Multitafsir

Oleh: Mia

Aku akan sedikit berbagi pengalamanku setelah lulus kuliah yang paling berkesan. Aku lulus pada akhir tahun dua ribu dua puluh. Aku menerima ijazah pada awal tahun dua ribu dua puluh satu. Setelah menerima ijazah, aku berencana mencoba memasukkan lamaran ke sebuah lembaga pendidikan. Keesokan harinya, aku menuju sebuah lembaga pendidikan. Aku pun menyusuri jalan berdasarkan petunjuk arah yang terpampang di baliho pinggir jalan menuju arah lembaga tersebut. Aku ikuti anak panah menunjukan masuk gang yang tertera di papan itu. Aku pun perlahan masuk gang. Semakin jauh aku menyusuri gang itu, aku belum menemukan gedung yang kucari. Tak lama kemudian, sampailah aku di ujung gang. Bukan gedung lembaga yang kudapatkan, tetapi hamparan tanah lapang yang terdapat pohon kamboja berjajar. Lalu, netraku beredar ke bawah pohon itu, yang kulihat berderet-deret batu nisan. Ternyata, aku tersesat di makam. Bulu kudukku berdiri seketika karena jalan tampak sepi di sana. Selain itu, suara yang bersumber dari gesekan pohon bambu akibat dari angin yang berhembus kencang. Aku pun segera putar haluan, lalu melajukan motor.

Selang beberapa menit kemudian, aku sampailah di jalan utama lagi. Kemudian, aku membuka google map untuk meng-cross check kebenaran informasi dari baliho itu. Menurut google map yang aku baca, lokasi yang aku tuju kurang lima ratus meter lurus ke depan lalu belok kiri. Sesaat kemudian, aku tancapkan gas motorku perlahan sambil mengikuti petunjuk dari google map. Sejauh seratus meter, aku sudah mendapatkan papan baliho yang sama. Di situ, aku gamang dengan baliho itu. Aku harus percaya papan atau google map. Percaya papan, takut salah seperti sebelumnya. Mengikuti google map, khawatir informasi belum di-update lagi. Dari pada penasaran, aku coba ikuti keduanya. Aku belok kiri sebelum lima ratus meter. Tak lama kemudian, aku sampai di ujung gang. Lagi-lagi, bukan kantor lembaga yang aku temukan. Gang buntu yang dipungkasi oleh sungai dan hamparan sawah nan menyejukkan mata. Aku pun geleng-geleng kepala dan kutarik nafas panjang. Aku pun berbalik arah.

Sesaat kemudian, aku kembali ke jalur utama. Panduan google map kuhidupkan kembali. Selang beberapa menit kemudian, motor yang menemaniku kuhentikan tepat di titik lima ratus meter. Lalu, aku tengok kiri dan kanan. Tak kutemukan papan nama apapun di sana hanya hamparan kebun kelengkeng yang aku dapatkan. Aku ikuti saja petunjuk google map. Ternyata, lembaga yang aku cari berada di balik kebun itu. Tak lama kemudian, aku pun mengajukan surat lamaran yang aku buat sehari sebelumnya. Aku disambut oleh tenaga administrasi yang sangat ramah. Seusai surat lamaranku diterima pihak tenaga administrasi, aku pun mengayunkan langkah menuju pulang.

“Masak lembaga sebesar ini tidak ada papan nama di dekat jalan utama?” batinku saat itu.

Setiba di pintu gerbang, aku tengak-tengok mencari papan nama lembaga itu. Papan sedikit tertutup oleh daun kelengkeng membuatku gagal fokus. Di depan nama itu, aku tertegun seketika.

“Aku kurang teliti rupanya. Tidak ada masalah dengan papan nama di depan gedung lembaga ini. Nah, yang jadi persoalan baliho di beberapa titik sepanjang jalan menuju bangunan ini. Aku perlu cek lagi baliho di ujung sana.” Aku bergumam.

Selang beberapa menit kemudian, aku menuju baliho yang berada di setiap titik seratus meter di tepi jalan. Aku teliti satu persatu. Aku sisir informasi yang tertulis di masing-masing baliho.

“Ikon panah ternyata bukan petunjuk keberadaan gedung. Eh, ternyata gambar panah hanya dekoratif untuk tempat caption saja. Caption sangat kecil sehingga hanya anak panah yang menjadi pusat  perhatianku.” Aku berpikir sejenak.

Setelah menemukan jawaban dari rasa penasaranku, aku pun melanjutkan perjalanan menuju ke rumah. Cuaca sangat panas saat itu. Di tengah perjalanan, aku menghentikan laju motorku. Aku hentikan tepat di depan penjual es dawet ireng khas Purworejo. Warung sederhana itu dipenuhi pembeli. Aku pun harus sabar mengantre. Di sela-sela antre, aku menyeka butiran-butiran peluh yang membasahi wajahku.  

Setiba di rumah, kurebahkan tubuh di tempat tidur. Aku menatap langit-langit sembari termenung sejenak, mengingat perjalan yang baru saja aku tempuh hari itu. Pelajaran yang dapat dipetik dari perjalananku hari itu, yaitu pemilihan ikon yang kelihatan sepele, tetapi dapat berakibat multitafsir bagi orang lain. Maksud sang desainer grafis untuk mempercantik caption pada baliho, tetapi bisa jadi dipahami sebagai petunjuk arah bagi pembaca. Aku harus lebih teliti, jeli, dan peka karena sekecil apapun peristiwa yang dialami oleh manusia pasti terselip hikmah di dalamnya. Tak terasa, aku pun terlelap tidur.


Photo by Javier Quiroga on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *