Di Balik Penyintas

Oleh: Nurani

Berawal dari kedinginan, saya pikir hanya penyakit demam biasa. Namun sampai hari ke dua demam makin berat, barulah saya memutuskan untuk periksa ke bidan langgananku karena saya cocok berobat dia apalagi rumahnya dekat dengan rumahku. Setelah minum obat dari bidan, badanku sudah berangsur membaik. Meskipun begitu, ada perasaan lain di hatiku karena muncul batuk yang terutama pada saat malam hari. Akhirnya saya melakukan test antigen di sebuah rumah sakit yang dapat dipercaya dan lebih terjamin akurasinya, Jogja International Hospital.

“Tringg…”. Segera kusambar HPku yang ada di meja. Sebuah pesan dari JIH yang berisi hasil swab kami. Tanggal 28 Juni 2021, kami bertiga dinyatakan positif terpapar Covid-19 dan harus menjalankan isolasi mandiri selama 14 hari setelah kosultasi dengan dokter. . Kami bertiga keluar dari rumah kami untuk menjalankan isoman di rumah baru kami yang berada di tengah sawah dengan tujuan agar kami bisa menjalankan isoman dengan tenang dan tidak meresahkan tetangga sebelah kami. Sementara anak perempuanku, suaminya dan dua cucuku tetap di rumah lama karena hasil swab PCR sebelumnya dinyatakan negatif. Menantukulah yang mengantar makan dan kebutuhan lainnya ke kami setiap hari.

Dua hari berikutnya anak perempuanku demam. Karena kami pernah tinggal serumah, pastilah terjadi kontak erat antar anggota keluarga.

“ Ma, hasil PCR dah keluar, kami positif juga,” kata anak perempuanku di telefon.

“ Astaghfirulah….” hanya itu yang keluar dari bibirku yang gemeteran. Aku tidak sanggup membayangkan karena kami semua positif, siapa yang mencarikan makan dan kebutuhan lainnya. Mereka isoman di rumah lama termasuk dua cucuku yang dianggap terpapar juga. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari kami pesan lewat Gofood. Saya terpapar Covid-19 dengan gejala ringan. Demam ringan, pusing dan badan terasa lemah tapi batuk hebat terutama pada malam hari. Rasanya hanya seperti terserang flu biasa. Saya masih bisa mencium bau dan merasakan makanan. Suami dan anak lelakiku juga begitu, hanya bergejala ringan. Namun anak perempuanku cukup parah, mengalami demam tinggi, mual, dan tidak bisa mencium dan merasakan makanan, padahal harus ngurusi dua anak yang masih kecil.

Sebenarnya kami tidak memberitahukan keadaan kami kepada siapapun kecuali pihak puskesmas untuk koordinasi dan minta obat-obatan tapi dengan adanya HP berita itu sampai juga ke telinga saudara dan teman. Beberapa pesan muncul tiap saat dari keluarga dan sahabat dekat yang berempati. Mereka memotivasi, memberi saran, menghibur, mendoakan, dan sebagainya. Ada juga yang empati mengantar makanan ke rumah baru maupun lama tapi tidak berani tatap muka.

“ Budhe, saya naruh makanan di pintu gerbang, “ WA yang sering muncul di gawai saya.

Kami jalani isoman dengan sabar dan ikhlas, ini sudah menjadi takdir kami. Untuk mengisi waktu isoman kami berladang, berolah raga dan banyak berdoa. Kami patuhi saran-saran dari dokter, untuk minum obat dan vitamin, makan makanan bergizi terutama sayur dan buah, berjemur, menjaga protokol kesehatan (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak ), berpikir positif. dan berusaha happy. Kami yakin bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya.

Ternyata kami terpapar Covid-19 di puncak merebaknya orang terpapar virus Covid-19 dan angka kematian paling tinggi. Itu membuat kami sterss tapi tetap optimis pasti sembuh dan wabah Covid-19 pasti segera berakhir.

Tanggal 13 Juli 2021, kami dinyatakan sembuh dengan hasil swab negatif. Sekarang kami menyandang gelar sebagai penyintas Covid-19. Alhamdulillah sekarang kami sudah sehat, sudah bisa melaksanakn tugas seperti biasanya.

Di balik musibah terpapar Covid-19, banyak hikmah yang berharga yang bisa kami petik, antara lain, pertama, semakin dekat dengan Allah. Karena tidak bisa keluar rumah maka kami memanfaatkan waktu untuk meningkatkan ibadah, sholat wajib lima waktu kami lakukan di awal waktu dan selalu berjamaah, sholat sunat rutin kami lakukan, membaca Alqur’an, mendengarkan tausiyah dari HP, dan dzikir. Dengan memperbanyak amalan ibadah hati kami menjadi lebih tenang.

Kedua, menjadi lebih sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup ini. Ketika mendapat musibah kita merasa kecil, lemah, dan tidak berdaya menghadapi kuasa Allah. Dengan kesabaran dan berbagai upaya akhirnya kami sembuh dan sehat kembali. Itupun karena kuasa Allah yang wajib disyukuri.

Ketiga, mengembalikan kehangatan hubungan anggota keluaraga. Kami yang selama ini sibuk dengan urusan dan pekerjaan sendiri-sendiri, kadang tidak ada waktu untuk duduk dan ngobrol bersama. Dengan terpapar Covid-19, kami mendapatkan momentum kehangatan lagi. Kami selalu bertiga dalam kegiatan apapun, lebih sering kumpul bersama untuk berdiskusi, saling curhat, atau hanya sekedar untuk bercanda juga saling videocall dengan cucu dan anak kami yang lainnya sehingga tercipta kehangatan dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga.

Keempat, merekatkan persaudaraan dan kepedulian terhadap sesama. Dalam hidup ini manusia pasti membutuhkan bantuan orang lain, tidak bisa hidup sendirian. Meski hanya lewat HP, dukungan keluarga, saudara dan sahabat membuat kami merasa diperhatikan. Masalah sesulit apa pun bisa diselesaikan asal kita ada kesadaran bersama untuk saling membantu. Wabah Covid-19 bisa hilang kalau kita bersama-sama mempunyai kesadaran untuk memutusnya dengan cara menegakkan protokol kesehatan dengan ketat.

Kelima, terlatih untuk hidup disiplin. Dengan kita patuh memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak tentu kita akan terbiasa hidup berdisiplin menjaga kebersihan dan kesehatan sehingga akan meningkatkan kualitas hidup kita.

Hikmah yang paling besar adalah kesadaran bahwa Allah lah pencipta segalanya langit, bumi, dan seisinya. Semua kejadian ini adalah kuasa Allah SWT, yang menciptakan hidup dan mati.

Sebagai seorang penyintas, saya berharap bahwa kita harus tetap waspada terhadap Covid-19, jangan kasih kendor, selalu pakai masker, jaga jarak, sering mencuci tangan, hindari kerumunan, kurangi mobilitas dan banyak berdoa.

Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.


Photo by Jacek Pobłocki on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *