku, sehingga memilih berdiam diri di rumah adalah salah satu pilihan yang dilakukan. Tak ada satupun yang ingin corona hadir di keluarganya karena corona dapat menyebabkan hilangnya sebuah kehidupan. Namun kita tidak pernah tahu bahwa corona dapat menghampiri siapa saja dan di mana saja tanpa kita sadari meskipun kita telah menjaga semua kemungkinan.
Aku sedang disibukkan dengan pekerjaan seperti biasanya siang itu ketika tiba-tiba dering dawai berbunyi menandakan adanya telepon masuk. Aku mengalihkan pandangan mataku dari laptop untuk mengintip telpon siapa yang masuk di jam sibukku, ternyata dari putri sulungku yang sedang studi di seberang pulau. Segera kuangkat karena tidak seperti biasanya putriku menelpon di jam kantor, pasti ada yang penting.
“Mama, types kakak kambuh tiba-tiba” terdengar suara lemas putriku di ujung telepon.
“Kakak ke klinik sekarang, jangan ditunda” pintaku sedikit panik namun mencoba bersikap tenang sekaligus mengabarkan aku akan mentransfer pembiayaannya.
Aku kehilangan sebagian fokusku untuk meneruskan pekerjaan hingga siang harinya, kelegaan menghampiriku setelah anakku menelpon kembali bahwa dokter klinik mengatakan bahwa hanya typesnya menunjukkan gejala kambuh. Segera kuminta anakku beristirahat dan mengkonsumsi makanan sehat disertai vitamin seperti biasanya jika typesnya kambuh. Bahkan kuminta putriku untuk tidak melakukan aktifitas di luar dan istirahat dari aktifitas kerjanya.
Kelegaan itu ternyata hanya berumur tiga hari saja, karena kembali di suatu siang putri sulungku kembali menelpon dan mengatakan bahwa kondisinya tidak kunjung membaik meskipun obat dari dokter sudah hampir habis.
“Kakak ke klinik lagi sekarang” pintaku dengan perasaan yang tidak menentu
“Iya, ini mau langsung ke klinik karena teman satu rumah ada yang positif corona” jawab anakku
Jawaban anakku tentunya saja menimbulkan kepanikan dan seluruh aktifitasku seolah terhenti, semua bercampur aduk menunggu hasil pemeriksaan terakhir. Aku mencoba menelpon kedua anakku yang juga sedang studi di luar pulau untuk lebih berhati-hati jika beraktifitas dan selalu menjaga protokol kesehatan.
Corona menyapa keluargaku melalui anak perempuanku yang tinggal jauh di seberang pulau, semula kami tidak menyangka bahwa itu adalah Corona generasi kedua yang disebut Delta. Saat dinyatakan positif sudah pasti ketakutan menghampiriku sebagai ibunya yang berada jauh dari anakku, ditambah info dari anakku bahwa kondisi pernafasannya terasa lebih berat. Semua hal-hal negatif tentang corona menghampiri pikiran dan perasaanku yang tak dapat terkatakan, dan merasa takut yang berlebihan.
Kami memilih perawatan sendiri di rumah bersama teman-teman anakku yang positif disapa Corona, berkomunikasi dengan keluarga teman-temannya untuk proses penyembuhan karena resep yang diberikan oleh dokter hanya berupa obat-obatan untuk gejala yang ditimbulkan saja bukan untuk Corona.
Minggu pertama proses penyembuhan bukanlah sesuatu yang mudah, terutama ketika anakku tak dapat memejamkan matanya ketika waktunya istirahat dan saat bernafaspun terasa sulit. Gejala yang diterima anakku sungguh berbeda dengan teman-teman lainnya yang kehilangan seluruh indra perasa yang disertai demam tinggi. Sementara anakku merasakan mual, sesak nafas, sakit tenggorokan berat dan kehilangan nafsu makan, memikirkan dan membayangkan kondisi yang dihadapinya adalah sesuatu yang tak ingin kureka-reka karena nanti akan mempengaruhinya dan memperlambat kesembuhan
Bersyukur keluarga teman-teman anakku ada yang berprofesi sebagai dokter dan apoteker, memberikan vitamin dengan dosis tinggi kepada anakku dan teman-temannya itulah yang kami lakukan. Meskipun berjauhan bersama-sama kami mencoba membantu anak-anak kami untuk sembuh dan tetap berpikir berpikir positif, kuat serta sabar. Selain pengobatan medis pada kenyataannya dukungan moril untuk lekas sembuh memang selalu diperlukan, memberikan dukungan yang membangkitkan semangat agar lekas sembuh kulakukan saat menelponnya yang entah berapa kali kulakukan setiap hari. Menghujaninya dengan kalimat baik yang membuat pikirannya lebih tenang dan tidak mudah menyerah, tidak lupa memintanya untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Rasa khawatir menderaku sesaat, namun panik dan khawatir adalah sesuatu yang tak boleh terjadi saat itu, karena anakku butuh perhatian dan dukungan meskipun kami berjauhan. Saat-saat terberat tersebut bukan hanya aku yang mengalami tetapi semua orang tua teman-teman anakku juga, kami tetap berkomunikasi di luar sepengetahuan anak-anak untuk saling menguatkan dan berbagi beban.
Proses kesembuhan itu memakan waktu lebih dari sebulan, banyak pelajaran berharga yang dapat diambil selama proses itu selama kita selalu berpikir positif terhadap apa yang dialami. Ada persahabatan baru yang datang dan dibangun karena mengalami hal yang sama, berjuang bersama-sama untuk kesembuhan buah hati dan ternyata jarak tidaklah menjadi sebuah halangan jika kita memiliki niat yang baik dan semangat kebersamaan. Sesuatu yang tidak kalah pentingnya adalah berpikir positif dan menularkan pikiran positif tersebut kepada anak-anak, tetap semangat dan selalu berdoa kepada Allah yang mengatur segalanya. Tidak seorangpun ingin sakit namun dalam kondisi pandemi seperti kita tidak dapat menghindar saat itu terjadi pada diri keluarga kita serta teman-teman terdekat. Kebersamaan dalam kondisi sulit akan memberikan spirit satu dengan lainnya dan mempercepat proses kesembuhan
Corona juga menciptakan banyak hal positif terutama rasa kebersamaan yang muncul di mana-mana, kesadaran untuk berbagi antar sesama. Satu hal mendasar yang berubah adalah perhatian terhadap pola hidup yang lebih sehat, semua orang sekarang lebih peduli terhadap kesehatan dirinya, keluarganya dan orang-orang sekelilingnya.
Rasa kebersamaan terbangun secara tiba-tiba meskipun tak mengenal satu dengan lainnya bahkan terpisah oleh jarak ribuan kilometer, ternyata banyak hal-hal positif terjadi ketika corana menyapa keluargaku. Dua sisi hadir secara bersamaan yaitu sisi baik dan tidak baik, yang harus disikapi dengan berpikir positif sehingga memberikan manfaat dan tidak berputus asa. Kami orang tua tetap akan selalu menyemangati dan menemani meskipun berada jauh dari mereka. Tidak ada seorangpun yang menginginkan rasa tidak nyaman karena sakit dan itu memang tidak diduga datangnya, kesembuhan membutuhkan kerja keras dan kamu tidak sendiri menghadapinya.
Photo by Volodymyr Hryshchenko on Unsplash